Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sabar saja, kopral

Bisnis tni-ad sudah menjadi konglomerat: properti, perbankan, hutan, sampai asuransi. toh kalangan prajurit masih perlu ngobyek.

16 Oktober 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMEGAHAN pesta ulang tahun ABRI, pekan lalu, agaknya bisa membuat prajurit rendahan melupakan sejenak hidup sehari-hari. Dalam upacara yang meriah di bekas Bandar Kemayoran, Jakarta, mereka unjuk ''kesaktian'' dan kekompakan berolah tubuh dan berkolone senjata. ''Hidup ABRI,'' teriak mereka berkali-kali. Tapi, usai keramaian itu, terasalah rutinitas yang mengimpit. Tengok saja kehidupan Kopral Kepala Slamet, 31 tahun, petugas suatu polsek di pinggiran Jakarta. Slamet sudah 10 tahun mengabdi, punya dua anak, tapi masih menumpang di rumah separuh tembok milik mertua. Miliknya yang tampak hanya skuter bobrok, seperangkat sofa tua, dan televisi kreditan. Dengan gaji plus tunjangan keluarga Rp 225.000 dan beras 28 kg yang masih harus dipotong iuran rumah, majalah, arisan, dan lainnya sebesar Rp 117.000 tentu Slamet merasa berat mengasapi dapur dan menyekolahkan anak. ''Untung, masih bisa ditutup dengan hasil warung istri,'' katanya. Belakangan Slamet cari tambahan pula di luar dinas: menjaga toko emas di Pasar Minggu dengan honor Rp 250.000 sebulan. ''Lebih baik ngobyek ketimbang minta uang di jalanan,'' ujarnya kepada TEMPO. Berkat obyekan itulah Slamet bisa mengasuransikan dua anaknya, dengan cicilan premi Rp 150.000 tiap bulan. Masih banyak prajurit yang hidupnya kempas-kempis. Lihat asrama atau rumah para tamtama dan bintara yang kebanyakan bertipe 27, di gang becek dan sempit. Tak heran bila di sana- sini ada saja oknum prajurit yang ngobyek di luaran. Ya, jaga toko, pabrik, bioskop, bar, pelabuhan, sampai membekingi perjudian dan pelacuran. Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, jelas tak cukup untuk menyejahterakan 500.000 keluarga prajurit. Alokasi biaya pembangunan untuk sektor pertahanan dan keamanan dalam APBN 1993/94 hanya sekitar Rp 1,15 triliun (4,5% dari total pengeluaran pembangunan) tentu cepat habis untuk program yang terbatas. Adalah Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP), yang sejak berdirinya, 1972, berupaya membangun klinik, sekolah, asrama, dan perumahan bagi warga Angkatan Darat. Kini YKEP membawahkan 37 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bak konglomerasi. Belum jelas berapa nilai seluruh asetnya. Salah satu usahanya di bidang pengusahaan hutan, PT International Timber Corporation Indonesia YKEP memiliki 51% saham mampu menyetor laba Rp 12 miliar setahun. Di perusahaan yang terus memperluas hutan tanaman industrinya ini YKEP bekerja sama dengan kelompok Bimantara (Bambang Tri) dan Nusamba (Bob Hasan). Perusahaan penerbangan Sempati YKEP patungan dengan Humpuss dan Nusamba tahun ini mengirimkan Rp 600 juta untuk TNI-AD. Lalu di Bank Artha Graha, yang tahun lalu melaba Rp 1,1 miliar dan menjadi bank devisa. Ketua Harian YKEP, T.B. Silalahi, beranggapan yayasan ini perlu dirampingkan agar melejit. ''Akan saya ciutkan di bawah 20 badan usaha saja. Lebih baik selektif tapi produktif,'' kata Silalahi. Kucuran dana YKEP jadinya seperti berkejaran dengan kebutuhan prajurit. Tahun ini, yayasan menyumbang TNI-AD Rp 23 miliar: Rp 4 miliar untuk biaya pendidikan dan kesejahteraan keluarga prajurit. Antara lain untuk menyubsidi Universitas Ahmad Yani, Cimahi. Lantas Rp 19 miliar dipakai untuk menutup uang muka pembelian rumah prajurit. Setiap prajurit yang beruntung disubsidi Rp 2,3 juta, lalu ditambah Rp 2 juta dari Asuransi ABRI, hingga tamtama yang mengambil rumah tipe 27 tinggal mengangsur Rp 30.000 per bulan. Untuk ini, YKEP bekerja sama dengan Bank Tabungan Negara. Setelah membangun 22.000 lebih rumah, tahun ini YKEP membangun 3.000 rumah lagi. Tentu ratusan ribu tentara harus sabar mengantre. ''Rumah adalah kebutuhan paling mendasar,'' kata Silalahi. Maklum, sejak 1986, keluar instruksi KSAD untuk memurnikan asrama sebagai pangkalan. Artinya, prajurit tak boleh lagi menjadi penghuni di sana. YKEP juga mengembangkan usaha nonkomersial. Misalnya, YKEP bekerja sama dengan Departemen PU membuat jalan-jalan di daerah terpencil, dengan mengerahkan tentara korps zeni. Di luar itu, Induk Koperasi Angkatan Darat juga mempunyai beberapa macam usaha, antara lain Hotel Kartika Plaza, Jakarta. Korps baret hijau Kostrad mempunyai Yayasan Dharma Putera Kostrad, yang kekayaannya tersebar di pelbagai perusahaan, misalnya Bank Windu Kentjana dan perusahaan penerbangan Mandala. Mandala, yang tahun lalu menyetor ke Kostrad Rp 3 miliar, bahkan sudah 100% milik Kostrad. Angkatan lain punya usaha serupa. Sebut saja Inkopal (TNI- AL), Inkopau (TNI-AU), atau Inkoppol (Polri). Perusahaannya macam-macam, ada PT Yala, PT Admiral, PT Dirgantara, PT Angkasa Puri, Bank Angkasa, yang begerak di bidang angkutan, properti, perbankan, dan sebagainya. Purnawirawan pun memperoleh lahan bisnis, seperti PT Wijatmulya dan Inkoppabri, yang membawahkan 26 pusat koperasi dan 559 koperasi primer. Adakah gemebyar bisnis tentara ini mengucur sampai di tingkat prajurit? Bagi kalangan perwira menengah dan tinggi, banyak jalan menuju sejahtera. Ada program kekaryaan di pemerintahan atau parlemen, menjadi komisaris di sana-sini, atau buka usaha patungan bermodal goodwill. Bagi prajurit, ya itu tadi: mereka harus pandai mengayuh hidup di ''luaran''. Namanya juga mengabdi. Ardian T. G. dan Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus