Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Setya Masuk Penjara

Politikus Golkar berebut kursi Ketua DPR dan Ketua Golkar, yang ditinggalkan Setya Novanto. Keterpilihan Bambang Soesatyo menguat.

17 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Setelah Setya Masuk Penjara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETYA Novanto masuk penjara dengan meninggalkan jabatan mahapenting: Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Ketua Umum Golkar. Dan perebutan dua jabatan mentereng itu oleh kader-kadernya di Golkar dimulai dua pekan sebelum terdakwa korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik ini mulai diadili di muka hakim pada Kamis pekan lalu.

Perebutan itu sempat tegang dalam sebuah rapat pleno partai di markas Golkar, Jakarta Barat, pada Rabu pekan lalu. Ketegangan muncul ketika Aziz Syamsuddin membacakan isi sebuah surat yang belum ditandatangani Setya yang menunjuk koleganya sebagai Ketua DPR. "Ada nama lain yang telah ditunjuk menjadi Ketua DPR," kata Ketua Badan Anggaran DPR ini tanpa menyebut nama.

Aziz merasa ditelikung karena, menurut dia, seharusnya yang menggantikan Setya di jabatan tertinggi di Senayan itu adalah dia sendiri sesuai dengan keputusan Setya yang sah. "Sebut nama, sebut nama," teriak sebagian peserta rapat. "Saudara saya, Bambang Soesatyo," kata Aziz menyebut nama koleganya yang menjabat Ketua Komisi Hukum DPR.

Mendengar namanya disebut, Bambang beringsut dari tempat duduknya. "Mengapa nama saya dibawa-bawa?" ujarnya. Mendengar reaksi Bambang yang terlihat kurang senang, Aziz mencoba mencairkannya dengan menawari Bambang menjadi anggota tim suksesnya menuju kursi Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar.

"Maaf, saya sudah di tim sukses Pak Airlangga," kata Bambang mengulang jawaban dan kejadian dalam rapat itu kepada Tempo, pekan lalu.

Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, adalah calon Ketua Umum Golkar yang mengklaim paling banyak didukung ketua Golkar daerah. Kemunculan nama Aziz sebagai penantangnya membuat perebutan kursi ketua umum partai penguasa Orde Baru itu kian seru.

Nama Aziz sebagai Ketua DPR pertama-tama muncul dalam surat yang dibuat Setya di penjara Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis dua pekan lalu. Surat tersebut dibawa istrinya, Deisti Astriani Tagor, saat menjenguk. Selain menunjuk Aziz menjadi Ketua DPR, Setya mendaulatnya sebagai pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Golkar karena pejabat lama, Idrus Marham, didapuk menjadi pelaksana tugas ketua umum.

Meneruskan surat itu, Ketua Fraksi Golkar Robert Joppy Kardinal mengundang pimpinan fraksi di DPR ke ruang kerjanya di lantai 12 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan. Utusan fraksi yang hadir hanya Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani dan Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Cucun Ahmad Syamsurijal. Menurut Arsul, pertemuan itu terjadi seusai salat Jumat.

Robert memberi tahu tamu-tamunya bahwa Setya telah mundur sebagai Ketua DPR dan menunjuk Aziz sebagai penggantinya. Malamnya, Aziz meminta Idrus Marham datang ke rumah Setya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, untuk menyiapkan surat pengesahannya sebagai Ketua DPR.

Idrus datang ditemani Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Maman Abdurrahman. Aziz meminta Idrus menandatangani surat penunjukannya untuk dibawa ke DPR. Ketika dimintai konfirmasi, Maman membenarkan ada pertemuan itu pada Jumat malam. "Cuma, saya tak bisa menceritakan isi pembicaraan karena tak mengerti," katanya. Idrus dan Aziz tak berkomentar tentang pertemuan itu.

Selain mendapat sokongan dari Setya, Aziz memperoleh dukungan dari Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie. Aburizal menulis surat pada 8 Desember 2017 kepada pengurus Golkar yang isinya menyetujui penunjukan Aziz. Sebagai Ketua Dewan Pembina, kata Aburizal, ia berhak turut campur karena penunjukan orang untuk duduk di jabatan itu bersifat strategis.

