Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Sarji Memakai Jas

Lokasi transmigrasi Sinunukan I, tanahnya tandus, banyak hama tanaman dan bukit-bukit, salah seorang dari transmigrannya terpilih sebagai transmigran teladan (Sarji). (ds)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGENAKAN jas, lengkap dengan peci, Sarji hadir di Istana Merdeka, pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus lalu. Karena itu setelah kembali ke desanya, lokasi transmigrasi Sinunukan I, Kecamatan Natal, Tapanuli Selatan (Sum-Ut), istrinya terheran-heran. "Dari mana dapat pakaian sebagus itu," tanyanya. Menurut Trimurni, istri Sarji, ketika berangkat ke Jakarta suaminya hanya membawa tiga celana dan empat kemeja. Itu pun pakaian lama yang ia bawa beberapa bulan lalu dari desa asalnya, Kalinanas, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali (Jawa Tengah). Sarji adalah salah seorang dari beberapa transmigran teladan tahun ini. Sebab itu, seperti halnya "teladan-teladan" yang lain, ia telah didandani agar tampak pantas hadir pada HUT RI ke36 tadi. Ia terpilih sebagai transmigran teladan antara lain karena ia mempelopori pembuatan tempe yang kemudian diikuti transmigran-transmigran yang lain. Dua hari sebelum hadir di Istana Merdeka, bersama 17 transmigran teladan dari berbagai daerah, Sarji duduk gelisah di hadapan Menteri Harun Zain di Dep. Nakertrans. Rekan-rekannya bercerita tentang kehidupan yang serba menyenangkan di lokasi transmigrasi masing-masing Tapi ketika sampai pada giliran Sarji harus bercerita di hadapan Menteri, ternyata ia punya cerita yang lain. Babi Lokasi transmigrasi Sinunukan menurut Sarji sungguh tidak menguntungkan. Tanahnya tandus karena lapisan humus di atasnya sudah tergusur oleh buldoser. PT Albaraya yang menggusurnya tak mau dipersalahkan, "sebab kami terpaksa tergesa-gesa bekerja dikejar oleh Depnakertrans," ujar salah seorang petugasnya seperti dikutip Sarji. Sejak diresmikan tahun lalu, sampai sekarang tanah pertanian di sana enggan menerima tanaman apa pun. Segala jenis palawija memang tumbuh, tapi tak berbuah. "Tanah di Sinunukan berbukit-bukit kecil. Dan sebenarnya hanya cocok untuk tanaman keras. Misalnya kelapa, kopi, cengkih dan semacamnya," ujar seorang petugas PPL (penyuluh pertanian lapangan) di sana, Suparman Raharjo. Meski begitu, dengan pemupukan yang baik, areal pertanian di sana sesungguhnya bisa menghasilkan. Cuma sayang, pupuk itu pun selalu datang terlambat. Hal ini tak lain karena letak lokasi transmigrasi itu sangat terpencil, lagi pula jalan menuju ke sana sangat sulit. Berada di tengah-tengah hutan belantara, di musim penghujan jalan ke sana bagaikan kubangan kerbau dengan lumpur setinggi lutut. Lagi pula harus melewati ladang-ladang, belukar dan hutan karet serta menyeberangi beberapa sungai. PT Pusri pernah mengirim pupuk urea dan TSP. Pupuk tersebut terpaksa dibongkar di Desa Pulau Padang yang jaraknya 16 km dari Sinunukan. Sebab truk yang membawanya tak mungkin melewati titian gantung di desa tersebut." Dan untuk mengangkutnya terus ke Sinunukan pun, celakanya, tak ada kendaraan beroda empat," tambah Suparman. Pernah pula PT Cipta Niaga mengirim pupuk alam ke sana. Juga terlambat berbulan-bulan. Soalnya, perusahaan tersebut mula-mula menyerahkan pengirimannya kepada sebuah perusahaan di Medan. Ketika diketahui perusahaan ini terlibat pemalsuan pupuk alam di Sitiung, haknya sebagai sub-kontraktor pengadaan pupuk pun dicabut. Pengiriman pupuk alam itu pun terlambat. Akhirnya para transmigran terpaksa bertanam di ladang tanpa pupuk sama sekali selama dua kali masa tanam. Keresahan para transmigran Sinunukan belum usai sampai di situ. Mereka juga harus menghadapi berbagai macam hama tanaman. Ada babi hutan, tikus, walang sangit, kepik, burung pipit. Semuanya beramai-ramai mengganyang palawija atau sayuran. "Hama-hama tanaman itu berkembang biak dengan subur, seolah-olah mengalahkan obat anti-hama yang disemprotkan," ujar Wakil Kepala Unit Pemukiman di sana, Aman. Akibatnya hasil bumi itu hanya cukup untuk kebutuhan sendiri. Lebih celaka lagi, 500 kk transmigran di Sinunukan itu kini lagi menunggu saat-saat yang mencemaskan. Sebab jatah beras, minyak tanah, sabun dan ikan asin sejak Juni lalu sudah berakhir. Artinya mereka tidak lagi mendapat pembagian barang-barang keperluan itu secara gratis. "Karena itu saya sekeluarga sudah mulai makan gaplek," kata Karyorejo. transmigran asal Ponorogo, Jawa Timur "Kalau dalam masa tanam mendatang ini pupuk datang terlambat lagi, tanaman padi pasti mati semua," tambahnya. Nasib transmigran lainnya, sejumlah 500 kk, yang tiba dari Jawa pada April lalu di Sinunukan II (3 km dari Sinunukan I), sama saja. "Di sini pun tanahnya tandus, karena humusnya telanjur dibuldoser," kata Mantri Tani Kecamatan Natal, Hifni Tanjung. "Dan karena tanah di sini pun berbukit-bukit kecil, sulit pula mengadakan irigasi," tambahnya. Kalaupun dibantu dengan pemupukan, menurut Hifni percuma saja. "Itu kan sama saja dengan manusia yang makan vitamin tapi tidak makan nasi," katanya sambil tertawa. Agaknya Sinunukan yang te lanjur tandus itu juga sempat memberi rezeki kepada transmigran dengan cara lain. Di beberapa ladang yang tanahnya berbatu-batu dan berpasir, mendadak para transmigran menemukan emas. Mereka pun beramai-ramai mendulang. Yang sebelumnya tak pernah jadi pendulang, untuk belajar mengayak emas itu hanya dibutuhkan waktu sehari. Tempat-tempat seperti itu, baik di Sinunukan I maupun II, ada kira-kira 100 buah. Rata-rata 2 sampai 3 km dari tempat pemukiman transmigran, ujar Karna, transmigran dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Daripada menjual ubi Rp 50 sekilo, kini banyak transmigran mendulang emas. Hasilnya, kalau beruntung, bisa sampai Rp 7.500 seminggu. Ada yang seharian mendulang berkubang di lumpur, berhasil menjual emasnya dengan harga Rp 200.000. Penyakit Kelamin Pekerjaan seperti itu bagi Karna terasa lucu. Di kampung asalnya dulu ia bertani menjual ubi atau beras, baru membeli emas. "Sekarang mencari emas dulu baru membeli beras," katanya sambil tertawa keras. Di Tasikmalaya ia dulu memikul ubi berkarung-karung, hasilnya paling tinggi cuma Rp 4.000. "Sekarang ke pasar dengan pakaian lusuh, saya mengantungi emas," tambahnya. Karena itu tidak sedikit transmigran yang berusaha mencari penghasilan di luar lokasi transmigrasi. Terutama menjelang Lebaran yang lalu. Misalnya ke Sungai Natal, 5 km dari Sinunukan, untuk mendulang emas. Penduduk asli disana sejak lama memang mendulang emas. Tapi ada saja yang menuduh para transmigran itu melarikan diri dari lokasi mereka. "Padahal pekerjaan itu sudah seizin Pak Aman, Wakil Kepala Unit Pemukiman Sinunukan," ujar salah seorang transmigran. Itu tak berarti memang tidak ada transmigran yang melarikan diri, karena tak betah. Jumlahnya, menurut sebuah sumber, meliputi 40 kk, berasal dari bermacam-macam daerah. Menurut Lismaini, transmigran lokal asal Panyabungan, Tapanuli Selatan yang jadi guru agama honorer di SD Inpres Sinunukan 1, yang melarikan diri itu kebanyakan bekas gelandangan atau pelacur. "Banyak di antara mereka yang mengaku dikawinkan secara massal di Jakarta, kemudian merasa kecewa atau tidak serasi dengan pasangannya," cerita Lismaini. Cerita itu dikuatkan oleh Camat Natal, Syahril BA. "Saya pernah melihat ada eks pelacur itu yang mencari mangsa di luar lokasi transmigrasi di malam hari," katanya. Dan setelah ongkos terkumpul, mereka pun minggat. Cerita itu jadi lebih kuat ketika dokter Puskesmas Natal pernah melarang sembilan pasang transmigran yang baru tiba di sana berkumpul sebagai suami-istri. "Dari pemeriksaan secara medis, mereka itu mengidap penyakit kelamin," kata Syahril.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus