DALAM perjalanan mendampingi Presiden Soeharto, Menlu Ali Alatas paling sibuk menghadapi wartawan. Pertanyaan mereka -apalagi wartawan asing -- bukan sekitar kunjungan presiden, tapi peristiwa Dili. Ali Alatas memang orang yang paling tahu soal Timor Timur. Sudah bertahun ia bergelut dengan persoalan itu, sejak menjadi Dubes RI di PBB dulu. Karena peristiwa Dili, tugas untuk memimpin delegasi Indonesia ke KTT Menlu OKI di Senegal, pekan ini, dia serahkan kepada Menteri Agama Munawir Sjadzali. "Karena Pak Alatas harus terus mendampingi Pak Harto," kata sebuah sumber di Departemen Agama. Ketika terbang di atas Samudera Atlantik, dalam perjalanan dari Caracas ke Las Palmas Spanyol, Sabtu sore lalu, Menteri Ali Alatas memberikan wawancara khusus kepada wartawan TEMPO A. Margana. Berikut petikan wawancara itu. Peristiwa Dili mengundang reaksi keras dari berbagai negara. Mengapa? Terjadinya peristiwa itu tepat di tengah makin memuncaknya perhatian dunia terhadap hak asasi manusia dan sebagainya. Apakah bukan terutama disebabkan pemberitaan pers luar negeri? Insiden itu tidak pula terlepas dari unsur provokasi dari pihak lain. Saya tak mau menyamaratakan semua pers. Tapi ada unsur-unsur tertentu baik di kalangan pers maupun NGO tertentu -dan Portugal jelas sekali -yang telah mencoba memanfaatkan kejadian ini untuk tujuan-tujuan politisnya, untuk memojokkan Indonesia. Dengan peristiwa ini, kita mengalami setback, terutama dalam usaha menghapus Tim-Tim dari agenda PBB. Jelas merupakan setback kalau diingat, dari tahun ke tahun, kita telah mencoba menyelesaikan masalah ini di luar negeri. Apakah kita terpaksa mulai dari awal lagi dalam usaha menghapus masalah Tim-Tim dari agenda PBB? Tentu saja saya harapkan tidak. Namun, kita harus mengakui bahwa itu akan banyak tergantung dari penanganan masalah ini, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tergantung bagaimana kita menyampaikannya pada dunia luar sebagai penjelasan rinci dan credible. Kita telah membentuk komisi penyelidik untuk peristiwa ini. Mengapa dalam peristiwa Tanjungpriok dan Lampung tak dibentuk komisi serupa? Jelas berbeda. Lampung dan Aceh tak dipermasalahkan statusnya di dalam RI. Tim-Tim masih tetap dipermasalahkan statusnya di luar negeri. Di sini letak perbedaannya. Bagaimana kalau ada yang menganggap hasil KPN kurang obyektif? Sebaiknya kita jangan mendahului hasil KPN ini. Komisi ini akan menyelidiki secara tuntas, secara obyektif, dan siapa pun yang ternyata melakukan hal-hal yang melawan hukum nasional kita akan ditindak. Pihak luar negeri saya harapkan menerima hal ini dan mau menahan diri menunggu sampai hasilnya tercapai, daripada menghakimi Indonesia sekarang berdasarkan beritaberita yang belum tentu kebenarannya dan sengaja dibesarbesarkan oleh kelompok atau oknum tertentu. Belanda menyetop bantuannya pada Indonesia. Apa yang menyebabkan Pemerintah Belanda bersikap demikian? Saya menyayangkan bahwa Pemerintah Belanda merasa perlu pada tahap sekarang menyatakan akan menangguhkan pemberian bantuan baru, sambil menunggu hasil penyelidikan KPN. Menurut saya, kiranya lebih baik kalau sikapnya adalah menunggu saja hasil KPN, tanpa mengambil keputusan yang tergesa-gesa. Namun, saya pun telah menyatakan bahwa saya dapat mengerti suasana politik di negara seperti Belanda. Pers, opini publik, itu kuat sekali mempengaruhi parlemennya. Bagaimana peran Pronk sendiri dalam hal ini? Saya kira Pronk adalah anggota Pemerintah Belanda. Beliau bertanggung jawab atas bidang kerja sama ekonomi pembangunan. Jadi, sudah dengan sendirinya beliaulah yang disoroti dalam hal ini. Kalau nanti hasil komisi ternyata tak memuaskan pihak luar dan Belanda tetap saja menyetop bantuan? Dalam hal ini saya tak mau mendahului perkembangan dengan membahas secara hipotetis apa yang akan terjadi, karena saya kira tak akan membantu kalau kita masing-masing mendahului apa yang akan terjadi. Kalau masalah bantuan ini tak segera terselesaikan, bukankah akan menyulitkan kita mengingat awal Januari RAPBN sudah diajukan ke DPR. Yang dapat saya katakan pada saat ini adalah, kita mengharapkan dari negara mitra kerja sama ekonomi kita agar juga ber pikir matang sebelum mengaitkan langsung semua peristiwa di bidang politik keamanan dengan kerja sama ekonomi. Sebab, saya kira kerja sama ekonomi itu punya tujuan-tujuan tersendiri, misalnya, memerangi kemiskinan dan memajukan rakyat. Menghentikan bantuan itu lalu apa dampaknya? Apa bisa mencapai tujuannya? Bagaimana tanggapan Anda dengan surat Uskup Dili Mgr. Belo dan surat KWI? Saya kira nota pastoral yang telah dikeluarkan oleh Uskup Dili itu baik sekali. Karena ia mengutarakan dan menekankan sekali lagi imbauannya agar tempat-tempat ibadah atau kegiatan kerohanian jangan sampai digunakan untuk aksi politik, seperti demonstrasi atau unjuk rasa. Begitu pula pernyataan KWI yang kedua. Dalam pernyataan itu, KWI dalam nada atau isinya sangat konstruktif, yaitu mengatakan "kami telah mendengar banyak hal, yang nampaknya masih ada kesenjangan antara beberapa fakta" dan menyerukan agar komisi benar-benar meneliti yang mana fakta sebenarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini