Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Promosi Buat Diplomat Indonesia ?

Kasus documents on australia defence and foreign policy 1968-1975, a.l menyangkut hubungan indonesia-australia. (mengkritik pejabat-pejabat indonesia). (nas)

22 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RICHARD Walsh, 39 tahun, bukan tokoh bisnis biasa. Dia direktur dari usaha penerbitan yang terkemuka, Angus and Robertson di Sydney. Tapi orang yang menyusun (bersama rekannya, George Munster) buku Documents on Australian Defence and Foreign Policy, 1968-1975 yang menghebohkan itu memang punya latarbelakang "radikal". Di tahun 60-an yang penuh protes anti perang Vietnam itu, Walsh pernah dipenjarakan 6 bulan, meskipun kemudian diperpendek. Dari sini ia kemudian mendirikan majalah sayap kiri, Nation Review. Majalah ini kemudian ia tinggalkan. Ia memasuki bisnis penerbitan, bergabung dengan Angus and Robertson, penerbit tertua di Australia. Untuk bukunya, Documents, ia memisahkan diri dari badan penerbit itu. Ia rupanya sadar bahwa buku itu akan menimbulkan heboh politik -meskipun mungkin ia tak sadar bahwa buku itu bisa laris. Dan itu bermula di Minggu malam 9 November, pukul 8.30. Walsh tengah menonton di tevenya film All The President's Men, kisah terkenal pembongkaran skandal politik di masa Presiden Nixon di AS, hasil keuletan dua wartawan. Pintu diketuk. Seorang petugas menyerahkan surat perintah Mahkamah Tinggi: buku Walsh dilarang terbit. Walsh sendiri nampaknya jadi senang justru karena larangan itu. Bukunya dapat publisitas hebat. Tapi ia membantah bahwa bukunya akan merusak hubungan Indonesia-Australia. Kepada wartawan TEMPO di Melbourne Walsh menyatakan: "Kami menerbitkan buku ini bukannya untuk memprasangkai hubungan kita yang terus berlangsung dengan Indonesia. Kami menerbitkan buku ini untuk membuat hubungan antar negara sejujur mungkin . " Ia menganggap publik Australia dibiarkan tak tahu oleh pemerintahnya tentang urusan luar negeri. Dulu, 10 tahun yang lalu, orang Australia diajari bahwa Cina adalah musuh terbesar. Kini ternyata jadi kawan baik. Dulu, di bawah Perdana Menteri Robert Menzies, Indonesia dianggap bahaya dari utara. Kini pun, kata Walsh, orang Australia betul-betul "tak tahu tentang Asia, politik dan kebudayaan Asia." "Kami ingin buku ini mengisi kekurangan latarbelakang tentang politik luar negeri, dan untuk menunjukkan bagaimana cacatnya politik kita diwariskan." Tambah rekannya, George Munster: "Saya kira para diplomat Indonesia yang disebut dalam buku ini akan dinaikkan pangkatnya setelah ini." Sebab, menurut Munster, dalam buku ini birokrat Indonesia terbukti lebih lihai ketimbang rekan-rekan mereka orang Australia.(****)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus