Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas imam besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, menyinggung kasus penembakan enam laskar FPI di kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek atau dikenal dengan kasus KM 50, saat memberikan ceramah di acara reuni 212 di lapangan Monas, Jakarta Pusat pada Senin, 2 Desember 2024. Dalam kesempatan itu, Rizieq mengungkapkan kekecewaannya terhadap komposisi kabinet Presiden Prabowo yang diisi oleh orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Karena ada beberapa orang yang terduga kuat terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dalam peristiwa KM 50, justru duduk diangkat masuk dalam kabinet,” kata Rizieq.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rizieq tidak menjelaskan lebih lanjut siapa yang dia tuding diduga terlibat dalam kasus terbunuhnya enam orang simpatisan FPI tersebut. Kendati merasa kecewa, Rizieq tetap mengajak pengikutnya mendukung pemerintahan Prabowo.
"Sudah bagus kabinet ini secara umum, harus kita dukung kabinet ini secara umum, harus kita support, supaya bisa bekerja dengan baik tapi saya tidak bisa menyembunyikan kesedihan saya, keprihatinan saya, ternyata kabinet tersebut maaf, masih ada anyir darah KM 50," katanya.
Tempo masih berupaya meminta tanggapan dari Istana soal pernyataan Rizieq tersebut. Hingga berita ini diunggah, Kepala Komunikasi Kepresidenan RI Hasan Nasbi dan juru bicara Presiden Prabowo, Danil Anzar Simanjuntak, belum merespons pertanyaan yang dikirimkan ke kontak pribadinya.
Kasus KM 50 merupakan tragedi tewasnya enam anggota laskar FPI pada Senin dini hari, 7 Desember 2020. Mereka tewas ditembak personel polisi di Jalan Tol Cikampek Kilometer 50. Itulah sebabnya tragedi ini disebut Kasus KM 50. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan peristiwa ini sebagai unlawfull killing atau pembunuhan ini terjadi di luar proses hukum oleh aparat.
Mengutip pemberitaan Tempo tanggal 13 September 2022, kasus ini bermula dari tidak hadirnya Rizieq Shihab saat dipanggil kepolisian untuk diperiksa. Rizieq diperiksa sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan saat Pandemi Covid-19. Polda Metro Jaya memerintahkan sejumlah personilnya untuk membuntuti Rizieq Shihab. Ada tiga surat perintah menurut JPU.
Menjalankan tiga surat perintah tersebut, tujuh anggota Resmob kemudian diturunkan. Mereka dibagi menjadi tiga tim. Regu pertama terdiri dari Bripka Faisal, Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira Priyadi Zendrato berada di mobil Toyota Avanza nomor polisi atau nopol K 9143 EL. Regu kedua yakni Bripka Adi Ismanto dan Aipda Toni Suhendar mengendarai Daihatsu Xenia bernopol B 1519 UTI. Regu ketiga terdiri dari satu personel, Bripka Guntur Pamungkas, menggunakan Toyota Avanza nopol B 1392 TWQ.
Sejak 5 Desember 2020, mereka sudah turun ke lapangan untuk mengawasi segala aktivitas Habib Rizieq. Lalu pada 6 Desember, tim melakukan pemantauan di Perumahan The Nature Mutiara Sentul di Kabupaten Bogor, di mana diketahui Habib Rizieq berada saat itu. Menurut jaksa, menjelang tengah malam, terdapat 10 mobil iring-iringan keluar dari perumahan itu yang merupakan rombongan Habib Rizieq. Mereka menuju arah pintu Tol Sentul 2. Tetapi satu di antaranya, jenis Pajero, bergerak ke arah Bogor.
Regu pertama dan kedua kemudian membuntuti rombongan yang bergerak ke Tol Sentul. Sementara Bripka Guntur menyusul mobil Pajero. Namun dalam pembuntutan tersebut, mobil Bripka Ismanto tertinggal dari rombongan. Disebutkan pengejaran itu berakhir dengan baku tembak yang terjadi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat, Jawa Barat pada Senin dini hari, 7 Desember 2020. Dua anggota laskar tewas yakni Luthfi Hakim dan Andi Oktiawan.
Pengejaran terus berlanjut hingga KM 50 tol Cikampek. Empat anggota laskar yang masih hidup kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya menggunakan satu mobil. Jaksa menyebutkan mereka tidak diborgol. Di dalam mobil, keempatnya disebut berupaya melawan hingga polisi menembak mereka hingga tewas. Mereka adalah Muhammad Reza, Ahmad Sofyan alias Ambon, Faiz Ahmad Syukur, dan Muhammad Suci Khadavi.