Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan kakek Presiden Prabowo Subianto, Margono Djojohadikusumo, layak diberi gelar Pahlawan Nasional atas jasanya di bidang ekonomi nasional. Menurut dia, RM Margono telah menjadi inisiator lembaga keuangan yang menjadi pilar stabilitas ekonomi bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau tadi ada yang bertanya, apakah kakeknya Pak Prabowo layak diberikan gelar pahlawan, iya, sangat layak beliau, dan akan diproses sebagaimana mestinya," ujar pria yang biasa dipanggil Gus Ipul itu di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU), Kalibata, Jakarta, Minggu, 10 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Ipul mengaku masih menunggu arahan dari Presiden Prabowo soal pemberian gelar Pahlawan Nasiona kepada Margono Djojohadikoesoemo. "Kemensos mengusulkan 16 kepada Presiden melalui dewan pakar, nanti dewan pakar tentu akan melaporkan kepada Presiden, dipilih enam dari 16 itu, tentu harus menunggu Presiden, nanti melalui pertimbangan dewan pakar," katanya.
Profil RM Margono
Dilansir dari laman Esi.kemdikbud.go.id, Raden Mas Margono Djojohadikusumo merupakan putra dari asisten Wedana di wilayah Banyumas. Jika silsilah keluarganya ditelusuri, Margono merupakan cicit dari Raden Tumenggung Banyak Lebar atau lebih dikenal dengan sebutan Panglima Banyakwide, seorang pengabdi setia Pangeran Diponegoro. Margono lahir pada 16 Mei 1894 di Purbalingga.
Melihat dari profil tersebut, Margono merupakan seorang priyayi. Pada masa itu ia termasuk bumiputera yang beruntung karena dapat mengenyam pendidikan. Pada 1900, Margono mengenyam pendidikan dasar Europeesche Lagere School (ELS) hingga lulus pada 1907. Setelah lulus dari ELS, Margono mengikuti ujian masuk atau klein ambtenaar sekolah pegawai negeri atau Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang selama 4 tahun.
Setelah lulus dari OSVIA pada 1911, Margono bekerja menjadi juru tulis di Banyumas. Tak lama setelah itu, dia diangkat menjadi juru tulis Asisten Wedana Banyumas di Pejawaran. Pada 1912, Margono diangkat menjadi juru tulis di kantor kejaksaan di Cilacap. Beberapa bulan menjadi juru tulis di Cilacap, Margono mengikuti pelatihan sebagai pejabat Volkscredietwezen atau pegawai dinas.
Pada 1915, Margono menikahi Siti Katoemi Wirodihardjo dan dikaruniai lima orang anak. Mereka adalah Soemitro, Soekartini, Miniati, Subianto, dan Sujono. Sayangnya, Subianto dan Sujono termasuk orang-orang yang gugur dalam pertempuran Lengkong bersama Daan Mogot.
Setelah menjabat di kantor Kejaksaan Cilacap, Margono naik jabatan sebagai pegawai dinas di Madiun. Pada 1930, Margono pindah tugas di Malang, kemudian ke Jakarta tak lama setelahnya. Ia bekerja di kantor besar Algemene Volkscredietbank.
Kinerja Margono yang semakin membaik membuat dia dikirim ke Belanda pada 1937 oleh Kementerian Urusan Jajahan. Di sana Margono bekerja dengan mempelajari laporan dari pemerintahan Hindia Belanda. Setelah beberapa waktu di Belanda, Departemen Urusan Ekonomi Hindia Belanda memintanya pulang ke Indonesia akibat keterbatasan tenaga. Dia kemudian bekerja di Departemen Urusan Ekonomi hingga Indonesia diduduki oleh Jepang pada 1942.
Begitu Indonesia merdeka pada 1945, Margono mendapat mandat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung atau DPA yang tugasnya membantu memberikan nasihat kepada presiden dan wakil presiden. Tahun berikutnya, Margono ingin membantu menyelesaikan masalah ekonomi negara dengan membentuk Bank Negara Indonesia (BNI). Awalnya kantor utama bank BNI ada di Jakarta, namun akibat situasi genting ketika ibu kota dipindahkan ke Yogyakarta, kantor Bank BNI juga sempat dipindah ke sana.
Selain mendirikan BNI, Margono juga turut menjadi perwakilan untuk diplomasi pengakuan de facto untuk Indonesia. Ia menjadi salah satu perwakilan Konferensi Meja Bundar atau KMB. Ia juga membentuk Yayasan Hatta, yang berfungsi untuk memberikan biaya pendidikan kepada para pemuda. Pada 25 Juli 1978, Margono meninggal di Jakarta. Ia dimakamkan di pemakaman keluarga di Dawuhan, Banyumas, Jawa Tengah.