BENDUNGAN Riam Kanan diresmikan Presiden Soeharto lima tahun
lewat. Ketika meresmikan, presiden telah berwanti-wanti agar
segera menghijaukan bukit-bukit sekeliling bendungan yang tampak
botak-botak kepalanya. Secara simbolis malah kepala negara
menanam sepohon tumbuhan sebagai isyarat dimulai penghijauan.
Barulah dalam tahun anggaran 1973/74 reboisasi diwujudkan.
Angka-angka yang bersumber dari proyek penghijauan Riam Kanan di
Kantor Pemangkuan Hutan (KPH) di Banjarmasin menyebutkan, bahwa
tahun itu diadakan reboisasi 120 Ha di Halimpung, kebun
pembibitan di Bukit Batas dan Bukit Banyu. Sedangkan penghijauan
171 Ha di desa Tiwingan dan Bunglai. Biayanya bernilai Rp 14
juta. Tahun berikutnya 1974/75 reboisasi di Gunung Janar, Hanau,
Halimpung dan Batu Bagandang seluas 465 Ha. Penghijauan seluas
210 Ha di desa Kalaan dan Tiwingan, dengan biaya Rp 50 juta.
Menyusul tahun anggaran 1975/76, reboisasi seluas 699,70 Ha di
Hanau, Batu Bahan, Batu Bagandang dan Kaluhan. Sedangkan
penghijauan seluas 296 Ha di Padan Hawai, Kalaan, Muui, Tiwingan
dan Benua Riam dengan menelan biaya Rp 76 juta.
Menurut seorang petugas reboisasi, penghijauan diselenggarakan
oleh penduduk sendiri dengan mendapat bibit dan biaya penanaman
dari proyek. Sedangkan reboisasi diselenggarakan sendiri oleh
dinas kehutanan. Lalu bagaimana hasilnya? Bukit-bukit sekitar
bendungan masih terlihat gundul. Selain dari kebun pembibitan
seperti di Bukit Batas dan lainnya nyaris tak terlihat bekas
penghijauan ataupun penghutanan kembali bukit-bukit di sana.
Mengapa? "Dua kali penghijauan dua kali mengalami kegagalan",
jawab Ahmad (45 tahun) Lurah Kalaan. "Musnah dimakan api musim
kemarau".
Menurut pengamatan Ahmad "penduduk bisa menanamnya, tapi urusan
memeliharanya tak bisa diharapkan". Maklum mereka sering
meninggalkan desa untuk mendulang atau "manggasar" emas/intan di
luar desa.
Diinpreskan
Sama dengan lurah Kalaan adalah ir Ahmed Bey Suhanda eks
pimpinan proyek penghijauan Kalsel menunjuk gara-gara api hantu
kemarau menyirnakan usaha reboisasinya. Menurutnya di tahun 1974
ia pernah mengalami langsung memadamkan kebakaran areal
reboisasi di Riam Kanan yang menjadi tanggung jawabnya ketika
itu. "Wah sulit sekali memadamkannya. Maklum di padang terbuka,
angin bertiup dari segenap jurusan. Kita sendiri ketika itu
hampir terkepung api", katanya. Tahun 1976 kemarin juga dilahap
api kemarau. Hingga di situ tugas ir. Suhanda berakhir. Sebab
"mulai tahun anggaran 1976/77 diinpreskan", ujarnya. "Di bawah
tanggungjawab Bupati Kabupaten Banjar". Namun agaknya hasilnya
pun belum secerah yang diharapkan.
Nasib bukit-bukit di seputar Riam Kanan dewasa ini agaknya
memang perlu diperhatikan sungguh-sungguh. Lampu kuning telah
mengisyaratkan, agar bendungan ini kudu segera diselamatkan dari
ancaman pendangkalan atau pencemaran. Tak lain dengan
menghijaukan bukit-bukit di sana segera. Sementara kelestarian
hutan di hulunya harus dijaga pula dari pembabatan liar. Sebab
selama orang-orang di bukit itu masih mengandalkan isi perutnya
pada ladang selama itu pula pembabatan hutan sulit dicegah.
Mungkin menyadari kenyataan ini, kebijaksanaan mengadakan proyek
pemukiman kembali orang-orang bukit di sana mulai djalankan
secara bertahap. Dikabarkan tahap pertama pemukiman kembali 300
KK dengan biaya selurulmya Rp 155 juta. Adakah usaha pemukiman
ini tidak mengalami kegagalan serupa penghijauan di seputar
bukit itu, agaknya terlalu pagi untuk menduga-duga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini