Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, menilai pemerintah perlu segera mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua, menyusul eskalasi konflik bersenjata yang terus meningkat. Hal ini disampaikan menyusul insiden penyerangan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Yahukimo, Pegunungan Papua, pada 6–9 April 2025 yang menewaskan 17 orang yang diduga penambang ilegal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan Editor:TPNPB Tuding TNI Jalankan Siasat Perang Diam-Diam di Papua
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TPNPB-OPM, kata Beni, menganggap korban adalah personel militer yang menyamar. Namun, kata dia, tuduhan itu tidak terbukti. Tim gabungan pemerintah telah mengevakuasi 11 jenazah dari lokasi kejadian. Juru bicara TPNPB Sebby Sambom sebelumnya menyatakan wilayah Yahukimo tertutup bagi pendatang, terutama yang terlibat aktivitas pertambangan.
“Pernyataan OPM menunjukkan bahwa wilayah Yahukimo dan kawasan Meepago seperti Intan Jaya, Paniai, dan Nabire telah menjadi zona operasi militer dari kelompok separatis bersenjata,” kata Beni kepada Tempo, Senin, 14 April 2025.
Menurut Beni, situasi ini semakin mengkhawatirkan karena ancaman kelompok bersenjata kini menyasar tidak hanya aparat keamanan, tetapi juga warga sipil pendatang. Ia menilai, pendekatan pemerintah yang masih menetapkan wilayah tersebut sebagai kawasan operasi penegakan hukum tidak sesuai dengan eskalasi konflik yang terjadi di lapangan.
“TPNPB menganggap ini medan perang, sementara pemerintah hanya melihatnya sebagai pelanggaran hukum. Padahal, ancaman yang dihadapi adalah pemberontakan bersenjata. Ini membuat potensi jatuhnya korban sipil ke depan sangat besar,” ujar Beni.
Ia menyebut, aparat kepolisian yang menjadi ujung tombak operasi penegakan hukum tidak memiliki kapasitas untuk menghadapi konflik bersenjata intensitas tinggi yang dilakukan TPNPB-OPM. Beni mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pengalihan status menjadi operasi militer terbatas di wilayah-wilayah yang dianggap rawan.
“Ada urgensi untuk melakukan evaluasi operasi keamanan menyeluruh di wilayah terkait dan menetapkan wilayah tertentu menjadi operasi militer terbatas dengan landasan atau pertimbangan yang matang,” ujarnya.
Meski begitu, ia menekankan bahwa pendekatan militer semata tidak akan menyelesaikan akar persoalan di Papua. “Masalah utama tetap pada eksploitasi sumber daya alam, pelanggaran hak asasi manusia, dan pengabaian hak adat. Pemerintah harus segera menginisiasi dialog menyeluruh dengan OPM, tokoh adat, dan pemuda Papua untuk mencapai solusi damai,” katanya.
Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) Sebby Sambom mengatakan, pihaknya akan menganggap masyarakat sipil yang berada di wilayah yang menurut dia berkonflik adalah bagian dari pasukan pengamanan Indonesia. "Kami sudah sampaikan, kalau Anda orang imigran Indonesia masih berada di wilayah-wilayah konflik bersenjata, maka kami anggap bagian dari Indonesian security forces atau Pasukan Keamanan Indonesia," katanya, Ahad, 14 April 2025.