Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sampah Ditolak, Warga Ditembak

Polisi menembaki warga Bojong yang menolak desanya dijadikan tempat pembuangan sampah. Brimob datang tanpa komando atasan?

29 November 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana mencekam masih terasa hingga ke sudut-sudut Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Bogor, Jumat pekan lalu. Warga menatap curiga tiap pendatang ke desa yang terletak sekitar 30 kilometer dari Bogor itu. Di sekitar desa mulai lengang. Tak ada lagi sejumlah pria atau kerumunan anak muda yang biasa meriung di pintu masuk desa. "Sejak kejadian kemarin, banyak yang pergi. Suami saya juga sudah beberapa hari ini menghilang, saya tidak tahu di mana dia," kata Minah, 28 tahun, warga Bojong. Kamis pekan lalu, bersama sejumlah warga Desa Bojong, Minah ke Markas Polres Bogor, menjenguk 19 warga Desa Bojong yang ditahan di sana. Tapi, suaminya tak ada di situ.

Kesembilan belas warga Bojong itu diperiksa aparat lantaran terkait dengan peristiwa yang terjadi Senin siang pekan lalu di desa mereka. Polisi menuduh merekalah penghasut sekitar 2.000 warga Klapanunggal yang membakar fasilitas tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) milik PT Wira Guna Sejahtera. Aksi kerusuhan itu berakhir dengan kekerasan. Aparat membubarkan masa dengan melepaskan tembakan peluru tajam. Akibatnya, lima penduduk roboh.

Itu saja belum cukup. Polisi kemudian merazia semua rumah. Sejumlah pria diseret keluar. Razia juga menyebabkan sejumlah pintu dan jendela rumah rusak. "Saya ditampar polisi karena melarang mereka masuk. Mereka tidak percaya ketika saya bilang suami saya tidak ada di rumah," ujar Anih, 28 tahun, lirih, kepada Tempo.

Akibat kerusuhan itu, enam mobil dan sejumlah bangunan milik PT Wira, termasuk pos keamanan dan asrama karyawan, ludes terbakar. Sejumlah komputer dan alat pengolah sampah juga rusak berat. "Kerugian sekitar Rp 8 miliar. Mungkin ada yang senang melihat tempat kami hancur," ujar Direktur PT Wira, Sofyan Hadi Wijaya. Sementara itu, lima warga yang tertembak kini dirawat di RS Polisi Kramat Jati, Jakarta. "Saya khilaf, tidak tahu kalau akan terjadi perusakan. Tapi, saya tetap tak setuju desa saya dijadikan tempat pembuangan sampah," kata Rizal Fauzi, 20 tahun, warga Bojong yang kakinya ditembus peluru.

Inilah kerusuhan paling brutal di Desa Bojong sejak warga di sana menolak wilayah mereka menjadi lokasi pembuangan sampah pada 2001. Pada Desember 2001, Bupati Bogor, Agus Utara Effendi, memang mengizinkan 20 hektare lahan di desa itu dijadikan proyek TPST oleh PT Wira. Perusahaan ini mendapat order dari Pemerintah Provinsi DKI untuk memusnahkan sampah warga Jakarta.

Untuk setiap ton sampah yang diolah di TPST Bojong, Pemda DKI membayar Rp 52.500 ke PT Wira. Setiap hari, menurut perjanjian, TPST Bojong akan memusnahkan 2.000 ton sampah Jakarta. Adapun untuk Pemda Bogor, selain memetik pajak retribusi Rp 1 miliar per tahun, mereka boleh membuang gratis 500 ton sampah per hari ke TPST ini.

Tapi, warga Desa Bojong menolak keberadaan proyek itu. Penolakan serupa muncul dari tiga desa lainnya, Desa Ciuncal, Setusai, Mampir, dan Cikahuripan. Sejak itu, aksi unjuk rasa marak. Pada Agustus 2003, misalnya, warga membentangkan spanduk bertanda tangan darah sepanjang satu kilometer di pintu masuk Desa Bojong. Pada Oktober 2004, ratusan warga memblokade jalan masuk Desa dan melempari bangunan milik PT Wira saat perusahaan itu akan melakukan uji coba pengoperasian mesin pengolah sampah. Uji coba itu akhirnya gagal.

Senin pekan lalu, uji coba akan diulang. Polres Bogor sudah meminta agar uji coba ditunda, namun PT Wira menolak. Sekitar 18 polisi termasuk delapan anggota Brimob pun dikerahkan untuk mengamankan. Warga kemudian memblokade jalan masuk ke lokasi TPST dengan beragam benda: balok kayu, batang pohon, drum-drum. Dan Senin pekan lalu, begitu mendengar kabar truk-truk sampah akan datang, unjuk rasa meledak. Warga mengamuk, mendobrak pintu gerbang, mengejar dan melempari aparat dengan batu dan bom molotov. Warga baru menyingkir setelah sekitar seratus anggota Brimob dan pasukan Dalmas (pengendali massa) datang.

Kekerasan oleh aparat inilah yang menuai kecaman. Apalagi, terbukti aparat menggunakan peluru tajam. Sebanyak 16 anggota kepolisian, termasuk delapan Brimob, ditahan. Jumat pekan lalu, Polwil Bogor mulai menyidangkan enam polisi yang dituduh menembak warga. Sehari sebelumnya, kedelapan anggota Brimob itu diperiksa secara tertutup di Polres Bogor. Anggota pasukan elite polisi itu ditengarai berada di sana tanpa izin atasan. "Kalau benar mereka di sana tanpa izin, mereka akan dipecat," ujar Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Edi Darnaedi. Edi memerintahkan kegiatan di TPST Bojong dihentikan.

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso juga setuju pengoperasian pengolahan sampah itu dihentikan dulu. "Biar polisi punya kesempatan mengusut pelaku anarkis itu," ujarnya. Menurut Sutiyoso, pihaknya tak akan menghentikan proyek ini. "Soal sampah ini juga bukan hanya tanggung jawab Pemda DKI, tapi juga daerah penyangga Ibu Kota. Ini masalah nasional," ujar Sutiyoso.

Namun, anggota DPRD DKI Jakarta, Muhayar, tak sependapat. Menurut dia, jika terus menimbulkan masalah, lebih baik perjanjian Pemda DKI dan PT Wira diputuskan saja. "Penghentian ini toh tidak merugikan Pemda DKI," ujarnya. Suara yang meminta proyek ini dihentikan muncul pula dari DPRD Kabupaten Bogor. "Kami minta Pemkab Bogor mengevaluasi secara lengkap, apakah proyek ini ditutup atau dipindahkan ke tempat lain. Yang jelas, sejak awal, warga Bojong sudah menolak proyek itu," kata Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rachmat Yasin.

L.R. Baskoro dan Deffan Purnama (Bogor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus