Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha difabel Martin Sibley membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk menjadi influencer. Martin Sibley yang mengalami Spinal Muscular Athropy atau SMA tergerak untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam proses promosi supaya mereka tak pasif sebagai konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan pemasaran digital Purple Goat yang didirikan oleh Martin Sibley memberdayakan sekitar 75 influencer penyandang disabilitas dalam mempromosikan berbagai produk. Mulai dari aneka produk kecantikan yang biasa sampai bermerek atau premium. "Saya percaya cara ini lebih cepat dalam membentuk dunia bisnis yang lebih inklusif," kata Martin Sibley seperti dikutip dari BBC News, Kamis 25 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut riset Disability Charity Scope, terjadi peningkatkan daya beli masyarakat penyandang disabilitas yang mencapai 273 miliar Poundsterling per tahun. Sayangnya, daya beli yang sangat besar ini tidak diikuti oleh partisipasi bisnis para penyandang disabilitas. Menurut Lloyds Banking Group, partisipasi difabel dalam berbisnis hanya sebesar 0,06 persen.
Sebab itu, Martin Sibley berharap penyandang disbilitas tak hanya pasif menjadi konsumen, namun terlibat dalam proses bisnis. Difabel bisa masuk dalam lini produksi, distribusi, atau pemasaran. Dan, Martin Sibley memilih melibatkan penyandang disabilitas dalam proses promosi.
Keberadan influencer disabilitas di Inggris mulai diperhitungkan. Kini sudut pandang masyarakat juga lebih terbuka untuk kehadiran mereka di dunia bisnis yang inklusif. Direktur Eksekutif Purple Goat, Neil Clifford mengatakan, media sosial membuat masyarakat lebih mudah memahami apa itu inklusif. "Dari situlah konsumen non-difabel mengenal kesetaraan," ucapnya.
Inklusifitas dalam bisnis pemasaran digital tak hanya membuka mata masyarakat bahwa penyandang disabilitas bisa berkarya nyata. Konsumen khususnya yang bukan difabel bisa mengetahui bagaimana interaksi dengan difabel, terutama mengenai platfom yang terakses sekaligus menanamkan kesadaran tentang brand yang mengusung prinsip kesetaraan. "Ini menjadi kampanye inklusif yang sangat efektif," kataNeil Clifford.