Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Harga Tes Covid-19 Didorong Transparan

Aktivis antikorupsi mendorong pemerintah transparan dalam menetapkan komponen dalam tes Covid-19. Perusahaan Luhut Pandjaitan dan kakak Erick Thohir diduga ikut menikmati laba besar dari mahalnya tes PCR.

2 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga melintas dekat promosi tes usap PCR di Braga, Bandung, Jawa Barat, 1 November 2021. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bisnis tes Covid-19 ditengarai bermuara pada sejumlah nama pejabat pemerintah.

  • Koalisi masyarakat sipil menghitung ada potensi keuntungan hingga Rp 10 triliun dari tes ini sejak awal masa pandemi.

  • Pemerintah diminta transparan dalam menetapkan komponen tes Covid-19.

JAKARTA – Bisnis pemeriksaan virus corona bermuara pada keuntungan sejumlah pejabat publik. Faktor aliran laba itu menjadi akar konflik kepentingan ketika pemerintah mewajibkan publik melakukan tes Covid-19 sebagai syarat melakukan perjalanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Wana Alamsyah, menyebutkan pemerintah tak pernah menjelaskan detail komponen harga tes Covid-19. Ketidaktransparanan itu menjadi peluang bagi kelompok tertentu untuk mengail keuntungan berlebihan saat wabah. “Ini semakin kentara ketika harga tes diturunkan atas permintaan Presiden dan tak ada protes karena keuntungan sudah dikantongi sejak awal masa pandemi,” kata Wana, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan majalah Tempo pekan ini mengungkap kepemilikan sejumlah klinik penyedia tes colok hidung pendeteksi virus corona tersebut. Di antaranya adalah GSI Lab milik PT Genomik Solidaritas Indonesia, yang sebagian sahamnya dimiliki PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi yang terafiliasi dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pemilik lain perusahaan ini adalah Yayasan Adaro Bangun Energi yang terafiliasi dengan Garibaldi Thohir—kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir—dengan 6,18 persen saham.

Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) meninjau kegiatan vaksinasi Covid-19 di Jawa Tengah, 6 Agustus 2021. ANTARA /Anis Efizudin

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, juga ikut menyumbang modal di GSI Lab lewat Yayasan Indika untuk Indonesia. Sahamnya paling dominan, yakni sebesar 31,4 persen.

GSI Lab berdiri sejak awal masa pandemi dan menggelar 700 ribu lebih tes Covid-19. Mereka tersebar di lima lokasi di Jakarta, Depok, dan Tangerang. PT Genomik membukukan keuntungan Rp 3,29 miliar pada empat bulan pertamanya, dari Agustus 2020 hingga akhir tahun lalu.

Ada pula laboratorium Intibios Lab yang terafiliasi dengan Enggartiasto Lukita, menteri perdagangan pada 2016-2019 sekaligus politikus Partai NasDem. Klinik ini berdiri pada Agustus 2020 dan telah memiliki 62 cabang. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pernah menghadiri acara seremonial Intibios.

Semenjak pandemi berlangsung, ICW dan sejumlah lembaga masyarakat lain mencatat lebih dari Rp 23 triliun berputar dalam bisnis tes colok hidung. Total potensi keuntungannya Rp 10 triliun lebih. Penghitungan ini didapat dari banderol satuan alat yang sekitar Rp 180 ribu.
 
Harga modal itu jauh di atas banderol tes PCR yang mencapai Rp 2,5 juta pada awal masa pandemi. Pemerintah belakangan turun tangan dengan menetapkan batas tarif atas Rp 900 ribu sebelum turun menjadi Rp 550 ribu saat tsunami Covid-19 melanda negeri ini pada Agustus lalu. Pekan lalu, harganya ditekan lagi menjadi Rp 300 ribu. Tarif maksimal itu meliputi pembelian reagen, ongkos tenaga kesehatan, ongkos kirim sampel, biaya mesin, serta keuntungan untuk klinik. Pemerintah juga telah memberikan keringanan impor alat-alat tes tersebut.

Potensi laba besar itu menjadi ironi di tengah tingginya angka kematian akibat Covid-19 yang menelan lebih dari 143 ribu jiwa. Pandemi virus corona juga membuat semakin banyak orang Indonesia jatuh miskin—bertambah 2,7 juta jiwa menurut data Badan Pusat Statistik per Februari 2021. Sementara itu, bantuan sosial Covid-19 untuk orang miskin malah dikorupsi oleh Menteri Sosial Juliari Batubara.

Tes usap PCR (polymerase chain reaction) di RS Muwardi, Solo, Jawa Tengah, 1 November 2021. TEMPO/Bram Selo

Kemarin, pemerintah juga mengubah syarat perjalanan. Dari sebelumnya harus berbekal tes PCR, kini cukup dengan tes antigen yang tarifnya sekitar Rp 100 ribu. Aturan safari ini sudah tiga kali direvisi selama kurang dari sebulan.

Peneliti dari gerakan pemantau pandemi, LaporCovid-19, Irma Handayani, menyebutkan inkonsistensi ini menunjukkan pemerintah tidak menjadikan sains sebagai pertimbangan penyusunan aturan kesehatan. “Aturan untuk perjalanan ini demi kepentingan ekonomi elite saja,” kata Irma.

Juru bicara Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi, menyebutkan Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Jawa-Bali itu tak punya kepentingan bisnis selama masa pandemi. Menurut Jodi, saham Luhut di Toba Sejahtera sudah di bawah 10 persen sehingga tak pernah lagi mengatur perusahaan tersebut. Adapun Enggartiasto Lukita tak merespons upaya permintaan konfirmasi Tempo.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menjawab diplomatis soal bisnis PCR yang menguntungkan pejabat pemerintah. Menurut dia, penetapan harga tes Covid-19 sudah berpihak pada masyarakat. “Penurunan harga dilakukan karena menyesuaikan dengan perkembangan,” kata dia.

INDRI MAULIDAR | ANDITA RAHMA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus