Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Salah Dip Atau Apa ?

50 kepala keluarga asal desa Talang Benuang dan Talang Giring korban longsor dipindah ke Sukaraja. Rumah penampungan tidak siap sepenuhnya. Bangunan terlantar karena perubahan daftar isian proyek.

4 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak yang menarik di pedalaman Bengkulu. Yang pasti desa-desa bertebaran di sela-sela hutan perawan. Tak kurang pasti pula kebanyakan dari desa-desa itu terpencil, terkurung karena banyak jalan belum rapi, orang-orang kota tentu enggan berkunjung. Paling-paling jika musim duren, barulah pedalaman banyak dikunjungi orang, semata-mata karena harga buah itu lebih murah dibanding di kota. Di Kabupaten Bengkulu Selatan, ada sebuah marga bernama Marga Andalas. Di antara desa yang dibawahinya tersebutlah desa-desa Talang Benuang dan Talang Giring. Pada suatu malam di bulan April 1975 lampau, hujan badai telah memusnahkan 3 kepala keluarga (9 jiwa) penghuni kedua desa itu. Keluarga-keluarga yang naas itu mendiami rumah mereka di lereng Bukit Benuang. Karena tanah bukit longsor rumah-rumah mereka jatuh ke danau di bawah dan hanyut. Tak lama berfikir, nasib 50 KK kedua desa tadi segera menjadi perhatian pihak Pemerintah Daerah Bengkulu. Maka diputuskanlah? penghuni desa-desa itu harus dicarikan tempat pemukiman baru, di Sukaraja, masih terbilang Marga Andalas juga - kurang lebih 30 km dari kta Bengkulu. Pihak Direktorat PMD Bengkulu juga dengan cekatan membangun 50 buah rumah untuk penghuni pindahan itu. Sebuah pemborong untuk mendirikan rumah-rumah itupun dengan cepat ditunjuk. Jenderal Tapi entah mengapa, ketika tiba saatnya, penghuni-penghuni baru itu harus pundah, hanya 20 buah rumah yang siap. Lalu dipindahkanlah 20 KK. Dan selebihnya hingga akhir bulan lalu tak ketahuan nasibnya. Tapi yang pasti kerangka-kerangka bangunan rumah yang belum jadi itu sudah lapuk dimakan waktu. Ada juga penghuni baru yang menyusul pindah meskipun dengan susah payah menyelesaikan sendiri rumah yang tak rampung itu. Namun agak lucu juga, bahwa di antara penghuni di proyek desa Sukaraja itu terdapat juga mereka yang bukan berasal dari Talang Benuang dan Talang Giring. Drs. Aminuddin Malintak, selaku pimpinan proyek pemukiman itu, maupun beberapa pejabat di kantor Gubernur Bengkulu,mencoba mengelak ketika ditanyakan mengenvai terlantarnya proyek Sukaraja itu. Tapi setelah menyebut-nyebut nama beberapa jenderal di Jakarta sebagai pelindungnya, akhirnya Aminuddin mengatakan bahwa terlantarnya proyek tersebut antara lain karena perubahan DIP (Dafar Isian Proyek). Misalnya, begitu tambah Aminuddin, biaya pembuatan rumah untuk proyek itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ongkos pembangunan rumah di proyek transrmigrasi. Tapi diungkapkannya juga kesulitan mendapatkan kayu/papan dan mencari tenaga kerja, tanpa menyebut tanggungjawab pemborong yang telah ditunjuk untuk menyelesaikannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus