Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Petisi 50 gaya cirebonan

50 penduduk desa lemahtamba, cirebon, membuat petisi menuntut agar lurahnya, h. munali, 41, diganti. dianggap otoriter dan telah memperkosa 11 gadis. anehnya yang diadili dan divisum bukan yang terlibat.(nas)

16 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PETISI 50, ternyata bukan cuma ada di Jakarta. Tapi juga di Cirebon, Jawa Barat. Bukan masalah politik yang besar, memang. Tapi ketika salah seorang tertuduh diadili, tidak kurang dari 400 pengunjung menyesaki ruang dan halaman Pengadilan Negeri Cirebon. Di kursi terdakwa, duduklah seorang penduduk Desa Lemahtamba, Dasma, 49. Dengan tuduhan telah mempengaruhi 50 warga lainnya untuk membuat pernyataan: Tidak setuju pada kepemimpinan kepala desa. Alasannya, kepala desa mereka telah memperkosa 11 gadis, dan dua wanita lainnya yang telah bersuami. Petisi yang ditandatangani 50 warga desa ini, konon, tidak hanya ditujukan pada Korem Cirebon saja, tapi juga dengan tembusan ke Polsek, Polres, Kodim, Bupati, DPC Golkar, Camat, dan Pengadilan Negeri Cirebon. Anehnya, Dasma, yang jadi terdakwa, dan sudah menjalani sidang kedelapan, pekan lalu, justru bukan salah satu yang menandatangani petisi tersebut. "Meski saya tidak puas dengan kepemimpinan Kepala Desa, saya tidak tahu-menahu adanya pernyataan itu," sanggah Dasma. Memang, walau Dasma mengaku tidak tahu-menahu tentang adanya petisi itu, agaknya ada alasan kalau ia diajukan ke meja hijau. Sebab, seperti yang diakuinya, warung miliknya memang digunakan sebagai tempat pertemuan para tokoh petisi. Tapi yang lebih mengherankan, Haji Munali, 41, kepala desa yang merasa difitnah, tak bercuriga sedikit pun terhadap Dasma. "Saya lebih curiga kepada Miska, salah seorang penanda tangan petisi itu, tapi saya tidak tahu kenapa justru Dasma yang ditahan," ujar Munali. Kasus berbelit ini, tampaknya, memang berkembang dari kepemimpinan Munali. Kendati hanya lulusan tarbiyah, madrasah setingkat SD, ditambah pernah belajar di pesantren Cirebon, dan Kediri, Munali termasuk "orang top" di Desa Lemahtamba. Bagaimana tidak, Munali telah memimpin desa yang letaknya 30 km sebelah utara Cirebon ini sejak 1967. Artinya, ia telah menjadi kepala desa ketika berusia 22 tahun. Begitu kuatnya pengaruh Munali di Lemahtamba, sehingga ketika ia mengangkat beberapa familinya menjadi perangkat desa, tak seorang pun warga yang berani memprotes. Bayangkan, Munali tidak sekadar mengangkat mertuanya sebagai wakil kepala desa, tapi ia juga mengangkat kakak kandungnya sebagai juru tulis, dan keponakannya sebagai mantri polisi. Sedangkan jabatan Ketua LKMD yang di kebanyakan desa di Jawa Barat dipegang oleh seorang yang dianggap pandai, dirangkap Munali selama 19 tahun. "Lama-lama pemerintahannya jadi otoriter, dan tak seorang pun penduduk yang mengetahui apa yang dilakukannya sebagai kepala desa," kata Tarkiyat, 45, salah seorang warga yang turut meneken petisi itu. Nah, ketika warga Lemahtamba yang berjumlah 2.478 jiwa itu hangat dengan soal pemerintahan Munali, muncul kabar baru. Sang kepala desa ternyata dikabarkan punya aib baru. Beberapa warga turun melakukan pelacakan. Dan hasilnya? Munali telah memperkosa tidak kurang dari 11 gadis, plus dua wanita bersuami. Entah bagaimana pelacakan itu dilakukan. Yang jelas, Titin binti Marta (bukan nama sebenarnya) mengaku telah lima kali digauli Munali secara paksa. Suhu semakin naik, dan akhirnya kelima puluh warga desa sepakat untuk mengadukan Munali pada yang berwajib. Sialnya, ketika pihak polisi melakukan pemeriksaan yang divisum bukanlah salah seorang wanita yang termasuk dalam daftar. Tapi malah Umaera, 11, dan terbukti tak ada sedikit pun cacat di tubuhnya yang disebabkan oleh perkosaan. Pihak pengadilan sendiri tampaknya tidak ambil pusing, "Saya hanya memeriksa perkara yang dilimpahkan Jaksa," kata Ketua Majelis Hakim Arzham Yahya. Akan halnya Munali, tentu saja, menolak semua tuduhan. "Mereka memang sudah lama ingin menggulingkan saya, tapi selalu gagal," ujarnya. Budi Kusumah Laporan Hasan Syukur (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus