Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ragam Respons soal Harvey Moeis-Sandra Dewi Terima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Harvey Moeis dan Sandra Dewi terdaftar sebagai PBI BPJS Kesehatan yang ditanggung APBD Pemprov DKI Jakarta.

31 Desember 2024 | 11.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hakim Ketua Eko Aryanto (tengah), Sandra Dewi, dan Harvey Moeis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 21 Oktober 2024. Harvey Moeis diketahui divonis 6,5 tahun penjara beserta denda Rp1 miliar dan diwajibkan uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Putusan ini ternyata lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 12 tahun penjara. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi, tengah menjadi sorotan publik karena terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harvey Moeis merupakan terdakwa kasus korupsi timah yang dijatuhi vonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp 210 miliar pada Senin, 23 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi dan Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah angkat bicara terkait PBI PBJS yang diterima Harvey Moeis dan Sandra Dewi.

Pj Gubernur DKI Jakarta: Percepatan UHC

Teguh mengungkap alasan pemprov mendaftarkan Harvey dan Sandra sebagai PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD.

Menurut Teguh, pada periode 2017-2018, pemerintah daerah Jakarta melaksanakan percepatan Universal Health Coverage (UHC) yang bertujuan untuk memastikan seluruh penduduk Jakarta memiliki akses terhadap layanan kesehatan.

“Pada masa itu, Pemda DKI Jakarta memiliki target dari Pemerintah Pusat untuk mendaftarkan sebanyak 95 persen penduduk sebagai peserta JKN,” kata Teguh melalui aplikasi perpesanan pada Ahad, 29 Desember 2024.

Oleh karena itu, kata Teguh, penduduk yang memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki KTP Jakarta dan bersedia dirawat di kelas 3, bisa didaftarkan sebagai peserta PBI APBD oleh lurah atau camat setempat. Teguh mengungkapkan, Harvey dan Sandra telah terdaftar sebagai PBI APBD sejak 1 Maret 2018.

Teguh mengatakan, saat ini Pemprov sedang membahas langkah-langkah percepatan perbaikan terkait kepesertaan PBI APBD.

“Saat ini Pemda sedang merevisi Peraturan Gubernur 46 Tahun 2021 untuk menyesuaikan kriteria peserta PBI APBD agar bantuan ini benar-benar diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan,” kata dia.

Dikutip dari laman BPJS Kesehatan, saat ini terdapat empat segmen peserta BPJS Kesehatan, yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU) yang pesertanya didaftarkan oleh pemberi kerja; PBI Jaminan Kesehatan (JK) yang terdiri dari fakir miskin dan masyarakat tidak mampu yang iurannya ditanggung oleh pemerintah pusat; Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang merupakan peserta mandiri; dan PBI APBD atau PBPU Pemda yang iurannya ditanggung oleh pemerintah daerah melalui APBD.

Humas BPJS Kesehatan: Tidak harus fakir miskin

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah membenarkan stasus kepesertaan Harvey dan Sandra. Menurutnya, Harvey dan Sandra masuk ke dalam segmen PBPU Pemda.

“Hasil pengecekan data, nama yang bersangkutan masuk ke dalam segmen PBPU Pemda (nomenklatur lama PBI APBD) Pemprov DKI Jakarta,” kata Rizzky melalui pesan singkat pada Ahad, 29 Desember 2024.

Rizzky menjelaskan, PBPU Pemda berbeda dengan PBI JK. Menurut Rizzky, peserta PBI JK mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kementerian Sosial. Sementara itu, kata dia, peserta PBPU Pemda tidak harus fakir miskin.

“Pada segmen ini (PBPU Pemda), persyaratannya tidak harus fakir miskin maupun orang yang tidak mampu, melainkan seluruh penduduk pada suatu daerah yang belum terdaftar sebagai peserta Program JKN dan bersedia diberikan hak kelas 3,” kata Rizzky.

Sebelumnya, dalam sidang putusan yang berlangsung pada 23 Desember 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Harvey dengan pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp 210 miliar.

"Menyatakan terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 23 Desember 2024.

Harvey adalah terdakwa kasus korupsi timah di wilayah izin usaha pertambangan pada PT Timah Tbk periode 2015-2022. Vonis pidana penjara itu lebih ringan hampir setengahnya dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta majelis hakim memvonis Harvey dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus