Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiba-tiba sopir taksi itu menghentikan kendaraannya. Dengan cepat ia turun dan membuka pintu belakang, lalu duduk di samping saya sambil mengacungkan belati. Saya memohon padanya agar tidak membunuh saya, lalu saya tawarkan barang berharga yang saya bawa. Ia segera merebut dompet dan menguras isinya. Ia lalu menarik saya keluar mobil. Saya baru menyadari bahwa saya berada di dekat sawah. Suasana sepi sekali....?
?... Lelaki itu lalu mendorong saya hingga jatuh. Dia mulai menciumi saya, kemudian kesetanan. Terjadilah peristiwa itu. Saya menangis. Tapi dia malah menampari wajah saya dan mengancam akan membunuh saya....?
Kisah itu bukan penggalan dari novel murahan. Pengakuan tersebut meluncur dari mulut seorang perempuan asal Indonesia yang mengajukan permohonan suaka politik ke Amerika Serikat. ?Dia mengaku diperkosa di Jakarta karena keturunan Cina,? kata Dean McDonald, agen spesial dari Biro Imigrasi dan Bea Cukai Kepabeanan di Virginia, Amerika Serikat.
Semula pemerintah Amerika Serikat percaya begitu saja, dan ia pun diberi suaka politik. Sebanyak 13 perempuan lain yang memiliki kisah serupa pun mengajukan suaka pada 31 Oktober 2000 hingga 6 Januari 2002. Semuanya dikabulkan. Namun belakangan pihak keimigrasian curiga. Bukan hanya ada pola cerita yang mirip, terdapat pula kesamaan alamat dan asal pemohon suaka, dan kesamaan kantor pengajuan permohonan. Selain itu, ujar McDonald, ?Kami juga menemukan berbagai kasus pemalsuan dokumen imigrasi.?
Sesudah menyelidiki selama dua tahun, akhirnya pada Senin, 22 November lalu, satuan tugas rahasia pemerintah Amerika Serikat menggelar penggerebekan bersandi Operation Jakarta. Sejumlah anggota sindikat pemalsu dokumen suaka digerebek serentak di lebih dari 10 negara bagian di Amerika Serikat.
Hasilnya? Dari 26 orang tersangka yang diincar, 16 orang tertangkap, lalu diangkut ke pusat penahanan dewasa di Fairfax, Virginia, sebuah penjara berlantai delapan dengan kapasitas 45 ribu tahanan, untuk menunggu proses hukum dan vonis hakim. ?Pemimpin sindikatnya adalah Hans Gouw, 53 tahun, warga negara Indonesia yang dikabulkan permohonan suakanya pada 1999,? kata jaksa penuntut wilayah Virginia, Paul J. McNulty, yang menangani kasus ini.
Sebagian besar pelaku memang berasal dari Indonesia. Dari 26 tersangka, 23 di antaranya WNI, sisanya dua orang warga negara Amerika Serikat dan seorang warga Australia. Saat ini, tiga tersangka telah menjadi tahanan luar dan wajib lapor dengan uang jaminan US$ 50 ribu (sekitar Rp 450 juta) per orang. Namun, 10 orang kaki tangan Hans Gouw masih dalam pengejaran. Para buron diperkirakan berada di luar Virginia.
Semua tersangka dikenai tuduhan sama: memalsukan dokumen suaka dan berkonspirasi dalam pemalsuan dokumen. ?Saya sudah menyiapkan tuntutan setebal 198 halaman untuk diajukan ke Pengadilan Distrik Alexandria, Virginia, pekan ini juga,? kata McNulty. Uniknya, dari 26 orang tersangka itu, 11 orang telah mendapatkan suaka politik di Amerika Serikat.
Menurut McNulty, komplotan ini menjalankan usaha gelap mereka dengan mendirikan empat perusahaan di bagian utara Virginia. Tiga perusahaan berada di wilayah Fairfax County, dan satu lagi di Prince William County. Empat perusahaan itu adalah Komunitas Cina Indonesia Amerika di Fairfax Station, Pusat Penempatan Asia-Amerika di Springfield, Kumala Nusantara di Burke, dan Pu-sat Komunitas Cina Indonesia Pribumi di Manassas.
Umumnya perusahaan-perusahaan itu membantu menyiapkan dokumen untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), surat izin belajar mengemudi, dan kartu tanda penduduk dari Negara Bagian Virginia. Mereka pun menarik minat klien dengan memasang iklan di Indonesian Journal dan Indonesian Media, dua majalah komunitas Indonesia yang terbit di California. Klien mereka berasal dari berbagai tempat, termasuk Hawaii, serta melibatkan imigran di 18 negara bagian di Amerika.