Untuk menguatkan dukungan, Aziz menemui sejumlah pemimpin fraksi di DPR. Salah satunya Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto. Aziz dikabarkan meminta dukungan PDI Perjuangan, pemilik kursi terbanyak, agar menyokongnya menjadi Ketua DPR. Tapi ia membantahnya. "Ah, tak ada lobi-lobi," ujarnya.

Bambang mengakui ditemui Aziz pada Senin pekan lalu, tapi ia menolak menceritakan detail obrolan mereka. Menurut koleganya, Bambang menyampaikan kekecewaannya karena Aziz adalah Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Akibat revisi itu, PDI Perjuangan tak punya wakil di kursi pimpinan DPR meski memperoleh suara terbanyak dalam pemilu. Dengan kata lain, PDI Perjuangan menolak permintaan Aziz.

Tak hanya melobi fraksi-fraksi, Aziz ikut rapat Badan Musyawarah DPR setelah menemui Bambang. Pendukung dan penentangnya di Golkar malah berdebat tentang penunjukan Aziz sebagai pengganti Setya. Fraksi Golkar secara resmi mengirim surat menolak Aziz sebagai Ketua DPR. "Kalangan internal Golkar belum satu suara," kata Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto.

Di luar rapat Badan Musyawarah, kubu anti-Aziz juga berkonsolidasi dengan mengumpulkan tanda tangan penolakan dari kader-kader Golkar. Wakil Sekretaris Jenderal Ace Hasan Syadzily mengatakan sebanyak 63 anggota Fraksi Golkar telah meneken penolakan kepada Aziz. "Ini kacau, memimpin partai dengan cara bermain-main," ujar Ace.

Saling klaim dan ribut-ribut siapa yang berhak menduduki kursi Ketua DPR berakhir setelah rapat pleno pada Rabu pekan lalu itu. Rapat memutuskan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Golkar pengganti Setya. Keputusan ini sudah diprediksi jauh hari sebelumnya karena dukungan kepada Airlangga terlihat ketika ia mengumpulkan kader Golkar daerah dan mempertemukannya dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Airlangga, yang dikalahkan Setya dalam pemilihan Ketua Umum Golkar di Bali dua tahun lalu, mengklaim kader-kader Golkar mengalihkan dukungan kepadanya setelah KPK menetapkan Setya sebagai tersangka korupsi e-KTP untuk kedua kalinya. Untuk mengakhiri silang sengkarut dan perebutan Ketua DPR, Airlangga memutuskan akan menunjuk ketua seusai musyawarah nasional luar biasa pada 18 Desember 2017.

Musyawarah nasional luar biasa merupakan mekanisme partai mengukuhkan ketua umum yang dipilih dalam rapat pleno. Toh, meski ribut-ribut itu teredam sementara, kandidat pengganti Setya di DPR tetap dua nama itu: Aziz dan Bambang Soesatyo.

Nama Aziz sempat disebut KPK dalam korupsi proyek pembangunan Kawasan Pusat Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Terpadu Sumber Daya Manusia Kejaksaan Agung di Kelurahan Ceger, Jakarta Timur, pada 2014.

Proyek itu dikerjakan perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Dalam penyelidikan KPK, ada dugaan Nazaruddin menyuap Aziz agar membantu memuluskan anggaran proyek tersebut di DPR. Penyelidikan itu tak pernah naik ke tahap penyidikan meski KPK dan Kejaksaan Agung berlomba menanganinya.

Sedangkan Bambang Soesatyo adalah motor angket DPR mengusut dugaan pelanggaran bailout Bank Century pada 2009. Sebulan lalu, majalah Tempo menulis dugaan pelanggaran kepemilikan satwa langka di vilanya di Puncak, Jawa Barat.

Setelah Airlangga terpilih, Aziz dan Bambang pasrah pada keputusan partainya di musyawarah nasional luar biasa.

Wayan Agus Purnomo, Hussein Abri Yusuf, Arkhelaus Wisnu, Adam Prireza

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus