Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan menanggapi pernyataan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal prajurit aktif yang mengisi jabatan di pemerintahan. Juru bicara Kemenhan Frega Wenas mengatakan kementeriannya menyerahkan mekanisme itu pada revisi UU TNI atau undang-undang Tentara Nasional Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita menyerahkan sepenuhnya pada rencana proses untuk revisi undang-undang yang ada,” kata Frega di kantor kementerian pertahanan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 25 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Frega, pada prinsipnya Kementerian Pertahanan dan TNI memikirkan kedaulatan. Frega menyatakan bentuk dari kedaulatan itu sudah berevolusi, seperti di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga digital.
Spektrum ancaman yang dihadapi Indonesia, kata Frega, sudah beragam. “Jadi ketika dibuat Undang-Undang TNI pada tahun 2004 dimensi ancamannya masih sangat minim. Sekarang ini bisa dilihat multidimensional, di mana perang itu tidak ada lagi Declaration of War,” kata dia.
Frega mengklaim Kemhan dan TNI tidak ada niatan untuk mengembalikan fungsi ABRI seperti Orde Baru. Karena pada eranya ada fraksi ABRI yang eksis secara politik. Menurut dia, pemerintah berdiri di atas politik negara dan mengikuti kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
SBY sebelumnya menyinggung ihwal prajurit TNI yang masuk ke dunia politik praktis. Dia mengingatkan agar perwira militer yang ingin berpolitik untuk pensiun terlebih dahulu. Ketua Majelis Pertimbangan Partai Demokrat berujar bahwa ajaran itu sudah ada ketika dirinya masih aktif di militer. "Dalam semasa reformasi, TNI aktif itu tabu untuk memasuki dunia politik, politik praktis," katanya saat menyambut 38 perwakilan DPD partai di kediamannya, Cikeas, Bogor, Jawa Barat pada Ahad, 23 Februari 2025.
SBY bercerita kala itu masih menjadi Ketua Tim Reformasi ABRI. Lulusan Akademi Militer pada 1973 ini mengatakan bahwa salah satu doktrin yang dikeluarkan perihal larangan jenderal aktif untuk berpolitik.
Saat ini, banyak prajurit TNI aktif yang merangkap jabatan sipil. Salah satunya Mayor Teddy Indra Wijaya yang kini menjabat Sekretaris Kabinet. Dalam pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet, pemerintah mengubah aturan.
Sebelumnya, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2020, Sekretariat Kabinet berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Namun, melalui Perpres Nomor 148 Tahun 2024 tentang Kementerian Sekretariat Negara, Sekretaris Kabinet disebutkan menjadi bagian dari Sekretariat Militer Presiden.
Tentara aktif lainnya yang mengisi jabatan sipil adalah Mayor Jenderal Novi Helmy Prasetya. Novy Helmy ditunjuk sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Bulog pada 7 Februari 2025. Novi menggantikan Wahyu Suparyono yang baru menjabat lima bulan. Novi Helmy sudah dicantumkan pada situs bulog.go.id kendati belum ada foto ataupun keterangan profilnya. Novi Helmy diangkat menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Akademi TNI pada 21 Februari 2025.
Dalam Undang-Undang TNI yang berlaku, Pasal 47 ayat 2 mengatur prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, ketahanan nasional, pertahanan nasional, search and rescue nasional, narkotik nasional, serta Mahkamah Agung.
Rencana DPR Revisi UU TNI
DPR menetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagai program legislasi nasional prioritas atau prolegnas prioritas 2025. Pimpinan parlemen telah menerima surat dari Presiden Prabowo Subianto dengan Nomor R12/Pres/02/2025 pada 13 Februari 2025 untuk menunjuk wakil pemerintah dalam membahas RUU TNI.
Seusai rapat paripurna pada Selasa, 18 Februari 2025, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan surpres untuk revisi UU TNI sudah pernah diajukan pada pemerintahan presiden ke-7 Joko Widodo. Surpres kali ini hanya menggantikan surpres sebelumnya karena nomenklatur kementerian/lembaga yang menjadi wakil pemerintah untuk membahas revisi UU TNI sudah berubah.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti sejumlah pasal yang bermasalah dalam rancangan revisi UU TNI. Kelompok organisasi terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, Setara Institute, Amnesty Internasional Indonesia, WALHI, PBHI, hingga Centra Initiative menilai beberapa perubahan yang ada di draf revisi TNI berpotensi mengembalikan peran dan fungsi militer saat era pemerintahan Orde Baru. Mereka menyoroti usulan perubahan pada Pasal 47 ayat 2, yang menyatakan adanya perluasan jabatan sipil yang bisa dijabat prajurit TNI aktif.
Usulan di pasal itu membuka peluang kepada prajurit TNI aktif ditempatkan pada kementerian atau lembaga, selain dari 10 instansi yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. "Kami memandang perubahan ini sebenarnya tak lain merupakan upaya Prabowo melegitimasi penempatan TNI aktif yang sudah dilakukan secara tidak sah dan bertentangan dengan UU TNI sejak awal pemerintahannya," kata Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu, 22 Februari 2025.