Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Ricuh Di Awal Puasa

Kericuhan di IAIN sunan gunung jati bandung, terjadi saling keroyok antar mahasiswa. Ada rasa puas terhadap dewan mahasiswa. Apel mahasiswa dijawab dengan skorsing oleh rektor. (pdk)

25 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI bulan Puasa, IAIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung ditandai dengan meledaknya sebuah kericuhan. Koran Pikiran Rakyat melaporkan, kericuhan itu telah menyebabkan terjadinya saling keroyok, saling serbu dan saling aniaya di antara para mahasiswa yang saling bertentangan. Kemelut yang terjadi pada bulan suci itu tentu saja telah mengundang cela tokoh masyarakat Islam di sana. "Yang saya tidak mengerti mengapa peristiwa semacam ini terjadi di IAIN. Padahal seharusnya mereka mengerti bulan puasa adalah bulan ibadah", ujar H. A. Latief Mokhtar MA Ketua Lembaga Bahasa Arab IAIN SGD. Menurut Mokhtar, para mahasiswa yang bertentangan itu nampaknya tidak berfikiran sehat, tidak dewasa dan masih banyak terhanyut oleh emosi. Belum jelas betul penyebab peristiwa itu. Tapi kabarnya kejadian yang memalukan ini dimulai oleh rasa tidak puas mahasiswa terhadap Dewan Mahasiswanya yang sudah berlangsung lama. Perasaan itu semakin muncul ketika Porseni (pesta olahraga dan seni) antar IAIN di Yogyakarta, Bandung tidak mengirimkan wakilnya karena tidak punya biaya. Waktu itu di IAIN SGD memang sedang berlangsung latihan Da'wah. "Biaya hampir seluruhnya untuk kegiatan itu", ujar drs. Asep Saefullah, Ketua DM. Namun 33 mahasiswa IAIN SGD berangkat juga ke Yogyakarta. Walaupun, baik Rektor maupun DM sudah mengirim nota ke Yogyakarta yang menyatakan IAIN SGD tidak bisa hadir pada acara tersebut. Sepulang dari acara di Yogyakarta itu, mahasiswa IAIN SGD yang dipimpin Achmad Kurdi minta penggantian biaya kepada DM dan Rektor. Permintaan itu ditolak. "Inilah pokok masalah aksi corat-coret itu", ujar Asep lagi. Skorsing Tapi tentu saja itu versi Asep. Yang jelas beberapa hari kemudian di halaman kampus IAIN Bandung itu, berkibar bendera hitam yang dipancangkan pada sebilah bambu. Sekitar 60 orang mahasiswa sempat berkumpul, mengadakan apel bersama. Mereka menilai, kehidupan kampus sudah semakin jauh dari tujuan luhurnya. "Kampus tertutup bagi kami, kehidupan kemahasiswaan berjalan tidak sehat. Karena itulah kami berkabung dengan bendera hitam", ujar Achmad Kurdi, Ketua I DM IAIN SGD, yang bertindak sebagai pimpinan mahasiswa pada apel tersebut. Permintaan kelompok mahasiswa ini untuk berdialog dengan Rektor, drs. Sholahuddin Sanusi tidak berhasil. Bahkan yang diterima kelompok mahasiswa itu adalah keputusan skorsing bagi 7 orang mahasiswa. Keputusan Rektor yang diambil berdasarkan hasil rapat Senat Al-Jamiah pada 2 September 1976 itu menilai mahasiswa yang terkena sanksi akademis itu bertindak tidak disiplin, merongrong kebijaksanaan Rektor, mengganggu ketenteraman kampus dan melanggar peraturan yang berlaku di kampus IAIN. "Bahkan mahasiswa-mahasiswa itu telah bertindak mengarah kepada usaha-usaha destruktif provokatif dengan mencemarkan narna baik pimpinan institut sebagai pejabat pemerintah yang resmi", ujar drs. Abuy Shodikin, Humas IAIN. Dikatakan Abuy, selama sanksi akademis itu para mahasiswa yang terkena dicabut haknya sebagai mahasiswa. "Akan diperpanjang lagi bila perlu", katanya lagi. Memang belum pasti tindakan skorsing bakal menghentikan kemelut itu. Tapi menurut Rektor, peristiwa itu kini sudah ada di tangan pemerintah. "Meskipun demikian saya kurang tahu apa yang sebenarnya diinginkan mahasiswa. Padahal saya sudah memberikan apa yang dapat saya berikan, seluruhnya untuk IAIN", ujar drs. Shalahuddin Sanusi. Mulai 10 September kemarin Shalahuddin juga menghentikan perkuliahan. Tidak dijelaskan karena alasan apa. Tapi yang pasti, Pikiran Rakyat Bandung menyebutkan tentang kemungkinan adanya pergantian Rektor. Kalau betul, aksi corat-coret mahasiswa yang mengawali kericuhan di IAIN itu, barangkali cukup memiliki alasan. Corat-coret itu antara lain: Yang dipertuan agung Rektor mundur, Rektor boros, Gantung Asep Saefullah, Turun Dewan Mahasiswa. Agak menyolok juga nampaknya pertentangan di antara dua kelompok tersebut. Sementara pertengahan bulan puasa kemarin, muncul kelompok "Cinta Study" pimpinan H. Gaossul Adham, mahasiswa Fakultas Syariah. Tidak mau ketinggalan mereka pun mengeluarkan pernyataan: "Penyesalan yang sedalam-dalamnya atas kejadian yang baru-baru ini terjadi". Mereka berpendapat, pokok soalnya adalah karena kurangnya komunikasi antara pimpinan Institut, Dewan Mahasiswa dan Mahasiswa. Gaossul Adham yang menganggap keputusan menutup kuliah itu sebagai merugikan mahasiswa, katanya sudah menghubungi kedua kelompok mahasiswa yang bertentangan itu begitu juga rektor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus