Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Pesan Megawati untuk Aparatur Negara yang Memihak di Pilkada

Megawati menginginkan setiap warga negara menunaikan hak pilihnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, termasuk pemegang kekuasaan.

20 November 2024 | 18.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri meminta aparatur negara untuk netral dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2024. Megawati menginginkan setiap warga negara menunaikan hak pilihnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, termasuk pemegang kekuasaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pilkada harus menjadi momentum untuk memilih pemimpin terbaik, pemimpin yang mumpuni, pemimpin dengan rekam jejak dan prestasi yang baik,” ucap Megawati melalui keterangan video yang diputar saat konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 20 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan larangan aparatur negara ikut cawe-cawe atau memihak di pilkada tertuang dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 136/PUU-XXII/2024 melalui revisi pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018. “Ingat bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan yang sangat penting. Aparatur negara yang tidak netral bisa dikenakan sanksi pidana,” ucap Megawati.

Megawati berpesan kepada seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih di Pilkada Serentak untuk tidak tertipu dengan politik uang dan sejenisnya. Dia juga membeberkan cara memilih pemimpin yang baik, dengan melihat rekam jejak serta prestasi yang sudah dilakukan calon tersebut di masa lalu.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyinggung soal pasangan calon yang diusung partai banteng untuk Pilkada 2024. Hasto menyebut semua calon yang PDIP usulkan telah melewati uji kelayakan untuk memimpin.

“Semua proses penetapan calon yang PDIP lakukan sudah melalui tahap-tahap dengan melihat aspek personaliti, karakter. Mereka semua mengejar kekuatan rakyat,” ujar Hasto.

Hasto bahkan menyinggung soal pihak-pihak yang berupaya mengubah kedaulatan masyarakat menjadi sebuah kerajaan. Konsep ini menurut Hasto tidak cocok untuk Indonesia sebagai negara republik. Makanya dia menganggap tidak boleh kekuasaan itu dibagi-bagi sesama keluarga.

“Kerajaan yang ditetapkan itu ada di dalamnya menantunya, ada saudaranya, kemudian ada sahabat-sahabatnya. Indonesia adalah negara republik yang berideologi Pancasila. Maka kekuasaan itu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,” ucap Hasto.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus