Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISIONER Komisi Pemilihan Umum RI Iffa Rosita menyebutkan pelaksanaan pemungutan suara ulang atau PSU Pilkada 2024 paling lambat akan dilaksanakan pada Jumat, 6 Desember 2024.
“Semoga tidak ada penambahan PSU lagi mengingat PSU paling lambat dilaksanakan 6 Desember,” kata Iffa saat dihubungi dari Jakarta pada Senin, 2 Desember 2024.
Berdasarkan data KPU RI pada Senin pagi, terdapat 496 tempat pemungutan suara yang akan kembali melakukan pemungutan suara Pilkada 2024. Rinciannya, sebanyak 149 TPS akan melakukan PSU, 242 TPS pemungutan suara susulan (PSS), dan 102 TPS melakukan pemungutan suara lanjutan (PSL).
Perludem: PSU Upaya Memastikan Pilkada Sesuai dengan Prinsip Keadilan
Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, pemungutan suara ulang, pemungutan suara susulan, dan pemungutan suara lanjutan merupakan upaya penyelenggara pemilu memastikan Pilkada 2024 berjalan sesuai dengan prinsip keadilan.
Annisa mengapresiasi langkah tersebut sebagai sebuah kesadaran penyelenggara pemilu terhadap yang tidak sesuai prosedur.
“PSU, PSL, PSS yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tetap perlu diapresiasi karena mereka berarti sadar betul bahwa ada hal yang berjalan tidak sesuai prosedur sehingga ini merupakan upaya mereka untuk memperbaiki dan memastikan pilkada berjalan dengan prinsip yang berkeadilan," kata Annisa saat dari Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
Dia mengatakan ada beberapa penyebab utama terjadinya PSU, PSL, dan PSS. Pertama, faktor teknis yang disebabkan kesalahan administrasi, logistik, dan prosedur sering menjadi penyebab PSU atau PSL. “Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan pelatihan dan pengawasan terhadap penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Kemudian, faktor nonteknis berupa politik uang, manipulasi dan intervensi aktor tertentu juga memicu PSS atau PSU. Ini mencerminkan kurangnya integritas dalam pelaksanaan pemilu.
Selain itu, ada juga pelaksanaan PSU, PSL, atau PSS yang disebabkan bencana alam, seperti banjir di beberapa daerah di Sumatera Utara, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pemungutan suara hingga selesai pada 27 November lalu.
Annisa juga tak menampik PSU, PSL, dan PSS membutuhkan tambahan anggaran yang signifikan, baik untuk logistik maupun operasional, sehingga berdampak terhadap keuangan negara dan efisiensi penyelenggaraan pemilu.
Karena itu, kata dia, perlu ada perbaikan dari mulai memperkuat kapasitas penyelenggara pemilu ad hoc untuk meminimalkan potensi PSU, PSL, atau PSS.
Menurut dia, perlu juga ada pendidikan politik kepada masyarakat sehingga masyarakat mengerti nilai dari suara yang mereka berikan di bilik suara. Hal ini untuk menghindari politik uang.
Terakhir, perlu ada pemetaan daerah rawan banjir untuk mengantisipasi distraksi dalam penyelenggaraan pemilu. TPS diarahkan ke tempat-tempat yang kiranya tidak rawan banjir.
Anggota DPR Minta KPU Tingkatkan Partisipasi Pemilih PSU Pilkada 2024
Adapun Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha meminta KPU meningkatkan partisipasi pemilih di daerah yang akan melakukan PSU Pilkada 2024.
“KPU harus berusaha agar masyarakat antusias memberikan hak pilih mereka di TPS, sehingga tingkat partisipasi pemilih bisa meningkat,” kata Toha dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2024.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu memperkirakan jumlah TPS yang mengadakan pemilihan akan terus bertambah, karena masih menunggu rekomendasi Bawaslu dan laporan kejadian dari daerah. KPU pun masih terus mengikuti perkembangan di daerah. Karena itu, kata dia, KPU harus bekerja keras melaksanakan PSU, PSL, atau PSS dengan baik.
Berdasarkan laporan organisasi masyarakat sipil dan hasil riset lembaga survei, partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 rendah. Bahkan, kata dia, ada partisipasi pemilih yang di bawah 50 persen. “KPU harus mengatur strategi agar partisipasi pemilih di pemungutan suara ulang, lanjutan, dan susulan bisa tinggi. Ini yang harus dipikirkan,” ujar Toha.
Dia juga mengantisipasi partisipasi masyarakat cenderung menurun dalam PSU, PSL, atau PSS. Hal itu tentunya akan menjadi masalah serius yang perlu dievaluasi secara menyeluruh. Untuk meningkatkan partisipasi pemilih, kata dia, KPU harus gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi bisa dilakukan dengan cara-cara yang menarik, sehingga masyarakat tertarik memberikan hak suara mereka di TPS.
“Sosialisasi juga harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat di masing-masing daerah. Tentu KPU di daerah yang lebih tahu,” tuturnya.
Ketua KPU Manokwari: Penyebab PSU Harus Diberi Hukuman Pidana
Sementara itu, Ketua KPU Manokwari Christine R. Rumkabu mengatakan pihak-pihak yang menjadi penyebab terjadinya PSU harus diberi hukuman pidana.
“Jika terjadi PSU pasti ada sebabnya, di sisi lain berarti ada pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran pemilu yang harus ditindak secara hukum,” kata Christine di Manokwari, Papua Barat, Selasa.
Dia mengatakan PSU yang terjadi di TPS 009, Kelurahan Sanggeng, Distrik (Kecamatan) Manokwari Barat, disebabkan ada orang yang menggunakan hak pilih orang lain.
Menurut dia, berdasarkan Pasal 178A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan. Yang bersangkutan juga didenda sedikitnya Rp 24 juta dan paling banyak Rp 72 juta.
Dengan adanya peraturan tersebut, menurut dia, maka pihak-pihak yang menyebabkan terjadinya PSU sudah seharusnya mendapatkan hukuman pidana, sehingga mempunyai efek jera pada pelaku.
“Karena sudah terjadi pelanggaran maka KPU Manokwari juga melaksanakan PSU. Tetapi setelah PSU, jangan sampai pelaku yang melakukan pelanggaran itu tidak diberikan sanksi pidana, tidak diberikan efek jera,” ujarnya.
ANTARA
Pilihan editor: Alasan Tim Ridwan Kamil-Suswono Desak KPU DKI Gelar PSU di TPS yang Partisipasi Pemilihnya Rendah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini