Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perginya Seorang Pekerja

Sutami, bekas menteri PUTL, meninggal dunia pada tgl 13 nop 1980. proyek yang dibangunnya tak cuma yang monumental, tapi juga buat rakyat yang terpencil.

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Gunung berapi. irigasi dan jembatan adalah pacar-pacar saya"--Sutami. PECINTA" gunung, irigasi dan jembatan itu kini telah tiada. Diiringi hujan yang menderas -- disertai kilat, Jumat siang lalu jenazah Sutami dimakamkan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan, sesuai dengan permintaannya sebelum meninggal. Ribuan orang menghadiri upacara pemakamal) kenegaraan yang dipimpin oleh Menteri PU Purnomosidi itu. Di bawah curahan hujan yang tak membuat para hadirin beranjak, katakata yang diucapkan Purnomosidi seusai pemakaman terasa menyentuh: "Kepergianmu memang menimbulkan rasa kehilangan. Tapi kami ikhlas, karena kepergianmu memenuhi panggilanNya. Keikhlasan kami berikan demi ketenangan perjalananmu. Pergilah dengan tenang. Selamat jalan." Yang mengucapkan "selamat jalan" tidak hanya keluarga, teman, kerabat dan pejabat tapi juga beribu rakyat. Sekelompok mahasiswa UI yang berjaket kuning membentangkan sebuah spanduk bertuliskan: "Beribu tunas telah dan akan tumbuh dari ladang yang kamu buka dan pelihara. Berjuta terima kasih menggemuruh di dada. Dharma baktimu tak sia-sia, tak sia-sia." Jejak alur yang ditinggalkan Sutami memang panjang dan dalam. Ayahnya, Raden Ngabehi Mloyowiguno adalah pegawai bagian karawitan Keraton Surakarta. hingga Sutami, yang lahir pada 19 0ktober 1928 pada masa mudanya juga belajar menabuh gamelan dan menari. Tanpa tedeng aling-aling Sutami pernah mengakui, untuk mengiringi kedua kegemarannya itU ia juga minum ciu(arak). Kemudian ia meninggalkan hobi itu "dan mulai memasuki masa berpikir hitung menghitung dan tak mau kalah dengan orang lain". Lulus SMA Sala pada 1950, Sutami melanjutkan di Sekolah Tinggi Teknik Bandung (sekarang ITB). Sambil belajar ia juga menjadi guru STM dalam mata pelajaran Mekanika Teknik dan sebagai asisten mata kuliah Beton Bertulang di Akademi Teknik Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga di Bandung. Setelah meraih gelar insinyur pada 1956 Sutami pernah menjabat Direktur PN Hutama Karya (1960) dan kemudian menjadi Dir-Ut PN itu. Menjelang Asian Games IV di Jakarta pada 1962, Stadion Utama Senayan yang baru saja selesai dibangun ternyata menunjukkan retak-retak pada pilar beton penyangga atap. Teknisi Rusia yang mengerjakan bangunan itu segera memperbaikinya. Tapi Presiden Soekarno waktu itu belum puas dan menunjuk Sutami untuk mengadakan penelitian ulang. Sutami bukan saja berhasil menyimpulkan cara perhitungan beton Rusia itu terlalu berani (safety factor terlalu kecil) dibanding cara perhitungan beton Amerika yang terlalu boros--tapi juga berhasil menemukan teori perbetonan yang lebih baik. "Hasil penyusunan saudara mengenai teori ultimate strength design itu, pada waktu ini banyak digunakan oleh kalangan perguruan tinggi maupun masyarakat teknisi," ucap Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam upacara pemberian derajat Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teknik pada Sutami, 3 Maret 1976. Hari itu kebetulan merupakan hari ulang tahun perkawinan ke-18 Sutami. Prestasi Sutami tidak terbatas pada kepeloporannya dalam penggunaan konstruksi beton prategang (prestressed concrete) yang antara lain terwujud pada Jembatan Semanggi dan Gedung DPR/MPR. Selama 13 tahun menjabat menteri, banyak sekali yang dikerjakannya: Tidak saja ia membangun proyek bendungan-bendungan besar. Ia memikirkan juga proyek-proyek kecil yang menunjang rakyat di pelosok. Misalnya pembangunan saluran irigasi tersier, pusat-pusat tenaga listrik kecil dan proyek sawah pasang surut. "Jauh sebelum pemerataan pembangunan diramaikan, .Pak Tami sudah memulainya," ucap seorang pejabat PU. Sebagai menteri, Sutami tidak suka duduk di belakang meja saja. Pria kurus dengan tinggi 167 cm ini oleh para pejabat serta wartawan yang sering mengikutinya biasa disebut orang yang tidak punya wudel (pusar)--sebuah ungkapan Jawa untuk menyebut orang yang tidak kenal lelah. Ia sanggup berjalan berkilo-kilometer untuk meninjau suatu proyek. Atau berbicara berjamjam, disertai humor. Sebagai pejabat ia dikenal tidak suka tata-cara protokoler dan penyambutan yang berlebihan. Ia berusaha menghilangkan jarak dengan orang di sekitarnya. "Sayang Pak Tami bersifat pendiam. Ia sering tidak mengatakan secara langsung apa yang tidak disetujuinya. Hingga bawahannya susah menebak apakah ia setuju atau tidak pada suatu pekerjaan yang dilakukan," kenang seorang yang bertahun bekerja di bawah Sutami. Kesehatan Sutami mundur sejak awal 1977 akibat kanker darah yang dideritanya. Menurut dokter, Sutami menderita sakit kurang gizi. Kabarnya ia juga menderita sakit lever. Ia pernah berobat ke Jepang dan Amerika tanpa hasil. Bapak dari 5 orang anak ini bahkan pernah berobat secara tradisional pada Pak Kiran dari Blitar. Akibat sakitnya inilah yang menyebabkan Sutami meminta pada Presiden agar ia bisa berhenti sebagai Menteri PU. Selama terbaring sakit Sutami banyak menulis, menambah karangan ilmiahnya yang berjumlah 17 buah. Salah satu di antaranya berjudul: "Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan Indonesia". Gagasan Sutami tentang pembangunan Indonesia memang banyak. Sering ia mengulang peringatannya bahwa pada tahun 2000 pulau Jawa akan menjadi gurun bila tidak dilakukan usaha pencegahannya. "Tanah air kita ini perlu turun mesin. Ibarat mobil, ia tidak boleh cuma dipakai melulu," kata Sutami berulang kali. Gagasan itu dituangkan Sutami dalam apa yang disebut Ilmu Wilayah: mempelajari wilayah sebagai suatu sistem dengan bagian yang saling berkaitan, ekosistem dan sistem sosial. Gagasan Sutami ini sebenarnya sudah menjangkau keluar dari disiplin ilmu teknik yang semula dipelajarinya. Karena Ilmu Wilayah melakukan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu. Tatkala masih sakit ia pernah mengatakan, setelah sembuh ingin mengabdikan dirinya kembali pada dunia perguruan tinggi. Sejak November 1976 ia memang diangkat sebagai Guru Besar Luar Biasa pada Fakultas Teknik UI. Tapi niatnya yang baik itu tak berlangsung lama. Kamis malam 13 November 1980 sekitar pukul 23.00 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Haji Sutami meninggal dunia. Dan Indonesia telah kehilangan salah satu putranya yang terbaik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus