Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEBIH dari sebulan sejak Presiden Joko Widodo mengirim surat persetujuan membahas Rancangan Undang-Undang Pertembakauan, menteri-menteri belum satu suara menyiapkan poin-poin usul pemerintah. Padahal, dalam rapat paripurna pada Kamis pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat telah menunjuk panitia khusus untuk membahas rancangan ini.
RUU Pertembakauan termasuk bakal aturan yang bolak-balik masuk program legislasi sejak 2012 karena memantik kontroversi. Tanpa disertai naskah akademik, Badan Legislasi memasukkannya ke program prioritas, hingga DPR akhirnya menjadikan rancangan itu sebagai inisiatif dan mengajukannya ke Presiden pada 19 Januari lalu.
Mendapat todongan seperti itu, Jokowi membalas usul tersebut dengan menugasi Menteri Perindustrian dan Menteri Kesehatan sebagai pemimpin delegasi bersama empat kementerian lain untuk membahasnya. Padahal, menurut juru bicara kepresidenan, Johan Budi Sapto Pribowo, sikap Jokowi adalah menolak rancangan tersebut.
Masalahnya, kata Johan, tak ada aturan yang menyediakan jalan penolakan Presiden terhadap rancangan aturan yang diajukan DPR. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan harus menugasi menteri atau yang mewakilinya untuk membahas usul DPR tersebut. "Jika tak dibalas, dan habis waktunya, Presiden dianggap setuju," ujar Johan pekan lalu.
Maka, dalam suratnya pada 17 Maret 2017 itu, Jokowi menyatakan setuju membahas RUU Pertembakauan. Wakil Presiden Jusuf Kalla lalu menjelaskan bahwa surat presiden itu hanya formalitas karena sikap pemerintah tak setuju tembakau diatur secara khusus oleh undang-undang. Kalla beralasan isi rancangan itu bertabrakan dengan banyak undang-undang lain yang sudah ada.
Pemerintah akan menyatakan penolakan terhadap RUU ini saat pembahasan. Karena itu, enam kementerian yang ditugasi menjadi mitra DPR untuk membahasnya tengah menggodok poin-poin penolakan tersebut. Kementerian Kesehatan, yang sejak awal menolak RUU ini, akhirnya turut membahas dengan menyiapkan daftar isian masalah.
Dua hari sebelum rapat paripurna DPR, para pejabat eselon I dari enam kementerian berkumpul di Kementerian Kesehatan untuk membahas RUU Pertembakauan. Para peserta rapat tak bersedia menjelaskan materi pembahasan. "Belum ada perkembangan baru," kata Oscar Primadi, juru bicara Kementerian Kesehatan.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek terlihat gusar ketika ditanya strategi menolak RUU Pertembakauan ini. "Sudahlah, enggak usah diributin dulu. Diemin aja," ucapnya pada Selasa pekan lalu. "Kalau disinggung terus, apa yang mau dijalankan bisa terganggu."
Nila menolak menjawab lebih jauh karena takut terpeleset bicara. Ia hanya mengakui pemerintah belum bulat dan satu suara ketika menghadapi pembahasan RUU ini bersama DPR.
Sejak awal, perpecahan pemerintah menghadapi tembakau sudah terlihat. Sementara Kementerian Kesehatan menolak, Kementerian Perindustrian mendukung. Mereka bahkan menyiapkan peta jalan tembakau, yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung karena bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan.
Dukungan pada RUU ini terus diupayakan Kementerian Perindustrian. Dalam rapat antar-kementerian pada 27 Februari 2017, wakil kementerian ini mempresentasikan pentingnya RUU tersebut. Dalam foto-foto rapat dan slide yang diterima Julius Ibarani, Ketua Solidaritas Advokat Peduli Pengendalian Tembakau, jelas tertulis Kementerian Perindustrian mendukung tembakau diatur secara khusus.
Alasannya, seperti tertera dalam slide itu, Indonesia belum punya undang-undang yang mengatur pertembakauan. Kementerian Perindustrian juga meminta kementerian lain menimbang kontribusi signifikan rokok dalam penerimaan pajak dan cukai.
Dalam surat Presiden Jokowi ke DPR itu sebetulnya yang menjadi pemimpin delegasi pemerintah hanya Kementerian Kesehatan. Pada 2 Februari 2017, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengirim surat kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno agar diikutkan sebagai pemimpin sektor untuk membahasnya. "Dalam konteks yang terkait dengan perindustrian, sewajarnya itu dilakukan," kata Airlangga saat dimintai konfirmasi oleh Tempo.
Menteri Pratikno membalas surat Airlangga dan kepada Menteri Nila Moeloek. Isinya penugasan kepada Kementerian Perindustrian untuk turut serta menjadi leading sector pembahasan RUU Pertembakauan bersama Kementerian Kesehatan.
Alasan-alasan Kementerian Perindustrian itu ditolak Kementerian Kesehatan. Diah Saminarsih, anggota staf khusus Menteri Kesehatan, mengatakan alasan kontribusi pajak tak cukup kuat mendukung RUU Pertembakauan. Menurut dia, pengeluaran pemerintah untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh asap rokok lima kali lipat dari cukai rokok yang diterima pemerintah.
Saat ini cukai rokok sekitar Rp 100 triliun. Sedangkan anggaran pemerintah untuk mengobati penyakit melalui Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan lima kali lipat dari jumlah itu.
Diah mengutip penelitian pelbagai lembaga yang menyatakan bahwa asap rokok menjadi penyebab 60 persen penyakit mematikan semacam serangan jantung, diabetes, stroke, dan kanker. Diah juga menyoroti soal prevalensi perokok yang kian muda dan tinggi di Indonesia. "Jadi tak sepadan dengan nilai cukai," katanya.
Pandangan Kementerian Kesehatan lebih diterima kantor kepresidenan. Dalam sebuah rapat kabinet pada 14 Maret lalu, Presiden menegaskan kembali sikapnya yang menolak RUU Pertembakauan. Presiden menyatakan tak ada urgensi apa pun Indonesia memiliki aturan khusus tentang tembakau. Tiga hari kemudian, Jokowi berkirim surat kepada DPR, menyatakan setuju membahas rancangan itu.
Cara pemerintah itu membuat lega para pengusul RUU Pertembakauan di DPR. Teuku Taufiqulhadi dari Partai NasDem semringah setelah DPR mengetuk persetujuan pembahasan rancangan tersebut. "Sekarang RUU ini menjadi miliki Dewan, bukan lagi milik kami," katanya. Selain Taufiqulhadi, Misbakhun dan Firman Soebagyo dari Golkar tercatat sebagai pengusul RUU ini.
Kini bola ada di tangan kementerian yang ditugasi Jokowi menerjemahkan sikap Presiden dalam rapat-rapat dengan DPR. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Muhammad Subuh mengatakan pemerintah mesti satu suara menghadapi RUU Pertembakauan.
Jika tak tercapai kebulatan, Kementerian Kesehatan akan mengajukan penarikan pasal-pasal dalam RUU tersebut yang berhubungan dengan kesehatan. "Nanti RUU itu hanya murni mengatur pertembakauan," katanya. "Tapi itu cara paling ekstrem."
Gadi Makitan
Kontroversi Tembakau
USUL mengatur tembakau lewat ketentuan khusus muncul ketika Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Undang-Undang Kesehatan pada 2009. Di sana jelas disebutkan bahwa rokok dan produk olahan tembakau sebagai barang adiktif yang produksi dan peredarannya harus dikontrol secara ketat. Naiknya jumlah kematian akibat paparan asap rokok menguatkan tuntutan pengendalian bahaya nikotin. Bolak-balik tak kunjung mendapat persetujuan pemerintah, pada Januari lalu DPR mendapat angin segar: Presiden setuju membahas draf yang mereka ajukan.
Isi RUU Pertembakauan
Pasal 3
Pengelolaan Pertembakauan bertujuan:
a. meningkatkan budi daya dan produksi tembakau
» Tak sejalan dengan program pemerintah menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dan bertabrakan dengan Undang-Undang Pertanian.
Pasal 33
Pelaku usaha yang menghasilkan produk tembakau wajib menggunakan tembakau dalam negeri paling sedikit 80 persen dan tembakau impor paling banyak 20 persen dari keseluruhan kapasitas produk tembakau yang dihasilkan.
» Mendorong perluasan pertanian tembakau, yang tak sejalan dengan upaya pemerintah menekan prevalensi jumlah perokok.
Pasal 44
(1) Dana bagi hasil cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat 2 huruf a digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan pertanian tembakau.
» Tak sejalan dengan program pemerintah menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dan Undang-Undang Cukai, yang tak menganut sistem pajak sektor untuk sektor tertentu.
Pasal 50
(2) Pencantuman peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditulis dengan huruf yang jelas, mudah dibaca, dan proporsional.
» Tumpang-tindih dengan Undang-Undang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah tentang Peringatan Bahaya Rokok, Iklan, Distribusi, dan Konsumsi Produk Olahan Tembakau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo