Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LANTAI dua kantor Lembaga Survei Indonesia, Menteng, Jakarta. Direktur Riset Lembaga Survei, Kuskrido Ambardi, menyodorkan dua belas halaman kertas ukuran folio. Berkop ”Survei Nasional Masalah Sosial Kemasyarakatan”, bundel itu berisi daftar pertanyaan untuk responden survei tren sikap elektoral pemilih menjelang Pemilu 2009.
Dodi, panggilan Kuskrido, membuka lebar-lebar instrumen survei itu. Yang ia comot adalah lembaran yang diisi responden dari Bengkulu. Ia lalu mempersilakan Tempo mengecek desain pertanyaan yang disampaikan lembaganya kepada responden. ”Pertanyaan mana yang menunjukkan kami menggiring responden kepada jawaban yang mengarah pada figur atau partai tertentu?” kata Dodi, Kamis pekan lalu. Menantu sosiolog Arief Budiman itu menyatakan hasil survei yang dirilis lembaganya dua pekan lalu, akurat dan bisa dipercaya.
Dalam survei itu, responden ditanya: jika pemilu dilaksanakan hari ini, partai apa yang akan mereka pilih. Hasilnya: Partai Demokrat unggul di tempat pertama, disusul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. Dalam penelitian itu, Lembaga Survei mewawancarai 2.200 orang di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, September lalu, Lembaga Survei Indonesia menyelenggarakan survei yang juga menempatkan Partai Demokrat di posisi pertama.
Mencuatnya tingkat keterpilihan partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengagetkan banyak orang. Sebagian lain menuding lembaga pol main mata dengan partai politik. Muladi, salah satu Ketua Partai Golkar, termasuk yang berang. Ia memperingatkan lembaga pol agar tidak melakukan malpraktek. ”Bisa menyesatkan masyarakat,” katanya.
Dalam pol-pol sebelumnya, Partai Demokrat hanyalah partai papan tengah bersama antara lain Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera. Tempat teratas dipegang Golkar dan PDI Perjuangan secara berganti-ganti.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei, Saiful Mujani, membantah ”mengakali” survei. Katanya, Partai Demokrat unggul karena citranya sebagai partai yang bersih. Apalagi lembaganya tak sendirian dalam memprediksi Partai Demokrat. ”Hasil penelitian Cirus dan Reform Institute juga mengatakan begitu,” kata Saiful. Cirus Surveyors Group adalah lembaga penelitian yang dipimpin Andrinof Chaniago, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Adapun Reform Institute dipimpin bekas dosen Universitas Paramadina, Yudi Latif.
Saiful malah curiga terhadap lembaga pol lain yang menyebutkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuanganlah yang unggul. Padahal waktu survei dan metode yang dipakai relatif sama. Lazimnya, jika penelitian dilakukan dengan metode dan pada waktu yang sama, hasilnya juga akan tak jauh berbeda.
Tak sulit menerka ke arah siapa telunjuk Saiful sedang mengarah: Lingkaran Survei Indonesia. Pertengahan Desember lalu, lembaga ini merilis hasil jajak pendapat yang menempatkan PDI Perjuangan di tempat pertama (lihat tabel). Dalam survei ini, Lingkaran mewawancarai 1.200 responden di seluruh Indonesia.
Lingkaran main mata? Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia Denny Januar Ali membantah. Ia memang membenarkan organisasinya saat ini menjadi konsultan politik PDI Perjuangan dalam Pemilu 2009. Tapi itu bukan berarti ia kemudian ”mengakali” penelitian. Bantahan serupa disampaikan anggota parlemen PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo. ”PDIP memang menggunakan Lingkaran sebagai konsultan. Tapi partai tidak pernah meminta hasil survei dibikin curang,” katanya.
Kepada Tempo, Denny juga menunjukkan kuesioner penelitiannya. Tapi, berbeda dengan Dodi, ia hanya menunjukkan softcopy kuesioner di layar komputer. Ia juga menolak Tempo memeriksa seluruh daftar pertanyaan itu. ”Ada pertanyaan yang menjadi rahasia klien kami,” katanya. Meski begitu, ia menjamin tidak akan mencoreng kredibilitas lembaga miliknya. ”Kami punya kode etik dan metodologi berstandar internasional,” katanya.
Denny menyatakan lembaganya tak sendirian dalam memprediksi kemenangan PDI Perjuangan. ”Lembaga Survei Nasional dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis juga demikian,” kata Denny.
Tapi sumber Tempo yang mengenal seluk-beluk lembaga jajak pendapat bercerita Lembaga Survei Nasional sebetulnya hanya kepanjangan tangan Denny. Umar S. Bakry, pemimpin Lembaga Survei Nasional, dan Denny berhimpun di bawah atap yang sama: Asosiasi Riset dan Opini Publik. Denny adalah ketua umum asosiasi itu, sedangkan Umar menjabat sekretaris jenderal.
Tapi keduanya membantah saling bantu untuk mendukung PDI Perjuangan melalui riset. ”Umar punya sikap sendiri,” kata Denny. Adapun Umar berkata, ”Saya berteman tapi dalam banyak hal tidak sependapat dengan Denny.”
SAIFUL Mujani dan Denny J.A. sejatinya adalah sahabat lama. Keduanya sama-sama pernah menimba ilmu politik di Ohio State University, Amerika Serikat. Sebelum membentuk Lingkaran Survei, Denny bekerja untuk Lembaga Survei Indonesia. Denny sebagai direktur eksekutif dan Saiful sebagai peneliti utama.
Berdiri pada Agustus 2003, lembaga ini didirikan oleh Yayasan Pengembangan Demokrasi. Duduk sebagai pengurus yayasan di antaranya bekas Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Djunaedi Hadisumarto, Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, serta pengusaha Theodorus Permadi Rahmat. Tapi, Mei 2005, Denny dan Saiful pecah kongsi. Denny lalu membentuk Lingkaran Survei Indonesia.
Denny terang-terangan mengaku menggabungkan lembaga pol dan konsultan politik. Ia balik mencibir lembaga lain yang ”sok bersih” tapi diam-diam juga menjalankan fungsi konsultan. Tak bisa tidak: tudingannya mengarah kepada Saiful.
Sumber Tempo menyebutkan Saiful pernah ikut bergabung dengan Fox Indonesia—konsultan politik yang dipimpin Rizal Mallarangeng. Rizal adalah alumnus Ohio State University dan teman dekat Saiful. Fox kini menjadi konsultan politik Partai Demokrat. Kedekatan inilah yang membuat tudingan miring kepada Saiful Mujani itu muncul.
Saiful membenarkan pernah diminta Rizal membantu Fox pada periode awal lembaga itu berdiri. ”Tapi setelah itu saya keluar,” katanya. Ia juga membantah memiliki saham di Fox. ”Silakan cek saja.”
Saiful menjamin Lembaga Survei Indonesia tak akan macam-macam. Uang Lembaga, kata Saiful, diperoleh dari Yayasan Pengembangan Demokrasi Indonesia. Yayasan itu memiliki perusahaan bernama PT Data. Nah, perusahaan inilah yang mencari fulus buat keberlangsungan organisasi. Order datang dari perorangan dan partai. Umumnya, kata Saiful, partai besar yang datang adalah Golkar, Partai Demokrat, dan PDI Perjuangan. ”Jadi uang yayasan yang kami gunakan untuk survei nasional secara periodik. Kami tidak berhubungan dengan partai.”
Saat ini misalnya Partai Demokrat mengorder Saiful dan kawan-kawan untuk memetakan aspirasi calon pemilih Jawa. Hasil penelitian itu dipakai Demokrat untuk mengatur strategi. ”Kami ingin hasil obyektif, bukan yang dimenang-menangkan,” kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Ahmad Mubarok.
AZ, Sunudyantoro
Enam Survei, Dua Hasil
Lingkaran Survei Indonesia
(5-15 Desember 2008) |
Lembaga Survei Indonesia
|
Lembaga Survei Nasional
|
31
19.3 11.9 |
23
17.1 13.3 |
28.2
19.4 13.5 |
Cirus Surveyors Group
|
Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis
|
Reform Institute
|
17.3
15 14.6 |
24.3
19.4 14.2 11.9 |
26.3
17.8 14.2 Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 10 Januari 2009 PODCAST REKOMENDASI TEMPO politik pendidikan nusa sosial difabel Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |