Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Respons DPR soal Ramainya Penolakan Revisi UU TNI

Penolakan revisi UU TNI kian meluas di media sosial, termasuk melalui petisi.

17 Maret 2025 | 14.53 WIB

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah) bersama pimpinan Komisi I DPR saat konferensi pers tentang RUU TNI di ruang rapat Banggar, kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Tempo/Novali Panji
material-symbols:fullscreenPerbesar
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (tengah) bersama pimpinan Komisi I DPR saat konferensi pers tentang RUU TNI di ruang rapat Banggar, kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Tempo/Novali Panji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang penolakan terhadap pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI kian bergema di pelbagai platform media sosial. Mereka menilai revisi UU TNI berupaya menghidupkan kembali dwifungsi TNI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku memahami munculnya gerakan penolakan revisi UU TNI ini. Namun, ia meminta agar masyarakat lebih jeli dalam menjaring dan mencerna informasi yang beredar di media sosial. "Penolakan di media sosial itu substansi dan masalah dari pasal yang ada tidak sesuai dengan yang dibahas," kata Dasco dalam konferensi pers di komplek Parlemen Senayan, Senin, 17 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dasco mengatakan dalam prosesnya, hanya tiga pasal yang kemudian diakomodasi masuk ke dalam revisi UU TNI. Ketiga Pasal itu adalah Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53.

Menurut Dasco, secara prinsip dan tujuan, pembahasan ketiga pasal itu dilakukan sebagai bentuk penguatan internal TNI serta upaya mengakomodasi ketentuan yang ada di UU instansi lain, misalnya ihwal penempatan militer aktif di jabatan sipil. "Bahwa kemudian ada berkembang tentang dwifungsi, saya rasa kalau sudah lihat pasalnya akan lebih paham," kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu.

Sejatinya, pembahasan revisi UU TNI telah dihujani penolakan sejak pertama kali digulirkan DPR pada medio Februari lalu. Saat itu, pimpinan DPR menerima surat dari Presiden Prabowo Subianto untuk membahas revisi UU TNI dan menentukan wakil pemerintah dalam pembahasannya.

Seiring waktu, penolakan kiam meluas. Namun, DPR dan pemerintah tetap berkukuh melanjutkan pembahasan revisi UU TNI, bahkan pada akhir pekan dan di luar gedung DPR.

Teranyar, penolakan revisi UU TNI disampaikan melaui pengisian petisi di laman Change.org. Petisi ini diinisiasi oleh Imparsial bersama ratusan pegiat demokrasi dan lembaga nonpemerintah. Hingga pukul 10.37 WIB, 17 Maret 2025, sudah ada 3.932 penandatangan petisi yang menolak kembalinya dwifungsi TNI melalui pembahasan revisi UU TNI.

Dalam rincian petisi, Imparsial mengatakan terdapat pasal-pasal yang bisa mengembalikan militerisme di Indonesia dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI yang disampaikan pemerintah kepada DPR pada 11 Maret 2025. “Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer,” kata Imparsial dalam petisi tersebut.

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus