Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pendidikan Agama Tak Diremehkan

Wawancara Tempo dengan Mendikbud Fuad Hassan tentang RUU Pendidikan Nasional. Menurutnya sama sekali tidak ada dikandung maksud mengurangi makna pendidikan agama apalagi untuk menelantarkannya.

6 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAKNYA tanggapan tentang RUU Pendidikan sangat menggembirakan Menteri P dan K Fuad Hassan. "Karena kami masih menerima masukan-masukan," katanya. Walau begitu, yang disesalkan Fuad bukan tak ada. Yakni mereka yang mengecam dan menuduh bahwa dengan RUU Pendidikan ini masalah pendidikan agama dikesampingkan, bahkan diremehkan. "Saya kira, yang memberi tanggapan itu belum mempelajari secara keseluruhan RUU ini," kata Fuad. Pekan lalu, usai sembahyang Jumat, Fuad Hassan menerima TEMPO di ruang kerjanya. Ia menjelaskan bahwa tak perlu khawatir dan resah akan telantarnya pendidikan agama di sekolah-sekolah. Kata Fuad: Dalam RUU (pasal 4) dirumuskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan seterusnya. Sebtulnya, dari kalimat itu saja sudah dapat disarikan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan agama dipentingkan, sebab takwa adalah konsep keagamaan. Bahwa ada yang beranggapan perlunya ditambahkan kata "beriman" di samping bertakwa, saya kira tidak akan ada yang berkeberatan. Saya mengira, "bertakwa" dengan sendirinya meliputi dan didahului oleh "beriman". Apa mungkin orang bertakwa sebelum beriman? Bukankah hal ini tersirat dalam ungkapan seperti Ya ayyuhal ladzina amanu, ittaqullah haqqa tuqatih (hai orang beriman, takutlah kepada Allah dengan sebenarnya). Tapi sama sekali tidak ada salahnya bila dikehendaki melengkapi perumusannya menjadi: manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 11 RUU juga secara eksplisit menyebutkan, pendidikan agama termasuk dalam pendidikan jalur formal. Tentang perbedaan perumusan tujuan pendidikan dalam RUU dan GBHN. Selesainya buram RUU memang lebih dahulu daripada dicanangkannya GBHN 1988. Jadi, kalau ada perbedaan perumusan, itu wajar. Jangan lupa bahwa naskah GBHN dirumuskan setiap lima tahun. Saya percaya, tidak akan ada kesulitan sedikit pun untuk melakukan penyesuaian. Kalaupun perumusan pasal-pasal RUU itu masih perlu diubah dan diperbaiki, bisa saja. RUU ini adalah dokumen yang masih terbuka untuk penyempurnaan, bukan suatu buram final. Dan segala masukan akan diperhatikan untuk penyempurnaannya. Ada yang bilang, RUU ini berwawasan sekuler. Baik saya tegaskan, sama sekali tidak ada dikandung maksud mengurangi makna pendidikan agama, apalagi untuk menelantarkannya. Maka, agak berlebihan pula untuk menilai RUU ini sebagai suatu buram undang-undang yang berwawasan sekuler. Perlu dicatat, pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah atau guru pelajaran agama, melainkan lebih lagi harus tetap diperhatikan oleh pendidikan dalam keluarga dan lingkungan masyarakat. Ikhtiar pendidikan tentunya tidak hanya ditempuh melalui upaya pengajaran, melainkan juga peneladanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus