Perkara KTP

BUPATI Manggarai (P. Flores), Frans Sales Lega, sekitar akhir 1973 mewajibkan warganya agar memiliki kartu tanda penduduk (KTP) (TEMPO,5 Oktober 1974). Sejak yang sudah punya hak pilin sampai kakek nenek. Ini tentu saja bukan hal aneh. Tapi mengherankan bahwa masalah tersebut sampai sekarang tampaknya belum juga selesai. Paling tidak perkara pertanggungjawabannya. Bupati Lega menyerahkan pekerjaan besar dan banyak makan uang itu kepada CV Sony Agung di Ende. Dan begitu menerima uang pembayaran pembuatan foto untuk sebanyak 300 ribu jiwa a RP 150 Yan F. Matutina dari itu CV, lantas angkat kaki dari Ende dan samnpai kini tak diketahui di mana bermukim. Kabarnya ia kinli berada di Jawa. Sedang warga Manggarai sampai kini masih banyak yang belum menerima itu KTP. Dan orang ramai pun tampaknya melupakan kejadian itu. Sampai baru-baru ini masyarakat dikejutkan oleh beredarnya ribuan blangko KTP (sudah bercap dan bertanda-tangan Bupati berbentuk cetakan) di kota Ende. Blangko KTP itu jadi alat permainan anak-anak di kampung. Seorang penduduk Ende yang sadar sempat mengamankan sebanyak 5000 lembar dengan membelinya Rp 25 per 100 lembar. Ia khawatir kalau-kalau blangko KTP tersebut ada yang menyalah-gunakan. Misalnya oleh orang Fretilin yang siapa tahu berada di NTT. Warga Ende tersebut lantas menghubungi Bupati Manggarai, Kodim dan Kepolisian mengenai perkara tersebut. Bahkan dalam sebuah suratnya kepada ke-3 instansi tersebut ia melampirkan pula blangko KTP tadi. Bagaimana reaksi mereka. Tak ada perhatian sama sekali. Kecuali Kasi I Kodim 101 Kapten Soeyanto yang juga dihubungi sedikit berucap: "Akan diusahakan pengamanannya". Itu saja.