"Gunung berapi. irigasi dan jembatan adalah pacar-pacar
saya"--Sutami.
PECINTA" gunung, irigasi dan jembatan itu kini telah tiada.
Diiringi hujan yang menderas -- disertai kilat, Jumat siang lalu
jenazah Sutami dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta
Selatan, sesuai dengan permintaannya sebelum meninggal. Ribuan
orang menghadiri upacara pemakamal) kenegaraan yang dipimpin
oleh Menteri PU Purnomosidi itu.
Di bawah curahan hujan yang tak membuat para hadirin
beranjak, katakata yang diucapkan Purnomosidi seusai pemakaman
terasa menyentuh: "Kepergianmu memang menimbulkan rasa
kehilangan. Tapi kami ikhlas, karena kepergianmu memenuhi
panggilanNya. Keikhlasan kami berikan demi ketenangan
perjalananmu. Pergilah dengan tenang. Selamat jalan."
Yang mengucapkan "selamat jalan" tidak hanya keluarga,
teman, kerabat dan pejabat tapi juga beribu rakyat. Sekelompok
mahasiswa UI yang berjaket kuning membentangkan sebuah spanduk
bertuliskan: "Beribu tunas telah dan akan tumbuh dari ladang
yang kamu buka dan pelihara. Berjuta terima kasih menggemuruh di
dada. Dharma baktimu tak sia-sia, tak sia-sia."
Jejak alur yang ditinggalkan Sutami memang panjang dan
dalam. Ayahnya, Raden Ngabehi Mloyowiguno adalah pegawai bagian
karawitan Keraton Surakarta. hingga Sutami, yang lahir pada 19
0ktober 1928 pada masa mudanya juga belajar menabuh gamelan dan
menari. Tanpa tedeng aling-aling Sutami pernah mengakui, untuk
mengiringi kedua kegemarannya itU ia juga minum ciu(arak).
Kemudian ia meninggalkan hobi itu "dan mulai memasuki masa
berpikir hitung menghitung dan tak mau kalah dengan orang lain".
Lulus SMA Sala pada 1950, Sutami melanjutkan di Sekolah
Tinggi Teknik Bandung (sekarang ITB). Sambil belajar ia juga
menjadi guru STM dalam mata pelajaran Mekanika Teknik dan
sebagai asisten mata kuliah Beton Bertulang di Akademi Teknik
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga di Bandung. Setelah
meraih gelar insinyur pada 1956 Sutami pernah menjabat Direktur
PN Hutama Karya (1960) dan kemudian menjadi Dir-Ut PN itu.
Menjelang Asian Games IV di Jakarta pada 1962, Stadion Utama
Senayan yang baru saja selesai dibangun ternyata menunjukkan
retak-retak pada pilar beton penyangga atap. Teknisi Rusia yang
mengerjakan bangunan itu segera memperbaikinya. Tapi Presiden
Soekarno waktu itu belum puas dan menunjuk Sutami untuk
mengadakan penelitian ulang.
Sutami bukan saja berhasil menyimpulkan cara perhitungan
beton Rusia itu terlalu berani (safety factor terlalu kecil)
dibanding cara perhitungan beton Amerika yang terlalu
boros--tapi juga berhasil menemukan teori perbetonan yang lebih
baik. "Hasil penyusunan saudara mengenai teori ultimate strength
design itu, pada waktu ini banyak digunakan oleh kalangan
perguruan tinggi maupun masyarakat teknisi," ucap Prof. Dr.
Sukadji Ranuwihardjo, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam
upacara pemberian derajat Doctor Honoris Causa dalam Ilmu
Teknik pada Sutami, 3 Maret 1976. Hari itu kebetulan merupakan
hari ulang tahun perkawinan ke-18 Sutami.
Prestasi Sutami tidak terbatas pada kepeloporannya dalam
penggunaan konstruksi beton prategang (prestressed concrete)
yang antara lain terwujud pada Jembatan Semanggi dan Gedung
DPR/MPR. Selama 13 tahun menjabat menteri, banyak sekali yang
dikerjakannya: Tidak saja ia membangun proyek
bendungan-bendungan besar. Ia memikirkan juga proyek-proyek
kecil yang menunjang rakyat di pelosok. Misalnya
pembangunan saluran irigasi tersier, pusat-pusat tenaga listrik
kecil dan proyek sawah pasang surut. "Jauh sebelum pemerataan
pembangunan diramaikan, .Pak Tami sudah memulainya," ucap
seorang pejabat PU.
Sebagai menteri, Sutami tidak suka duduk di belakang meja
saja. Pria kurus dengan tinggi 167 cm ini oleh para pejabat
serta wartawan yang sering mengikutinya biasa disebut orang yang
tidak punya wudel (pusar)--sebuah ungkapan Jawa untuk menyebut
orang yang tidak kenal lelah. Ia sanggup berjalan
berkilo-kilometer untuk meninjau suatu proyek. Atau berbicara
berjamjam, disertai humor. Sebagai pejabat ia dikenal tidak
suka tata-cara protokoler dan penyambutan yang berlebihan. Ia
berusaha menghilangkan jarak dengan orang di sekitarnya.
"Sayang Pak Tami bersifat pendiam. Ia sering tidak
mengatakan secara langsung apa yang tidak disetujuinya. Hingga
bawahannya susah menebak apakah ia setuju atau tidak pada suatu
pekerjaan yang dilakukan," kenang seorang yang bertahun bekerja
di bawah Sutami.
Kesehatan Sutami mundur sejak awal 1977 akibat kanker darah
yang dideritanya. Menurut dokter, Sutami menderita sakit kurang
gizi. Kabarnya ia juga menderita sakit lever. Ia pernah berobat
ke Jepang dan Amerika tanpa hasil. Bapak dari 5 orang anak ini
bahkan pernah berobat secara tradisional pada Pak Kiran dari
Blitar. Akibat sakitnya inilah yang menyebabkan Sutami meminta
pada Presiden agar ia bisa berhenti sebagai Menteri PU.
Selama terbaring sakit Sutami banyak menulis, menambah
karangan ilmiahnya yang berjumlah 17 buah. Salah satu di
antaranya berjudul: "Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan
Indonesia".
Gagasan Sutami tentang pembangunan Indonesia memang banyak.
Sering ia mengulang peringatannya bahwa pada tahun 2000 pulau
Jawa akan menjadi gurun bila tidak dilakukan usaha
pencegahannya. "Tanah air kita ini perlu turun mesin. Ibarat
mobil, ia tidak boleh cuma dipakai melulu," kata Sutami berulang
kali.
Gagasan itu dituangkan Sutami dalam apa yang disebut Ilmu
Wilayah: mempelajari wilayah sebagai suatu sistem dengan bagian
yang saling berkaitan, ekosistem dan sistem sosial. Gagasan
Sutami ini sebenarnya sudah menjangkau keluar dari disiplin ilmu
teknik yang semula dipelajarinya. Karena Ilmu Wilayah melakukan
pendekatan dari berbagai disiplin ilmu.
Tatkala masih sakit ia pernah mengatakan, setelah sembuh
ingin mengabdikan dirinya kembali pada dunia perguruan tinggi.
Sejak November 1976 ia memang diangkat sebagai Guru Besar Luar
Biasa pada Fakultas Teknik UI. Tapi niatnya yang baik itu tak
berlangsung lama. Kamis malam 13 November 1980 sekitar pukul
23.00 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Haji Sutami
meninggal dunia. Dan Indonesia telah kehilangan salah satu
putranya yang terbaik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini