TAMPAKNYA, semangat untuk menertibkan dan memperbaiki aparat -- yang saat ini melanda Kabinet Pembangunan V -- juga berkibar di Depdagri. Selama tiga setengah bulan menduduki kursi Menteri Dalam Negeri, Rudini terus menggebrak. "Kami sudah merencanakan pergeseran dalam rangka penyegaran. Juga, bekerja sama dengan kejaksaan. Bila cukup bukti kongkret untuk dituntut, oknum aparat agraria yang menyeleweng akan diajukan ke pengadilan." katanya di dengan Komisi II DPR pekan lalu. Menurut Staf Ahli Mendagri Feisal Tamin, dalam enam bulan pertama tahun ini dua kepala direktorat agraria di dua provinsi di Indonesia Timur dimutasikan, empat kepala sub-direktorat dan tiga aparat di bawah kasubdit dicopot. Dua di antaranya, dari Ujungpandang, dalam proses pcmcnksaan untuk diadili. Penertiban merembet pada batas usia maksimal calon gubernur dan bupati, serta masa jabatan mcreka. Untuk gubernur 55 tahun. buDati 50 tahun. "Saya mengemban tugas menyiapkan kader-kader yang berpengalaman untuk lima tahun mendatang. Hingga pada 1993 nanti pimpinan nasional punya lebih banyak pilihan memilih aparatnya." katanya. "Kalau pada usia 58 atau 60 jadi bupati atau gubernur, lima tahun mendatang sudah 63 atau 65. Nah, pada umur itu lantas mau dipakai sebagai apa karena sudah melampaui batas pesiun. Jadinya, kita 'kan rugi waktu dalam kaderisasi," katanya. Meski persyaratan itu tidak mutlak, kaderisasi merupakan prinsip dasar dalam pembinaan aparat. Karena itu, ia melontarkan gagasan, sebaiknya gubernur dan bupati hanya menjabat satu kali. L)asar hukumnya jelas. UU Nomor 5/1974 menyebutkan jabatan itu "pada dasarnya hanya sekali" meskipun "dapat diusulkan kembali". Gagasan itu ia comot dari pedoman ABRI yang hanya boleh menjabat posisi penting selama 3 tahun, paling lama 4 tahun. "Kalau lebih lama, gagasan-gagasannya habis." katanya. Ia lalu memerinci. Tahun pertama pengenalan, tahun kedua perencanaan, tahun ketiga pelaksanaan. Gebrakan itu menimpa Bupati Banyuangi Kol. Ci Soemardi Djoko Wasito, 52 tahun. Masa jabatan pertamanya berakhir 27 Mei lalu, ia tidak direstui menduduki jabatan kedua kalinya. Padahal, semua fraksi DPRD Banyuwangi menjagokannya. Prestasinya pun lumayan, misalnya intensifikasi tambak udang dan perluasan perkebunan panili. Bupati Tanah Pasir, Kal-Tim, Sulaiman Ismail, 48 tahun, juga ketiban gebrakan Rudini. Ia dicopot 11 bulan lebih cepat dari masa jabatan pertama yang berakhir 3 Mei 1989. Kamis pekan lalu, upacara scrahtcrima jabatannya cuma berlangsung 20 menit, dihadiri 30 orang saja. Selanjutnya, Syahrul Efendi Busra ditunjuk sebagai pelaksana tugas bupati. Menurut seorang pejabat teras di Kal-Tim, sebenarnya Sulaiman berhasil membangun daerahnya. Misalnya perkebunan kelapa sawit yang maju pesat, dan meningkatnya APBD yang kini sekitar Rp 4,5 milyar. Padahal, kabupaten ini sebelumnya yang termiskin di Kal-Tim. Alumnus Fakultas Pertanian Unpad itu harus mengikhlaskan jabatannya, setelah DPD Golkar Kabupaten Pasir menarik dukungannya. Dalam SK bertanggal 17 Desember 1986, disebutkan bahwa Sulaiman tidak dapat bekerja sama dengan Golkar. Lantas dibeberkan setumpuk dosanya. Misalnya tidak merestui pembangunan gedung sekretariat DPD Golkar, mengumpulkan dana tapi tidak menyerahkan hasilnya kepada Golkar. Terutama ucapan-ucapannya yang sembrono, misalnya tidak peduli apakah Golkar menang atau kalah dalam Pemilu 1987. "Yang lebih fatal, ucapannya ada yang menghina Presiden Soeharto," kata sebuah sumber. Maka, vonis pun jatuh. B.S.H., Priyono B. Sumbogo (Jakarta), Rizal Effendi (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini