Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hakim Sarpin Diputuskan Bersalah
Semua pemimpin Komisi Yudisial sepakat menjatuhkan sanksi skors "non-palu" kepada hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, yang menyidangkan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Dalam sidang komisi yang digelar pada Selasa pekan lalu, Sarpin dinilai telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga Komisi Imam Anshori Saleh mengatakan Sarpin terbukti bersalah melakukan beberapa pelanggaran pada saat memimpin persidangan praperadilan yang membatalkan status tersangka Budi Gunawan. Kendati demikian, Komisi Yudisial tidak menilai soal materi putusan atau teknis yudisial. "Itu sepenuhnya kewenangan Mahkamah Agung," katanya.
Sarpin dinilai tak teliti dan tak profesional dalam menyusun pertimbangan putusan praperadilan. Sebagai contoh, ia salah mengutip pertimbangan yang didasarkan pada kesaksian guru besar Universitas Parahyangan, Arief Sidharta. Sarpin juga salah mencantumkan identitas dengan menyebut Arief sebagai ahli pidana, padahal semestinya ahli filsafat hukum. Bahkan Sarpin terbukti menerima gratifikasi pada saat melaporkan dua pemimpin Komisi Yudisial ke Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Sarpin belum berkomentar tentang putusan ini. Namun sebelumnya dia menolak panggilan Komisi Yudisial. "Saya tidak akan datang, silakan dia datang," katanya. L
Kontroversi Sang Pengadil
Berikut ini sejumlah kejanggalan vonis Sarpin.
1. Penetapan tersangka merupakan obyek praperadilan.
Alasan: Proses penetapan tersangka adalah bagian dari penyelidikan dan penyidikan. Kedua proses ini akan berujung pada penangkapan dan penahanan yang merupakan bagian dari obyek praperadilan.
2. Penetapan tersangka mengandung unsur pemaksaan.
Alasan: Penetapan tersangka merupakan bagian dari proses penyidikan, sehingga akan berujung pada penuntutan dan penahanan. Walau belum ada penahanan, proses penyidikan sudah merupakan upaya paksa merampas kemerdekaan.
3. Budi Gunawan bukan penyelenggara negara atau aparatur negara.
Alasan: Ketika kasus terjadi pada 2003-2006, Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Polri. Jabatan ini berada di bawah Deputi Sumber Daya Manusia dengan pangkat eselon II.
4. KPK tidak bisa menyerahkan bukti penetapan tersangka Budi Gunawan.
Alasan: Dalam sidang praperadilan, KPK menyebutkan penetapan tersangka didukung dua alat bukti. Dalam pembuktian, KPK hanya menyerahkan nomor register surat perintah penyidikan.
5. Kasus Budi Gunawan tak meresahkan masyarakat.
Alasan: Kasus korupsi yang disangkakan kepada Budi Gunawan tak berdampak bagi masyarakat.
Tjahjo Buka Soal Menteri Penghina Presiden
SEJUMLAH politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mendorong isu ada menteri yang menghina Presiden Joko Widodo sejak awal pekan lalu. Manuver menjelang reshuffle Kabinet Kerja itu memicu respons dari Istana dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M. Soemarno.
Isu ini pertama kali dimunculkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Menurut dia, pernyataan yang melecehkan Presiden itu dilontarkan seusai rapat di Istana Negara beberapa waktu lalu. "Ada menteri yang menghina Presiden, pembantu Presiden malah menghina," katanya Ahad dua pekan lalu.
Esok harinya beredar transkrip yang disebut-sebut hasil rekaman pembicaraan seorang menteri. Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, menyatakan si penghina adalah menteri perempuan di bidang perekonomian. Walau dia tak menyebut nama, sudah diketahui bahwa PDIP berkeras Rini dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dicopot.
Rini membantah jika disebut telah menghina Jokowi. "Saya menghormati Bapak Presiden," ujarnya. Sedangkan menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Presiden sudah mengetahui soal penghinaan tadi. "Dia hanya menyampaikan kepada menteri untuk tetap bekerja secara ngebut," katanya.
Peninjauan Kembali Praperadilan Hadi Poernomo
Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan lembaganya akan mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan praperadilan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo. Memo peninjauan pun sudah selesai disusun.
Menurut dia, KPK menilai putusan hakim telah melampaui apa yang diminta pemohon. KPK sebenarnya sudah mengajukan permohonan banding atas putusan itu, tapi ditolak. "Maka kami tantang putusan hakim praperadilan Hadi Poernomo agar bisa dilihat hakim yang lebih tinggi," kata Johan, Senin pekan lalu.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo terhadap hasil penyidikan di KPK. Hakim menyatakan penanganan kasus Hadi harus dihentikan dengan alasan penyelidik dan penyidik KPK yang bertugas mengusut perkara ini sudah berhenti dari dinas kepolisian dan kejaksaan.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena mengabulkan permohonan keberatan bayar pajak PT Bank Central Asia. Bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan itu membuat negara kehilangan pemasukan dari pajak penghasilan lantaran koreksi penghasilan BCA senilai Rp 5,5 triliun. Menurut perhitungan KPK, negara merugi Rp 375 miliar karenanya. L
Sutiyoso Resmi Jadi Kepala Bin
SEMUA fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan Sutiyoso lulus uji kepatutan dan kelayakan sebagai Kepala Badan Intelijen Negara di Komisi I, yang membidangi pertahanan dan informasi, Selasa pekan lalu. Sepuluh fraksi di Senayan secara aklamasi mendukung mantan Gubernur Jakarta dan Panglima Kodam Jaya itu menjadi Kepala BIN.
Menurut Ketua Komisi Pertahanan Mahfudz Siddiq, tujuh fraksi memberikan catatan mengenai Sutiyoso dan tiga lainnya mendukung tanpa memberi pertimbangan. "Catatan Komisi akan disampaikan ke pimpinan agar menjadi sikap resmi DPR," katanya.
Persetujuan penunjukan Presiden Joko Widodo terhadap Sutiyoso sebagai Kepala BIN akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pekan ini.
Catatan itu antara lain soal netralitas Sutiyoso mengingat dia mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Partai ini merupakan pendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden tahun lalu. Adapun Sutiyoso menjamin, ketika menjadi Kepala BIN, dia tidak akan mengakomodasi baik kepentingan partainya maupun partai-partai penyokong pemerintah lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo