Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Pintu Amandemen UUD 1945 Semakin Sempit Usai PDIP Menarik Diri

PDIP menarik diri dari pembahasan amandemen UUD 1945. Mempersempit peluang perubahan konstitusi.

19 Maret 2022 | 07.25 WIB

Warga menunjukkan jarinya yang telah dicelupkan ke tinta usai mencoblos pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 09 Kelurahan Duyu, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 27 April 2019. PSU di Palu dilakukan di 13 TPS yang tersebar di lima kecamatan dan dilakukan serentak pada 27 April 2019. ANTARA
Perbesar
Warga menunjukkan jarinya yang telah dicelupkan ke tinta usai mencoblos pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 09 Kelurahan Duyu, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 27 April 2019. PSU di Palu dilakukan di 13 TPS yang tersebar di lima kecamatan dan dilakukan serentak pada 27 April 2019. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari memuji sikap PDIP yang tidak ingin melanjutkan rencana amandemen UUD 1945 untuk menghidupkan pokok-pokok haluan negara (PPHN) sampai 2024. PDIP menarik diri dari agenda amandemen karena khawatir disusupi pasal perpanjangan masa jabatan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya pikir itu sikap yang bijaksana. Agak berat memang terjadi amandemen kalau PDIP menarik diri," ujar Feri saat dihubungi Tempo pada Jumat malam, 18 Maret 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Feri, PDIP mengambil sikap ini karena memahami situasi politik sedang tidak baik-baik saja. "Sekaligus itu memastikan atau mengkonfirmasi kebenaran bahwa memang ada agenda yang akan disusupi pihak-pihak tertentu terkait amandemen yang bisa membahayakan konstitusi," tuturnya.

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PDIP, Ahmad Basarah mengatakan, amandemen UUD 1945 sebaiknya dilaksanakan jika situasi sudah kondusif, bukan seperti saat ini di tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden.

"Melihat dinamika politik yang berkembang saat ini, maka sebaiknya rencana amandemen terbatas UUD tidak dilaksanakan pada periode 2019-2024," ujar Basarah kepada Tempo, Kamis, 17 Maret 2022.

Sikap PDIP ini lantas didukung penuh oleh dua partai di luar pemerintah, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. "Kami sangat setuju, karena sejak awal Partai Demokrat juga ingin penetapan PPHN cukup dengan undang-undang saja, kami menolak amandemen konstitusi," ujar Wakil Ketua MPR RI Fraksi Demokrat Syarif Hasan, Jumat malam, 18 Maret 2022.

Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid berharap partai-partai pendukung pemerintah mengikuti sikap PDIP tersebut. "Kami berharap usulan amandemen ini segera dihentikan, supaya kita lebih tenang," ujarnya, Kamis, 17 Maret 2022.

Hidayat menjelaskan peta politik sebelum PDIP menarik diri yakni, ada empat fraksi yang menolak penetapan PPHN lewat amandemen UUD 1945, yakni PKS, Partai Golkar, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat. Dengan masuknya PDIP, maka posisi partai penolak semakin kuat. Hidayat menengarai NasDem selanjutnya juga akan menyusul sesuai sikap mereka yang menolak penundaan Pemilu 2024.

"Jadi menurut saya, untuk memenuhi persyaratan mengusulkan amandemen itu akan sulit, apalagi untuk sampai disetujui. Sebab petanya jelas, empat partai saja menolak, dua pertiga syarat hadir sudah tidak bisa dipenuhi, apalagi nanti kalau ditambah DPD, pintu amandemen sudah tertutup," ujar Hidayat.

Sesuai Pasal 37 UUD 1945, amandemen dapat diusulkan oleh minimal satu pertiga dari total anggota MPR atau 237 anggota. Sidang MPR untuk mengubah pasal UUD minimal dihadiri dua pertiga dari total anggota MPR atau setara dengan 356 anggota. Lalu putusan perubahan pasal-pasal UUD disetujui paling sedikit 50 persen tambah satu anggota MPR. Jika mayoritas pemilik suara menolak, maka agenda amandemen tidak akan lolos.

Namun sampai saat ini, partai pendukung pemerintah terutama yang ketua umumnya gencar menyuarakan penundaan pemilu 2024, belum bersuara merespons usul PDIP ini. Mereka di antaranya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Begitu pula Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Gerindra belum mengeluarkan sikap resmi.

Menurut Hidayat, MPR akan menggelar rapat pekan depan dan kemungkinan kelanjutan agenda amandemen akan dibahas. "Biasanya kami rapat pekan kedua setelah masuk usai reses," tuturnya.

Sementara itu, beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah menyatakan mendukung sikap PDIP. Jimly Asshiddiqie adalah salah satunya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebut, agenda amandemen hanya boleh dilakukan jika benar-benar murni untuk tujuan penataan ketatanegaraan jangka panjang. "Bukan untuk kepentingan sempit menang Pemilu 2024," ujar Jimly saat dihubungi Tempo pada Kamis malam, 17 Maret 2022.

Meski anggotanya menyatakan dukungan atas usul PDIP untuk menghentikan agenda amandemen UUD 1945, Wakil Ketua DPD Mahyudin mengatakan lembaganya masih melihat dinamika politik dan belum mengambil keputusan. "DPD secara resmi belum membuat keputusan, masih melihat dinamika yang sedang berjalan," tutur Politikus Golkar itu lewat pesan singkat, kemarin malam.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus