Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pulau Aspal, Belum Licin

Terdapat tambang aspal, tapi jalan-jalan di sana sebagian besar belum diaspal, penambangan aspal dilakukan oleh perusahaan aspal negara. aspal buton ternyata jauh lebih murah.

26 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sepanjang punggung perbukitan yang membujur dari Teluk Sampolawa di selatan sampai di Teluk Lawele di Pulau Buton (Sulawesi Tenggara) diperkirakan tersimpan sekitar 28 juta ton aspal alam. Di sekitarnya masih ada lagi sekitar 20 juta ton. Begitu pula di kawasan lain, seperti Winto dan Wariti. Penambangan aspal alam yang dilakukan PAN (Perusahaan Aspal Negara) di pulau itu sangat sederhana. Tanah setebal 1-2 meter dikelupas dengan buldozer, lalu muncul batu-batuan coklat kehitaman. Beberapa pekerja menggalinya sampai kedalaman 1,5 meter dengan bor khusus. "Sebab dengan bor biasa sering patah," cerita seorang pekerja. Di lubang yang telah dibuat oleh mata bor, kemudian dimasukkan batangan dinamit. Bongkahan aspal yang berantakan karena ledakan dinamit segera dibuldoer lagi hingga menjadi bongkah lebih kecil. Lalu diayak, hingga menghasilkan butir-butir aspal alam 12 mm. Sampai di sini beberapa truk siap mengangkutnya ke pelabuhan. Aspal Buton juga disebut butas (Buton asphalt) atau asbuton (aspal batu Buton). Jenis ini berbeda dengan aspal murni yang dibikin dari residu minyak, produksi Pertamina atau hasil impor. Asbuton mengandung pasir dan batu dengan kadar aspal murni antara 17-40%. "Kadar itu lebih tinggi dari kadar aspal alam Prancis yang hanya 7-8%," kata Ir. Abdul Madjid Sarah, Dirut PAN kepada Surasono dari TEMPO yang pekan lalu mengunjungi pulau aspal itu. Dan harganya jauh lebih murah. Harga asbuton (halus) di Jakarta misalnya Rp 34. 940/ton, berbanding dengan Rp 180.000/ton harga aspal minyak. Harga asbuton sekian itu sebenarnya sudah terhitung amat mahal. Sebab di Buton sendiri harga asbuton (halus) hanya Rp 11.440/ton. Tapi ongkos angkutnya sampai di Jakarta ternyata lebih mahal. vaitu Rp 23.500/ton. Februari 1980, Dirjen Bina Marga Ir. Suryatin menginstruksikan kepalakepala PN agar menggunakan asbuton dalam pembangunan jalan-jalan di Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Tenggara sampai Indonesia bagian timur. Ia tidak mewajibkan hal itu untuk kawasan di luar daerah-daerah yang disebut, "sebab ongkos angkutnya sangat mahal." Untuk 1983-84 nanti, PAN menargetkan produksi asbuton sebanyak 500. 000 ton. Selama ini sekitar 90% produksi PAN disetor kepada Ditjen Bina Marga. Selebihnya dipesan pemda-pemda. Tapi di Buton sendiri ternyata 60% dari 400 km jalan yang ada di pulau itu belum dijamah aspal. Yang sudah tampak licin diaspal antara lain dari Bau-bau (ibukota kabupaten) ke pelabuhan Banabungi di Teluk Pasarwajo sepanjang 54 km. "Tanpa bantuan PAN, tak mungkin bisa membikin jalan sepanjang itu," kata Bupati Buton Kol. H. Zaenal Arifin Sugianto. Itu saja yang baru bisa dinikmati oleh 435. 000 jiwa penduduk Buton. Mereka hanya mendiami 4% dari luas pulau yang 5.700 km persegi sebab sebagian besar kawasan Buton memang berupa bukit kapur atau jurang -- sebagian lagi tertutup hutan lebat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus