JARUM jam menunjuk angka 12.20. Empat lelaki perlente melangkah masuk CJ bank Sabah Finance di Jalan Tuanku Abdul Rahman, Kuala Lumpur. Tak ada nasabah selain mereka, Jumat siang pekan lalu. Mereka langsung ke bagian pinjaman, membuka tas Echolac-nya, dan tiba-tiba menodongkan Revolver-32. "Jangan cobacoba bergerak, ini perampokan," bentak si pembawa pistol. Amat tenang perampokan terjadi. Tiga orang lainnya menghunus pisau. Si penodong berpistol lalu melangkah ke meja manajer bank, Loong Fou Chin, menyuruh membuka peti besi. Loong gugup, hingga tak bisa melakukan itu. Ia memanggil asistennya, Raja Hadayadin, agar membantu. Namun, brankas tak kunjung terbuka. Lalu . . . dorrr! Raja pun rebah, mengerang sakit. Darah mengucur dari bahunya. Dua belas karyawan bank dan seorang petugas satpam digiring ke sebuah ruang. Dikunci. Dompet-dompet dirampas, seluruh laci digeledah. Uang sebanyak 46.930 dolar Malaysia mereka gasak. Dan setelah tak ada yang diharap lagi, empat perampok itu berjalan santai keluar, seolah tak ada kejadian apa-apa, lewat pintu depan. Namun, apa lacur! Seregu polisi berpakaian preman ternyata sudah menunggu di luar, menodongkan pistol, dan menyuruh mereka menjatuhkan senjata. Bukannya menyerah, mereka malah menghunus pisau dan pistol. Berondongan peluru pun diarahkan pada mereka. Tiga perampok terkapar - dua orang tewas seketika, seorang lagi mati saat diangkut ke rumah sakit. Sedang seorang lainnya lolos, menyehnap d kerumunan massa yang menyaksikan operasi itu. Polisi menyita sepucuk pistol dengan dua peluru, 12 dompet, dan uang tunai 28.529 dolar Malaysia. Menurut Datuk Amran Ibrahim, Kepala Polisi Bandaraya, pihaknya tahu adanya perampokan setelah ada saksi mata yang menelepon. ASP (Kapten) V. Ravindra Kumar dan anggotanya yang berpatroli sekitar daerah itu segera dikontak lewat walkietalkie. Mereka termasuk tim khusus yang bertugas meronda, setelah terjadi perampokan 220 ribu dolar Malaysia di Lee Wah Bank, Rabu pekan lalu. Orang Indonesiakah mereka? Ada berita begitu, namun belum ada kepastian. Pihak KBRI di Kuala Lumpur juga belum tahu apakah perampok itu orang Indonesia atau bukan. "Tidak ada dokumen yang bisa membuktikan status mereka," kata Otto Sidharta, Kepala Bidang Konsuler KBRI Kuala Lumpur. Nama mereka tak terdapat dalam catatan imigrasi KBRI. Otto juga telah mengecek permukiman orang-orang Indonesia di Kuala Lumpur. Sejauh ini, belum ada informasi penting yang diperolehnya. "Hanya kartu identitas (IC) merah yang kami temukan. Tak ada paspor," kata Datuk Amran Ibrahim. IC merah berarti warga negara asing yang mukim di Malaysia. Masing-masing atas nama Notamas Jemal (22 tahun) Salihin Haji Ali (27 tahun), dan Abdul Maiek Mohd Ali (29 tahun). Alamat mereka hingga kini masih rahasia polisi. Memang belum terbukti, tapi kejadian itu kian mencoreng nama baik orang Indonesia di sana. Dalam catatan Deputi Dalam Negeri, Datuk Megat Junid, dalam jangka waktu tiga tahun terakhir, 9.740 orang ditahan lantaran kejahatan merampok di negeri itu. Sekitar 1,8 persen adalah orang Indonesia. Menurut sejumlah pedagang Indonesia di kawasan Chow Kit - tempat perampokan itu terjadi - sejumlah pemuda Indonesia yang tergabung dalam kelompok "Sumbawa Gang" masuk daftar hitam polisi. Anggota gang itu digambarkan selalu perlente, berselera tinggi, namun tanpa kerja tetap. Mereka umumnya bekas pelaut, bekerja di kebun-kebun sawit, namun tak tahan bekerja keras, lalu kembali dan bertualang di kota. Merampok dengan menembak tak segan mereka lakukan. Sedang menurut polisi, gang ini bertanggung jawab atas perampokan bersenjata api pada bank dan toko emas tahun 1984-85. Apakah perampokan pekan lalu itu kerja mereka lagi? Zaim Uchrowi dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini