Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Saling Tekan <font color=#FF0000>Ongkos Haji</font>

Pemerintah dan DPR belum juga menetapkan ongkos haji. Anggota Dewan dan pejabat Kementerian Agama berebut jatah rezeki haji.

21 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mentok di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, rapat itu berpindah ke kompleks Widya Chandra, Jakarta. Para anggota Komisi VII DPR yang membidangi masalah haji mendatangi rumah dinas Menteri Agama Suryadharma Ali, Kamis siang pekan lalu.

”Kami bertemu karena ada kabar tentang uang,” kata Said Abdullah, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, kepada Tempo, sehari setelah pertemuan. Pada Kamis itu, di Gedung DPR terdengar rumor yang sangat kencang, sejumlah anggota minta diguyur duit agar ongkos haji tahun ini segera disetujui.

Pertemuan itu digagas para politikus Senayan, dipimpin Hasrul Azwar (Partai Persatuan Pembangunan). Hadir antara lain Said dan Adang Ruchiatna (PDI Perjuangan), Zainut Tauhid Sa’adi (Partai Persatuan Pembangunan), Jazuli Juwaini, dan Iskan Qolba Lubis (Partai Keadilan Sejahtera). Ketua Komisi, Abdul Kadir Karding dari Partai Kebangkitan Bangsa, diundang tapi tak hadir.

Tuan rumah Suryadharma didampingi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Slamet Riyanto dan Direktur Pelayanan Haji Zainal Abidin Supi. ”Pak Menteri mengundang saya ke rumah dinas,” kata Slamet.

Hasrul, yang memimpin komisi ini pada periode sebelumnya, menyatakan acara di rumah Menteri Agama itu bukan rapat tapi silaturahmi. ”Rapatnya di Komisi,” ujarnya.

Di Gedung DPR, komisi itu telah empat kali rapat membahas biaya haji. Semuanya berakhir macet. Pemerintah dan Dewan belum sepakat pada jumlah biaya ibadah haji tahun ini. Rapat dikebut sejak Ahad dua pekan lalu supaya tak melampaui tenggat. Sebab, rencananya, biaya haji sudah ditetapkan sebelum Dewan menjalani masa rehat sidang alias reses, mulai Jumat pekan lalu.

Dalam rapat tersebut, para anggota Dewan berkeras meminta pemerintah menurunkan biaya penyelenggaraan ibadah haji hingga Rp 5-6 juta dari biaya tahun lalu, sekitar Rp 35 juta. Dewan meminta komponen ongkos penerbangan yang dipatok pemerintah US$ 1.779 diturunkan setidaknya menjadi US$ 1.728. Harga pemondokan juga belum disetujui. Dewan bertahan pada harga US$ 2.500 per orang. Sedangkan pemerintah tetap mematok US$ 3.000.

Tekanan untuk menurunkan ongkos haji semakin keras setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan hasil kajian akhir sistem penyelenggaraan haji 2009, pertengahan Mei lalu. Menurut komisi antikorupsi itu, terdapat 48 titik yang mengindikasikan terjadinya korupsi.

Penyelenggaraan ibadah ini melibatkan duit hingga Rp 7 triliun per tahun. Setidaknya 211 ribu anggota jemaah berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Sebanyak 194 ribuan berangkat menggunakan fasilitas haji reguler yang diselenggarakan pemerintah. Sisanya menggunakan jasa layanan haji plus oleh per usahaan partikelir. Tahun ini rangkaian ibadah haji berlangsung pada Oktober-November.

Tiap tahun menyelenggarakan ibadah haji, tiap tahun pula berulang perkara ongkos transportasi, pemondokan, dan katering. Ini seperti kontras dengan bunyi undang-undang haji, yang mengatakan bahwa penyelenggaraan haji bersifat nirlaba.

Di tengah sidang yang alot, berembus kabar miring. Sejumlah besar anggota Komisi VIII mendengar, kolega mereka diam-diam meminta imbalan belasan miliar rupiah agar kesepakatan cepat dicapai. Politikus yang meminta ”jatah” itu disebutkan sering bersuara keras dalam rapat-rapat.

Gondo Radityo Gambiro, Ketua Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji DPR, menyangkal bersuara keras demi imbalan uang. Anggota Fraksi Partai Demokrat ini paling gencar menuntut penurunan ongkos, dan tidak diundang dalam pertemuan di rumah Suryadharma. Ia mengatakan tak mengetahui rapat di rumah Menteri Agama yang membahas ”isu uang”.

”Murah banget saya kalau meminta miliaran rupiah,” katanya. ”Saya bersikap kritis agar Kementerian Agama transpa ran dan mempertanggungjawabkan uang jemaah dengan baik.”

l l l

SELAIN soal uang, kepentingan para anggota Dewan ikut melambatkan pembahasan ongkos haji. Komisi VIII terbagi menjadi dua ”kelompok besar”: mereka yang sudah ikut meng urus haji sejak periode lima tahun sebelumnya dan anggota Dewan pendatang baru. Hasrul Azwar, Ali Said, dan Zulkarnaen Djabar berada pada kelompok pertama. Adapun Radityo Gambiro dan Muhammad Baghowi dari Demokrat merupakan pendatang baru, bersama Ketua Fraksi Partai Hanura Abdilla Fauzi Achmad.

Fauzi Achmad mengakui tuntutan Dewan untuk menurunkan ongkos haji diwarnai kepentingan bisnis sejumlah koleganya. Sebagian anggota memang memiliki kaitan dengan perusahaan biro perjalanan yang bermain pada bisnis haji.

Ade Marfuddin, Ketua Umum Rabithah (Perhimpunan) Haji Indonesia, menyatakan bahwa rebutan kave ling dalam bisnis haji kerap mewarnai pembahasan ongkos oleh pemerintah dan DPR. ”Hampir setiap tahun seperti itu,” katanya.

Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, DPR dan pemerintah akan bertemu di suatu titik harga ongkos haji. Tapi, di balik itu, ada anggota Dewan yang bermain. Mereka setuju di harga tertentu, dengan syarat anggota legislatif itu dapat jatah sekian rumah untuk pemondokan. ”Mereka bilang: ’Oke, setuju dengan harga itu, tapi yang sekian rumah orang saya’,” kata Ade.

Abdullah Azwar Anas, anggota Komisi VIII periode 2004-2009, menguatkan informasi itu. Mantan anggota Dewan dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menyatakan, pada periode lalu, ada beberapa rekannya yang terlibat percaloan haji.

Mereka biasanya mengincar jatah pemondokan, katering, dan travel untuk transportasi darat. Abdullah enggan menyebut anggota Dewan yang sering minta jatah itu. Dia hanya menyebutkan nama Azidin, bekas anggota Dewan dari Fraksi Demokrat, yang pernah terlibat percaloan pemondokan haji pada 2006.

Sumber lain mengungkapkan anggota Dewan yang telah lama bertugas di Senayan menjalin jaringan kelompok penyedia pemondokan, katering, atau travel. Jaringan ini kebanyakan orang Indonesia yang tinggal di Arab Saudi.

Para anggota DPR itu melobi, meminta jatah kuota haji ke menteri atau pejabat Kementerian Agama. Mereka akan memperoleh tip dari biro perjalanan.

Tidak semua pengusaha pemondok an, katering, dan jasa angkutan darat melibatkan anggota DPR. Ada pula pejabat yang melakukan permainan serupa, dengan jaringan tersendiri dari pemilik pemondokan atau katering di Arab Saudi.

Panjangnya mata rantai membuat harga yang harus dibayar jemaah menjadi lebih mahal. Panitia Angket Haji tahun lalu menemukan selisih 300-600 riyal lebih mahal.

Hengky Hermansyah dari Komite Independen Pemantau Haji Indonesia punya daftar pemilik pemondokan di Arab Saudi dan makelarnya. Pemilik adalah warga negara Arab, yang jadi perantara kebanyakan warga negara Indonesia. Begitu juga perusahaan katering dan transportasi darat selama pelaksanaan ibadah haji.

Semua makelar itu terkoneksi dengan pejabat atau anggota parlemen Indonesia. Bagi para pemain dunia percaloan haji, menurut Hengky, sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka harus punya jalur ke pemegang wewenang haji. Bahkan nama calo pun identik dengan nama pejabat atau anggota legislatif di belakangnya. Ia memberikan ilustrasi, calo bernama Edi dengan koneksi anggota Dewan atau pejabat bernama Te guh akan dipanggil ”Edi Teguh”.

Fee dari calo untuk pejabat atau anggota legislatif pun seperti sudah baku, 50 riyal per anggota jemaah. Menurut Hengky, pejabat atau anggota Dewan ada yang bisa mengklaim 10 atau 15 kelompok penerbangan sebagai bawaannya. Pemain-pemain lama bisa dapat ”jatah” lebih besar lagi.

Tiap kloter umumnya berisi 450 calon haji. Jumlah kloter yang bisa dibawa sangat bergantung pada kekuatan lobi pada pejabat Kementerian Agama. Katakanlah seorang anggota Dewan membawa sepuluh kloter. Dengan kurs Rp 2.500 per riyal, fulus setengah miliar rupiah lebih masuk kantong dia. ”Itu kalau cuma dapat satu kloter,” kata Hengky.

Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch menilai layanan haji tak kunjung membaik karena jemaah cenderung menerima. Apalagi sejak awal sudah dibekali bermacam nasihat agar ”banyak bersabar menerima cobaan”. Semakin banyak cobaan dan semakin sabar, jemaah menganggapnya lebih afdol. ”Padahal biangnya adalah buruk nya penyelenggaraan haji,” kata Ade.

Hasrul membantah ikut bermain bisnis haji. Begitu juga Said Abdullah, yang mengatakan, ”Sudah terlalu sering menerima tudingan miring itu.” Ia menyatakan tidak mau pusing dengan tuduh an orang. ”Capek kalau terus-terusan ngurus itu,” katanya.

Bantahan juga dilontarkan Slamet Riyanto dan Zainal Abidin Supi. Mereka bilang tak pernah mengatur jatah untuk anggota DPR atau pejabat lain. Mereka juga menampik tuduhan mendapat bagian dari penyelenggaraan ibadah haji. Ia berujar, ”Orang mau nuduh silakan. Mudah-mudahan saya dapat pahalanya.”

Sunudyantoro, Purwani Dyah Prabandari (Jakarta), Ika Ningtyas (Banyuwangi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus