Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diduga tengah menyiapkan izin bagi sejumlah perusahaan yang antre untuk membuang limbah tailing ke laut dalam proyek deep sea tailing placement di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Proyek pembuangan limbah perusahaan ini dikritik organisasi masyarakat sipil lantaran berakibat kerusakan laut dan mengancam kehidupan warga pesisir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Aryo Hanggono, menyatakan telah ada empat perusahaan yang mengajukan izin pembuangan limbah tailing ke laut. Pemberian izin diberikan setelah perusahaan itu memiliki izin lokasi yang tak bertentangan dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) masing-masing daerah. "Izin lokasi sudah diberikan oleh gubernur sesuai dengan kewenangan dan pengaturan dalam Perda RZWP3K," kata Aryo kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senin lalu, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi mengadakan rapat koordinasi rencana pembuangan tailing bawah laut di wilayah perairan Morowali, Sulawesi Tengah, dan Pulau Obi, Maluku Utara. Setidaknya sudah empat perusahaan industri nikel yang mengajukan izin pembuangan limbah tailing bawah laut ini, yaitu PT TBP, PT QMB, PT HNC, dan PT SCM. Kemarin, lembaga swadaya masyarakat Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mendiskusikan hal ini di Jakarta.
Aryo mengatakan kementeriannya telah menggelar tiga rapat bersama Kemenko Kemaritiman dan KLHK. Rapat dilakukan sejak Januari. "Sepertinya ini usulan sudah lama, saya baru ikut (rapat) dua atau tiga kali," ucap dia. "Terkait dengan pencemaran lingkungan adalah ranah izin lingkungan yang dikeluarkan KLHK."
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya KLHK, Sayid Muhadhar, menyatakan perusahaan tersebut masih mengajukan izin lingkungan untuk bisa mendapat izin pembuangan limbah. "Kalau nanti dokumen lingkungan sudah ada, kami akan melakukan studi lapangan, termasuk mengecek kedalaman laut," ucap Sayid.
Sayid menyatakan belum bisa memastikan apakah instansinya telah memeriksa sejumlah dokumen izin lingkungan yang diajukan perusahaan. Dia juga irit bicara ketika dimintai konfirmasi ihwal risiko dampak lingkungan jika nanti limbah pertambangan dibuang ke laut. Sayid hanya mengatakan lembaganya perlu melakukan studi secara lengkap.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengatakan rekomendasi dan kewenangan izin pembuangan tailing ke bawah laut ada di pemerintah pusat, khususnya KKP. "Karena pembuangan izin tailing tidak diatur dalam Perda RZWP3K Sulawesi Tengah," ucap Longki.
Longki juga membantah pernah mengeluarkan izin lokasi untuk empat perusahaan itu. Menurut dia, kewenangan pemberian izin lokasi justru ada di setiap kabupaten, seperti Morowali dan Halmahera Selatan. "Secara teknis, saya tidak tahu sudah sesuai atau belum dengan RZWP3K. Yang pasti, kami tidak mengeluarkan apa-apa tentang permohonan limbah tersebut. Pemerintah provinsi hanya meminta rekomendasi ke pemerintah pusat," katanya.
Manajer Kampanye Jatam Melky Nahar mengatakan penerbitan izin pembuangan limbah tailing ke bawah laut yang dikeluarkan pemerintah tidak memiliki landasan hukum. Ia mengatakan izin itu justru bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. "Proyek pembuangan tailing ini jelas menambah kehancuran di dua wilayah itu, mulai dari keberlangsungan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan sumber daya perikanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat," ujarnya.
Hasil pengkajian Jatam, proyek pembuangan tailing ini bakal menambah kehancuran wilayah pesisir dan pulau kecil di Pulau Obi. Di pulau itu terdapat 14 perusahaan tambang nikel yang mengeruk daratan pulau yang memiliki luas 254,2 hektare itu. "Sementara daratan Morowali telah lama diobrak-abrik oleh 61 perusahaan tambang yang beraktivitas di daratan dan pesisir," kata Melky.AVIT HIDAYAT
Perusahaan Antre Buang Limbah Tailing ke Laut
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo