Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah mewaspadai penyebaran virus flu burung clade baru yang telah terjadi di Kamboja. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengatakan Indonesia merupakan negara yang rawan penyebaran virus flu burung karena menjadi wilayah perlintasan migrasi burung antarnegara. “Setiap tahun selalu ada laporan kasus flu burung di Indonesia, terutama pada Februari saat terjadi migrasi burung,” ujar Imran pada Selasa, 28 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Otoritas Kamboja pada Kamis pekan lalu melaporkan kematian seorang gadis berusia 11 tahun yang ditengarai terinfeksi virus flu burung atau H5N1. Dinas kesehatan setempat mulai menguji 12 kontaknya. Ayahnya, yang menunjukkan gejala, juga dinyatakan positif terkena virus tersebut. Dari penelitian sementara, belum diketahui jelas ada-tidaknya penularan dari manusia ke manusia atau apakah kasus tersebut disebabkan oleh "kondisi lingkungan yang sama", kemungkinan kontak dekat dengan burung atau hewan lain yang terinfeksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang meneliti varian flu burung yang menginfeksi hingga menyebabkan kematian di negara Asia Tenggara itu. Pemerintah mewaspadai penyebaran virus flu burung setelah ditemukan kasus kematian akibat penyakit tersebut di Kamboja.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran untuk mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa penyebaran virus H5N1 itu ke seluruh dinas kesehatan di daerah.
Imran mengatakan pemerintah mengantisipasi penyebaran virus ini dengan menggelar rapat koordinasi bersama Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan pengawasan hewan ternak atau peliharaan yang ada di masyarakat. Adapun bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kesehatan bekerja sama untuk mengawasi hewan liar yang dijual di pasar dan berada di alam liar.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi. Antara/Ahmad Faisal
”Virus ini memiliki kecenderungan zoonosis atau menyebar dari hewan ke manusia. Jadi, kalau ada temuan unggas mati mendadak, bisa segera dilakukan investigasi,” ujarnya. “Kalau ada orang yang tiba-tiba sakit dan mempunyai kontak dengan hewan juga mesti segera dilaporkan.”
Imran menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan 12 laboratorium untuk memeriksa sampel potensi penularan virus tersebut di antara hewan ataupun manusia. Pada tahap awal, kata dia, tiga laboratorium di Jakarta dan Surabaya sudah disiagakan untuk memeriksa sampel temuan orang jika diketahui terjangkit atau suspek virus flu burung. “Tapi sampai sekarang belum ada laporan penularan ke manusia. Kendati begitu, hal ini perlu diwaspadai karena kerawanan penyebaran virus ini di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah menyiapkan lebih dari 100 rumah sakit rujukan. Sebagai antisipasi, pemerintah juga menggelar webinar atau seminar yang berlangsung menggunakan jaringan online atau daring untuk penanganan potensi kejadian luar biasa flu burung. Pemerintah pun menginstruksikan setiap fasilitas kesehatan untuk menyiapkan sumber daya manusia dan obat-obatan guna menangani pasien yang terinfeksi virus tersebut. “Reagen juga telah disiapkan untuk melakukan pemeriksaan.”
Menurut dia, penyebaran virus flu burung tetap mesti diwaspadai setelah pengalaman pandemi akibat penyakit itu yang telah memakan ratusan korban jiwa. Kematian tertinggi akibat flu burung terjadi pada 2006 dengan 45 korban jiwa dan pada 2007 dengan 37 korban jiwa. “Tidak perlu panik, tapi harus diwaspadai karena potensi penyebarannya setiap tahun terjadi. Tahun lalu terjadi di Kalimantan Selatan,” ucapnya.
Simulasi Penanggulangan Flu Burung di Jakarta. Dok Tempo/Arnold Simanjuntak
Antisipasi Penyebaran di Ibu Kota
Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah mengantisipasi penyebaran virus flu burung di Ibu Kota dengan menerapkan regulasi menampung unggas di tempat penampungan untuk diperiksa sebelum dijual. Selain itu, warga yang memelihara unggas pangan mesti mengantongi izin. “Untuk memasukkan unggas ke DKI juga wajib dilengkapi izin pemasukan dan pengeluaran, sertifikat veteriner, serta surat dari dokter hewan,” kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI, Ngabila Salama.
Pemerintah DKI, kata Ngabila, telah membuka pusat layanan untuk menerima pengaduan kasus flu burung. Jika ada unggas yang mati mendadak, warga bisa langsung menghubungi Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) sesuai dengan wilayah tempat tinggal warga. Adapun unggas yang terinfeksi flu burung mempunyai gejala sianosis, yakni jengger dan pial berwarna merah kehitaman sampai biru serta membengkak, dan dapat disertai perdarahan yang kental di ujung-ujungnya.
Ciri lainnya, perdarahan bisa terjadi di daerah kulit yang tidak ditumbuhi bulu, khususnya tulang kering kaki unggas. Selain itu, unggas yang terinfeksi flu burung biasanya mati secara tiba-tiba dalam jumlah banyak. “Bahkan bisa dengan sangat cepat tanpa menunjukkan tanda-tanda sakit atau hanya menunjukkan sedikit gejala kelelahan atau lumpuh,” ucapnya. “Kalau ditemukan gejala itu, segera hubungi Sudin KPKP terdekat agar segera ditangani.”
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan pemerintah mesti mewaspadai virus flu burung setelah menyebar di Kamboja karena gejala dan perburukannya cepat sekali setelah menginfeksi anak di sana. Temuan anak dengan gejala terinfeksi flu burung di Kamboja diketahui pada 16 Februari lalu. Anak itu meninggal setelah mendapat perawatan selama enam hari di rumah sakit. “Pemerintah Kamboja bergerak cepat dengan mengambil sampelnya dan hasilnya diketahui positif sehari sebelum korban meninggal,” ucapnya.
Berdasarkan hasil surveilans di lapangan, diketahui bahwa penyebab penyakit pada anak tersebut adalah H5N1 Clade 2.3.2.1c. Jadi, bukan Clade 2.3.4.4b yang diberitahukan Kementerian Kesehatan. Adapun Clade 2.3.4.4b merupakan virus pada bebek di Kalimantan Selatan, tahun lalu. ”Jadi, tegasnya, di Kamboja bukan clade itu penyebab penyakitnya. Makanya, mesti diwaspadai.”
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mengatakan saat ini telah terdeteksi dua kasus positif di Kamboja, yang menginfeksi ayah dan anaknya. Yang sekarang ditunggu, kata Tjandra, adalah konfirmasi ilmiah apakah si anak dan ayahnya tertular dari unggas yang berada di rumah mereka atau penularan terjadi antarmanusia. “Penjelasan mana yang sebenarnya terjadi amat penting untuk langkah selanjutnya di Kamboja dan juga antisipasi di negara kita. Kita harus waspada jika terjadi penularan antarmanusia.”
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo