Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Perjalanan Harijono Djojodihardjo Majukan Penerbangan Tanah Air Lebih dari 61 Tahun

Harijono Djojodihardjo mengabdi dalam berbagai aspek termasuk pendidikan pengajaran penelitian, ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan industri.

28 November 2023 | 06.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Harijono Djojodihardjo telah mendedikasikan dirinya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia selama lebih dari 61 tahun. Ia mengabdi dalam berbagai aspek termasuk pendidikan pengajaran penelitian, ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan industri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu karya profesional Harijono digunakan untuk mendukung proses desain, manufakturing, sertifikasi dan pengoperasian Pesawat CN-235. Selain itu, ia terlibat dalam design reviewer Pesawat Experimental Sudan ARC/ SAFAT Industry SAFAT-03 Aircraft.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Bermula dari cita-cita seorang anak kecil. Saya pindah ke Jakarta setelah lulus SD, waktu itu SR. Saya sering melihat film yang menunjukkan berbagai pesawat terbang yang canggih. Dari situ, seperti kata Bung Karno 'gantungkanlah cita-citamu setinggi langit.' Jadilah bidang penerbangan dan antariksa," tutur Harijono, penerima anugerah Nurtanio Award pertama yang diberikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Senin, 27 November 2023 di Gedung B. J. Habibie, Jakarta.

Sejak saat itu, kata Harijono, ia juga sangat terkesan sangat terkesan dengan teknik perkapalan. Pada akhirnya, ia memantapkan diri untuk mendalaminya.

"Bidang transportasi laut, udara dan tentu saja dirgantara ini merupakan tujuan atau khayalan untuk dapat mendalami," kata Harijono.

Dalam buku 50 Tahun (1962-2012) Aeronautika & Astronautika ITB, disebutkan bahwa ayah Harijono memboyong seluruh keluarganya untuk berpindah-pindah tempat tinggal selama perang kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka berpindah-pindah di sekitaran Pulau Jawa, mulai dari Malang, Madiun, Yogyakarta, Mojokerto hingga Jakarta. Ia melanjutkan studi menengah pertama dan atas di Kanisius, Menteng, Jakarta.

Menyelami ilmu dirgantara

Harijono menyelam dalam-dalam untuk memperoleh ilmu kedirgantaraan. Ia mengambil studi S1 Teknik Mesin Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan tamat pada 1961. Lalu ia melanjutkan studi di University of Kentucky pada 1964 dan memperoleh gelar Master of Science Mechanical Engineering.

Ia juga memperoleh gelar S2 + di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika Serikat pada bidang Mechanical Engineering pada 1965. Tahun berikutnya, ia kembali menempuh studi Master of Science Naval Architecture and Marine Engineering di MIT. Di kampus yang sama, Harijono lanjut studi S3 pada bidang Science Aeronautics and Astronautics/Aerodynamics and Gas Dynamics pada 1969.

Sekembalinya dari Amerika Serikat, Harijono langsung bergabung kembali dengan almamaternya dan bekerja sebagai dosen. Ia mengajar di Teknik Mesin dan Sub-jurusan Teknik Penerbangan ITB sejak 1969 sampai 2005.

Harijono memperluas kurikulum teknik penerbangan dengan mengenalkan kuliah-kuliah baru. Misalnya seperti sistem transportasi udara, sistem propulsi pesawat, analisis numerik dan kuliah pilihan seperti aeroelastisitas.

Dia juga mendirikan Laboratorium Aero-hidrodinamika yang mempunyai terowongan angin berkecepatan rendah dan meja air untuk mensimulasikan fenomena aliran kompresibel. Terowongan angin ini dulunya dikembangkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah pimpinan Nurtanio Pringgoadisuryo. Namun karena Nurtanio mengalami kecelakaan dan meninggal pada 1966, terowongan angin yang belum selesai itu akhirnya dihibahkan ke ITB. Pada 1971, Harijono dan mahasiswanya berhasil memperbaiki dan mengoperasikan terowongan angin tersebut, berkat pendanaan dari LAPAN dan Departemen Pertahanan.

Aktif dan mendapat banyak apresiasi

Kepakaran Harijono telah diakui, baik secara nasional maupun internasional. Hal ini terbukti lewat sejumlah penghargaan prestisius yang didapatkannya. Harijono memiliki karya inovasi dalam bidang Efek Coanda dalam aeronotika dan mimicry gerak terbang burung. Pada 1980, ia bersama timnya merancang, mengembangkan serta menguji Sistem Konversi Energi Angin atau Kincir Angin. Harjono pun meraih penghargaan sebagai Tokoh Pelopor Teknologi Energi Angin Indonesia pada 2008.

Pada 1994, Harijono meraih penghargaan Satya Lencana. Ia juga meraih Bintang Jasa Utama pada tahun 1996 dari Pemerintah Indonesia. Kemudian pada 19 Agustus 1999, ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden B. J. Habibie. Selain itu, ia menerima penghargaan Engineering Science Award pada 2015.

Profesor kelahiran Surabaya, 29 April 1940 itu juga mempunyai sertifikat Insinyur Utama dari Persatuan Insinyur Indonesia. Organisasi yang menjadi wadah perhimpunan Insinyur Indonesia ini didirikan oleh Djuanda Kartawidjaja dan Rooseno Soeryohadikoesoemo pada 23 Mei 1952, di Bandung.

Harijono juga memperoleh sertifikat Asian Charter Professional Engineer dari Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN. Selain itu, ia juga berstatus sebagai akademisi full member dari International Academy of Astronautics. Lalu, menjadi anggota senior dari American Institute of Aeronautics and Astronautics, hingga terlibat aktif dalam berbagai komite internasional.

Sepanjang pengabdiannya, Harjono aktif dalam kegiatan akademik dan profesional, baik dengan organisasi di dalam negeri maupun luar negeri. Kegiatan tersebut mencakup bidang rekayasa mekanikal, kelautan, kedirgantaraan, serta energi dan lingkungan hidup.

Berkat kontribusi yang besar dalam bidangnya, Harijono juga didapuk menjadi reviewer untuk berbagai jurnal teknik ternama. Ia juga kerap didaulat sebagai pembicara utama dalam beragam konferensi ilmiah profesional internasional. Ia telah melahirkan berbagai publikasi, mendukung pendidikan, serta berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia lewat penelitian inovasi pengembangan dan eksplorasi.

Harijono pernah menjabat sebagai Kepala LAPAN pada 1999-2000. Ia juga mantan Guru Besar ITB periode 1999-2005 dan Universitas Al-Azhar Indonesia pada 2005-2010. Ia juga berstatus sebagai Airod Chair Professor di Department of Aerospace Engineering, Universiti Putra Malaysia rentang 2009 sampai 2016.

Penghargaan bisa memacu karya anak bangsa

Dalam momen penganugerahan Nurtanio Award, Harijono mengatakan setiap warga negara Indonesia perlu dibesarkan hatinya dan didorong agar menggoreskan prestasi. Ditambah lagi dengan penghargaan, kata Harijono, tentu akan sangat memacu kemampuan anak bangsa.

"Saya sangat berterima kasih bukan untuk diri saya sendiri, tetapi untuk rekan-rekan, untuk generasi muda yang insya Allah akan lebih maju dan cerdas. Kita akan menjadi bangsa yang besar dengan menghargai karya-karya anak bangsanya sendiri," kata Harijono.

Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Ilmi Pengetahuan dan Teknologi BRIN Edy Giri Rachman Putra menyebut penghargaan ini merupakan apresiasi kepada tokoh nasional yang banyak berkontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Khususnya pada bidang kedirgantaraan dan penerbangan.

"Tentunya kami memiliki data dari talenta nasional yang berlimpah dalam bidang tersebut. Ada seleksi yang dilakukan oleh dewan juri. Kami juga bekerja sama dengan perguruan tinggi dan society dalam menyeleksi. Cukup banyak tokoh yang diseleksi untuk penghargaan ini," kata Edy.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus