Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto tidak hanya satu atau dua kali melontarkan pernyataan yang memancing komentar publik. Mulai dari Indonesia bubar pada 2030, hingga kemarin Prabowo menyebut Indonesia akan punah. Berikut sejumlah pernyataan Prabowo yang memancing komentar selama masa kampanye:
Indonesia akan Punah
Ramalan ini disampaikan Prabowo saat berpidato dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat pekan lalu. Menurut dia, Indonesia bisa punah seumpama dirinya dan calon wakil presiden Sandiaga Uno kalah dalam pemilihan presiden 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo mengatakan dia merasakan adanya getaran besar dari masyarakat yang menginginkan perubahan dan perbaikan. Prabowo menyebut rakyat juga menginginkan pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Baca: Prabowo Sebut Indonesia Punah Jika Kalah ...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, kata Prabowo, elite Indonesia selalu mengecewakan dan gagal menjalankan amanah rakyat. "Karena itu kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah," kata Prabowo.
Indonesia Bubar
Prabowo juga pernah mengatakan Indonesia akan bubar sebagai sebuah negara pada 2030. Prabowo mengaku mengutip pernyataannya dari buku fiksi berjudul GhostFleet.
Pidato Prabowo yang disampaikan tampak berapi-api itu direkam dalam sebuah potongan video yang diunggah oleh akun Facebook resmi Partai Gerindra. "Di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030."
Prabowo menilai hal itu bisa terjadi lantaran elite Indonesia saat ini tidak peduli meski 80 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh 1 persen rakyat. Begitupun saat sebagian besar kekayaan Indonesia dibawa ke luar negeri.
Baca: Prabowo - Sandiaga Desak Lumbung Jokowi ...
Utang Indonesia Naik Rp 1 triliun per Hari
Prabowo gemar mengkritik kondisi pereknomian Indonesia di antaranya tentang pengelolaan utang luar negeri pemerintah. Ia menilai utang Indonesia kian hari kian bertambah. "Utang pemerintah kita naik terus. Sekarang hitungannya naiknya Rp 1 triliun tiap hari," kata Prabowo dalam acara bedah buku di Jakarta Selatan, pada September 2018.
Utang yang semakin naik itu, ujar Prabowo, membuat ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin di Indonesia. Jika keadaan ini terus-menerus tidak diperbaiki, kata Prabowo, Indonesia bisa menjadi negara miskin.
"Pertumbuhan ekonomi tidak naik, Indonesia terancam negara miskin selamanya. Ya bener ada orang Indonesia yang kaya-raya. Di Indonesia, 40 orang terkaya kekayaannya 584 ribu kali rata-rata orang Indonesia," kata Prabowo.
Simak: Ditantang Jadi Imam Salat, Begini Respons ...
Kebobrokan Ekonomi Indonesia
Prabowo menyebut sistem ekonomi di Indonesia saat ini tidak berjalan dengan benar. Prabowo juga menilai sistem ekonomi yang berjalan sudah lebih parah dari paham neoliberalisme yang dianut oleh Amerika Serikat. Sebab, kata dia, angka kesenjangan sosial masyarakat Indonesia semakin tinggi. Bahkan, ia menyebut Indonesia tengah mempraktikkan sistem ekonomi kebodohan.
"Ini menurut saya bukan ekonomi neoliberal lagi. Ini lebih parah dari neolib. Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan. The economics of stupidity. Ini yang terjadi," ujar Prabowo dalam pidatonya di acara itu. Prabowo mencontohkan kesenjangan ekonomi hingga kekayaan dalam negeri yang dikuasai oleh pihak asing
Terima Sembako dan Uang Suap
Akhir Juni lalu, Prabowo menyampaikan sembako dan uang suap pada dasarnya merupakan hak rakyat. Prabowo yakin uang yang digunakan untuk menyuap itu merupakan uang haram yang berasal dari rakyat Indonesia pula. "Tidak mungkin uang itu uang halal, tidak mungkin, mustahil. Itu pasti berasal dari uang bangsa Indonesia."
Oleh karena uang suap berasal dari rakyat, ia menganjurkan rakyat menerima suap. "Kalau rakyat dibagi sembako, diberi uang, terima saja. Karena itu hak rakyat."