Awalnya, keempat perusahaan itu hanya membantu menyediakan dokumen palsu untuk mengurus SIM dan KTP. Lama-lama, dengan memalsukan izin kerja dan nomor jaminan sosial, mereka juga melayani pengurusan suaka politik.
Mereka menyiapkan skenario pengakuan bohong seperti diperkosa atau dianiaya dalam kerusuhan etnis dan agama. Kebetulan, pada Mei 1998, di Jakarta pernah terjadi huru-hara. Hanya, yang mencurigakan, kata Jaksa McNulty, ?Cerita tentang penyiksaan itu sangat seragam. Para pelamar menghafalkan kata demi kata secara persis seperti yang diajarkan.? Mereka juga diajari menangis dan memohon secara emosional untuk mengundang simpati petugas.
Seorang WNI asal Medan, sebut saja Lily Lukman, bercerita tentang proses pengajuan suakanya. Ia dan suaminya datang ke Amerika pada 1998 dengan visa turis. Setelah visa habis, mereka tetap tinggal di sana dengan status ilegal. Saat itulah mereka bertemu Gouw dan ditawari untuk melamar suaka dengan ongkos US$ 2.000 (sekitar Rp 18 juta). Dia pun dilatih berbohong kepada petugas imigrasi. ?Kepada petugas saya cerita bahwa saya WNI keturunan Cina, beragama Kristen dan hidup saya di Indonesia terancam. Saya katakan rumah saya sudah ditandai untuk dibakar,? katanya.
Belakangan, masalah mulai timbul ketika beberapa pengaduan mulai berdatangan ke imigrasi. Sejumlah warga Indonesia yang gagal mendapatkan suaka mengadukan sepak terjang Hans Gouw ke kantor imigrasi dan mempertanyakan kekristenan para pemohon karena menyalahgunakan dokumen surat baptis. Mereka juga keberatan dengan sebutan Cina Indonesia yang biasa dipakai Hans. Aparat pun menginterogasi beberapa orang yang memiliki dokumen palsu itu.
Protes itulah yang membuat sindikat Hans Gouw terbongkar. Akhirnya, Hans dan istrinya, Isnayanti Gouw, 35 tahun, diangkut petugas bersama lebih dari 10 peti dokumen berikut komputer dari rumahnya. Saudara-saudara perempuan Hans, yakni Jenny Gandasaputra, 51 tahun, dan suaminya, Herman Tanudjaja (59), Megawati Gandasaputra (46) dan suaminya, Michael Wright (43), serta seorang pengacara berkebangsaan Amerika, juga diciduk di rumah masing-masing.
Para tersangka ini dibidik beberapa pasal US Code (kodifikasi hukum Amerika Serikat). Pertama, seksi 1546, tentang pemalsuan Imigrasi, dengan ancaman hukuman penjara dan deportasi. Kedua, seksi 371, tentang konspirasi pemalsuan dokumen suaka politik. Mereka yang terlibat kejahatan ini diancam hukuman lima tahun penjara dan dideportasi.
Orang-orang yang menjadi klien sindikat Hans Gouw pun tak bisa lenggang kangkung. Mereka juga bisa terjerat pasal yang sama. Apalagi pihak imigrasi sudah berjanji mengkaji ulang klien yang sudah mendapatkan suaka. ?Kalau mereka terbukti terlibat dalam pemalsuan imigrasi, suaka mereka bisa dicabut, dipenjara, dan dideportasi,? kata pengacara Imigrasi asal Indonesia, Lia Suntoso, kepada Tempo.
Duta Besar RI di Washington, Soemadi D.M. Brotodiningrat, mengaku diuntungkan dengan terungkapnya jaringan sindikat pemalsu dokumen itu. Sebab, selain korbannya warga Indonesia, praktek sindikat itu telah mencemarkan nama baik Indonesia dengan membuat cerita bohong saat meminta suaka. ?Sebenarnya kami sudah lama meminta pemerintah Amerika untuk tidak langsung percaya terhadap permintaan suaka seperti itu,? ujarnya.
Akibat ulah sindikat Hans, McNulty memperkirakan ada 1.900 SIM berdokumen palsu yang beredar. Hans pun mengakui telah membantu mengajukan lebih dari 3.000 aplikasi suaka warga Indonesia di Amerika. Menurut seorang sumber Tempo di FBI, jika kepalsuan dokumen yang dibuat komplotan itu dapat dibuktikan, bisa jadi status suaka yang sudah diberikan akan dicabut dan dibatalkan.
Jika hal itu yang terjadi, diperkirakan akan terjadi deportasi besar-besaran ke Indonesia. Apalagi tak lama lagi aparat akan menggelar operasi gelombang kedua. Operasi ini untuk menjerat para pelaku yang masih buron dan para klien sindikat Hans.
Karena itulah, kini Lily sangat cemas. Saat ini lamaran suakanya masih dalam proses. Tapi anehnya dia sudah mendapatkan paspor Amerika. Ketika keaslian paspornya ditanyakan kepada Hans Gouw, lelaki itu hanya menyarankan agar dia tidak pulang ke Indonesia karena akan sulit balik lagi ke Amerika. Setelah sindikat Hans terbongkar, ia tak tahu lagi harus berbuat apa. ?Saya pasrah saja. Kalau harus dideportasi, ya saya terima,? ujarnya.
Hanibal W.Y. Wijayanta, Vicky Sidjabat, dan Supriyono (Amerika Serikat)
Layanan Suaka ala Hans Gouw
Selama ini komplotan Hans Gouw menjalankan usaha tercela mereka lewat empat perusahaan broker imigrasi, yakni Chinese Indonesian American Society (CIAS), Asian American Placement Services, Kumala Nusantara Chinese Indonesian Pribumi Community Service, dan Petra International. Selain membantu pengurusan SIM dan KTP, mereka juga menyediakan layanan bagi para pencari suaka.
Chinese Indonesian American Society (CIAS) Lembaga ini beralamat di 6155 Pohick Station Drive, Fairfax Station, Virginia, tempat Hans and Isnayanti Gouw tinggal. Dalam catatan Komisi Perusahaan Negara Bagian Virginia, CIAS didirikan di Virginia pada 13 Desember 2000. Hans Gouw yang menjadi direkturnya. Lelaki kelahiran Indonesia 12 Maret 1951 ini mendapatkan suaka pada 22 Juli 1999. Dia tengah menanti status penduduk permanen sebelum akhirnya ditangkap.
Sejak September 2000, CIAS mengiklankan layanannya di dua majalah komunitas Indonesia, Indonesian Journal di Fontana, dan Indonesia Media di Glendora, California. Di situ disebutkan lembaga ini siap membantu anggotanya mendapat KTP, SIM, kartu jaminan sosial, perpanjangan visa, green card, izin kerja, suaka, dan bahkan menjadi warga negara Amerika Serikat. Para peminat dipersilakan menelepon perwakilan CIAS tertentu, di antaranya ?Jenny? (Gandasaputra), perwakilan Pantai Timur, ?Gita? (Brigitta Parera), Hanny Kembuan, Lestari Nugroho (perwakilan Pantai Barat), Herlina Suherman (perwakilan Mid West), ?Willy? (Irsan), dan Raymond Marschall (direktur keanggotaan).
Chinese Indonesian Pribumi Community Service Dikenal juga dengan nama Indonesian Community Service, beralamat di 7800 Delano Court, Manassas, Virginia, rumah Silvy Karageorge. CIPCS adalah afiliasi sebuah firma hukum di Falls Church, Virginia. CIPCS dimiliki dan dikelola Karageorge dan didedikasikan untuk membantu proses imigrasi para imigran dari Indonesia. Perusahaan yang tak tercatat di Komisi Perusahaan ini mulai beriklan di Indonesia Journal pada Oktober 2000.
Asian American Placement Services Perusahaan jasa imigrasi ini beralamat di 6551 Loisdale Court, Suite 115, Springfield, Virginia. Sebelumnya, pada Juli 2001-Juni 2003, AAPS beralamat di 6003 Captain Marr Court, Fairfax Station, Virginia, rumah Megawaty Gandasaputra dan Michael Wright, pemilik dan pengelola AAPS. Perusahaan ini tak tercatat di Komisi Perusahaan.
Kumala Nusantara Dikenal sebagai K-Nusantara Service, Inc., beralamat di rumah Nany Kumala, 6308 Torrence Street, Burke, Virginia. Pada Agustus 2002 hingga Agustus 2003, KN beralamat di 10079 Chestnut Wood Lane, Burke, Virginia. CIAS pernah berkantor di tempat ini pada tahun 2000. KN dimiliki dan dikelola Nany Kumala.
Petra International Beralamat di 5506 Great Tree Court, Fairfax, Virginia, rumah Jenny Gandasaputra dan Herman Tanudjaja. Perusahaan ini bergerak di bidang ekspor-impor. Dalam catatan Komisi Perusahaan, Gandasaputra mendirikan PI di Virginia pada 17 September 1998, dan beralamat di 10702 Oakenshaw Court, Burke, Virginia. Pada 31 Januari 2000, PI tak mampu membayar pajak tahun 1999 sehingga ditutup. Gandasaputra tak memperbarui izin usahanya, tapi menurut aplikasi PI di Departemen Tenaga Kerja, Joandi C. Gani (19 tahun), anak lelakinya, adalah direktur manajemen PI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo