Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gaya Lama Meredam Konflik Papua

Pemerintah menyiapkan penambahan struktur teritorial TNI dan Polri di daerah konflik Papua. Pendekatan lama yang terbukti gagal.

17 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah akan melakukan langkah-langkah khusus di daerah konflik Papua.

  • Langkah khusus berupa penambahan struktur keamanan.

  • Pendekatan keamanan terbukti gagal meredam konflik Papua.

JAKARTA — Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan langkah-langkah khusus di daerah konflik Papua. Menurut dia, setidaknya enam kabupaten kini tergolong rentan konflik. Tiga kabupaten di antaranya berada di Provinsi Papua Tengah. Sedangkan tiga lainnya di Provinsi Papua Pegunungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Untuk daerah-daerah lain, pendekatan kita kesejahteraan dan keamanan seperti biasa. Untuk enam kabupaten itu akan kami lakukan upaya peningkatan pelindungan masyarakat dan pelindungan kedaulatan NKRI dari kelompok separatis teroris," kata Ma'ruf Amin, setelah menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Rencana Kerja Pemerintah 2024 di Jakarta Convention Center, Selasa, 16 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ma'ruf tak menjelaskan secara rinci langkah khusus berupa pelindungan masyarakat dan kedaulatan NKRI di enam daerah rawan konflik di Papua tersebut. Dia hanya mengatakan, upaya pelindungan dilakukan melalui operasi keamanan yang lebih bersifat antisipatif.

Pernyataan ini disampaikan Ma'ruf untuk merespons evakuasi empat pekerja proyek pembangunan menara base transceiver station (BTS) di Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan, pada Senin, 15 Mei lalu. Pekerja pada proyek yang digarap PT Inti Bangun Sejahtera (IBS) tersebut sempat dikabarkan disandera oleh kelompok bersenjata. Namun belakangan terungkap bahwa keempatnya ditahan oleh masyarakat setempat karena terbelit utang.

Kendati telah dipastikan tak ada penyanderaan, peristiwa di Okbab tersebut dikhawatirkan membuat suasana di Papua semakin mencekam. Rentetan konflik bersenjata antara TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) meletus di sejumlah kabupaten di wilayah Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan sejak insiden pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan kapten pilot Philip Mark Mehrtens pada awal Februari lalu.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Theofransus Litaay. ksp.go.id

Langkah Khusus Berupa Penambahan Struktur Keamanan 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Theofransus Litaay, menjelaskan, selama ini pemerintah mengedepankan upaya persuasif dalam menangani konflik di Papua, seperti ketika mengevakuasi pekerja proyek BTS pada Senin lalu. Namun, sejauh ini langkah persuasif tak selalu menghasilkan tanggapan yang memuaskan, contohnya pada upaya pembebasan kapten pilot Philip Mark Mehrtens. "Bahkan, dari pihak penyandera, mereka justru semakin aktif dalam mengkampanyekan agendanya," ujarnya.

Walhasil, Theofransus mengatakan, pemerintah mempertimbangkan langkah lain berupa penegakan hukum yang kini sedang berlangsung. Menurut dia, pemerintah akan melakukan langkah lain berupa membangun struktur TNI dan Polri, terutama di provinsi baru yang sebagian wilayahnya menjadi daerah konflik. Selama ini, kata dia, daerah rawan konflik seperti di Kabupaten Nduga tak dilengkapi struktur teritorial TNI seperti Komando Daerah Militer (Kodam). "Komando Resor Militer (Korem) juga terbatas, tapi daerah yang ditangani sangat luas," kata dia. "Kita butuh struktur seperti Kodam dan Polda. Tugas mereka adalah pelayanan publik."

Theofransus mengatakan, tanpa struktur teritorial TNI, upaya membangun model komunikasi yang berkelanjutan sulit terwujud. "Sehingga warga di sejumlah kabupaten merasa terisolasi dan mudah diprovokasi," ujarnya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Adi Prabowo mengatakan, penanganan daerah rawan konflik sampai saat ini dilakukan terpusat melalui Operasi Damai Cartenz. Operasi ini merupakan operasi Polri yang dikendalikan pemerintah pusat dengan melibatkan tim dari Kepolisian Daerah Papua.

Menurut Ignatius, Operasi Damai Cartenz kini dilakukan di sembilan daerah rawan konflik, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang, Yahukimo, Mimika, Kota Jayapura, Jayawijaya, Nduga, Dogiyai, Intan Jaya, dan Puncak. "Kegiatannya bersifat humanis. Penegakan hukum terhadap TPNPB-OPM yang sudah ada di daftar pencarian orang," ujarnya.

Apel Gabungan TNI/Polri di Wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, 12 November 2021. humas.polri.go.id

Pendekatan Keamanan Terbukti Gagal Meredam Konflik Papua

Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis, mengatakan bahwa pemerintah perlu mengevaluasi strategi penanganan daerah rawan konflik di Papua. Sebab, pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan terbukti tidak berhasil. "Pemerintah harus mengarusutamakan jalan damai dalam penyelesaian soal konflik Papua," ujarnya.

Beni menjelaskan, pemerintah perlu mengupayakan negosiasi dengan kelompok-kelompok politik yang signifikan di daerah konflik Papua. Kelompok tersebut, misalnya, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang menjadi organisasi perjuangan Papua di tingkat domestik. Ada pula kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM).

"Negosiasi ini adalah sebagai simbol niat baik pemerintah untuk menyelesaikan masalah Papua secara damai dan tuntas," ujarnya. "Apakah diperlukan mediator atau pihak ketiga dalam negosiasi, tergantung kedua belah pihak. Karena pendekatan negosiasi adalah satu-satunya jalan yang dapat menuntaskan konflik di Papua, bukan pendekatan keamanan."

Selain itu, menurut Beni, pemerintah perlu mengevaluasi secara menyeluruh pengiriman pasukan TNI dan Polri di Papua. Pasalnya, pengiriman pasukan justru menjadi bukti bahwa pendekatan keamanan tidak berhasil meredam konflik. "Justru pengiriman pasukan dapat menimbulkan kesan yang tidak baik, karena selama ini korban konflik TNI dan OPM bukan hanya masyarakat sipil, tapi di pihak TNI cukup banyak belakangan ini," ujarnya. "Ini tentu menunjukkan ada kekeliruan dalam pendekatan keamanan selama ini."

Dia mendesak Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah pusat melakukan pengawasan melekat terhadap pengiriman pasukan keamanan ke daerah konflik di Papua. "Agar dapat menghindari korban dari konflik horizontal ini," kata Beni.

JIHAN RISTIYANTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus