Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Repot Beleid Baru

12 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEKERJAAN rumah itu kini menimbun Komisi Pemilihan Umum. Akhir Desember lalu Mahkamah Konstitusi memutuskan calon legislator terpilih adalah mereka yang mendapat suara terbanyak. Komisi Pemilihan Umum kini kelimpungan: akibat putusan itu, ada banyak aturan main yang berubah.

Satu di antaranya tentang jatah 30 persen kursi parlemen untuk kaum hawa seperti diatur pasal 55 Undang-Undang Pemilihan Umum. Jika yang mendapat suara terbanyak adalah laki-laki, lalu bagaimana nasib kaum perempuan? Anggota Komisi Abdul Aziz memperkirakan akan ada pemisahan suara terbanyak berdasarkan jenis kelamin. ”Nanti ada dua kategori suara terbanyak di tiap partai: perempuan dan lelaki,” katanya.

Katakanlah Partai A memperoleh dua kursi untuk daerah pemilihan X. Kursi itu lalu dibagi rata berdasarkan perolehan suara terbanyak untuk calon anggota legislatif lelaki dan perempuan. ”Meskipun ada calon lelaki lainnya yang memperoleh suara lebih besar dibandingkan si calon perempuan,” katanya. Tapi Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary meminta soal ini tidak diramaikan dulu. ”Masih wacana,” katanya.

Secara umum cara menetapkan calon legislator setelah keputusan Mahkamah Konstitusi memang jadi tak sederhana. Mula-mula suara dihitung per daerah pemilihan. Dari sana dipastikan berapa kursi yang diperoleh partai masing-masing. Jumlah kursi itu lalu didistribusikan kepada calon legislator tiap partai berdasarkan suara terbanyak. ”Jika partai A mendapat dua kursi, kursi ini diberikan kepada dua calon dengan suara paling banyak di partai itu,” kata Aziz.

Jika dua calon mendapat suara dengan jumlah persis sama, Komisi Pemilihan akan menetapkan si pemenang adalah yang mendapat suara dengan sebaran suara yang paling luas. ”Jika tingkat penyebaran suara itu juga mirip, keputusan akan diserahkan ke partai politik,” kata Aziz.

Dalam aturan yang lama, legislator terpilih adalah mereka yang memperoleh 30 persen suara dari bilangan pembagi pemilih atau mereka yang menempati nomor urut dari paling atas.

Problem lain yang akan dihadapi Komisi adalah jika terjadi mobilisasi pemilih dari satu tempat ke tempat lain. Pasal 149 Undang-Undang Pemilu memang mengizinkan perpindahan itu asalkan sang pemilih membawa surat pengantar dari tempat pemilihan asal. Nah, calon legislator yang nakal bisa saja memindahkan massa pemilih yang loyal untuk pindah ke daerah pemilihannya dan mencontreng namanya dalam pemilu. Meski halal, mobilisasi ini akan membuat Komisi kerepotan karena mengganggu ketersediaan kertas suara.

AZ, Budi Riza, Agus Supriyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus