Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sebuah Kabinet Prerogatif

Susunan pengurus pusat PDIP dinilai amat dipengaruhi Taufiq Kiemas. Para penentang Mega terpental.

4 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MADE Wirya bersungut-sungut, tak menyembunyikan kekecewaannya. "Tak satu pun nama yang diusulkan DPD Bali masuk dalam pengurus pusat," kata pengurus DPD PDI Perjuangan Bali itu, pekan lalu. "Kalau begini, jangan lagi buat kegiatan di Bali!" Bagaimana Made tak kecewa: tiga nama kader partai asal Pulau Dewata yang mereka usulkan duduk di DPP PDIP periode 2005-2010 tak terserap ke dalam jajaran pengurus pusat.

Tambahan pula, Made menilai, kontribusi Bali bagi kelanggengan kekuasaan Megawati Soekarnoputri di tubuh partai dinilainya tidak ecek-ecek. Selaku tuan rumah kongres, misalnya, Bali telah mengantarkan Mega lagi ke pucuk tertinggi pimpinan partai. Dalam dua kali pemilu berturut-turut, partai berlambang banteng gemuk itu merajai Bali. Bahkan, dalam pemilu presiden, nama Megawati melambung paling tinggi di sana. "Bali mestinya mendapat perhatian lebih," kata Made Wirya.

Tapi, di Agung Room Hotel Inna Grand Bali Beach, tempat kongres digelar, Kamis malam pekan lalu, perhatian itu tak tepercik setetes pun. Dari 27 nama yang diumumkan Mega untuk duduk di DPP, tak satu pun kader asal Bali. Memang ada terselip nama Gusti Ayu Sukma Ayu Dewi Jaksa untuk posisi wakil bendahara. "Tapi, kami tak pernah mengusulkan nama itu," kata Astawa Manuaba, rekan Made Wirya.

Toh mereka maklum: inilah konsekuensi dipertahankannya hak prerogatif ketua umum. Alhasil, "kabinet" yang terbentuk malam itu tampak tak banyak memberi kejutan, mengingat nama-nama yang masuk kebanyakan bukan orang baru di sekitar Mega (lihat tabel). Tapi bukan berarti Mega tak serius menyusunnya. Setelah resmi kembali menjabat ketua umum, sepanjang Kamis sore pekan lalu Mega menyepi di suite room lantai 8.

Di lantai 7, berkerumun para elite partai yang siap dipanggil sang Ibu. Sejumlah aparat keamanan mengamankan kawasan itu. Tempo, yang memantau di lantai 7, mendapat keterangan Megawati sedang bertemu dengan beberapa orang. "Mereka datang dipanggil Ibu," ujar seorang polisi yang berjaga. Tak lama kemudian muncul Panda Nababan dari pintu lift. Dengan wajah cerah, ia langsung menuju suite.

Selang seperempat jam, Soetardjo Soerjogoeritno juga terlihat menuju ruangan Mega. Wajahnya penuh senyum simpul. Pelayan bolak-balik antara dapur di lantai 7 dan suite room, menating minuman. Sejurus kemudian, Panda keluar dan tak mau bicara ketika didekati. Hampir bersamaan, muncul Gunawan Wirosarojo, entah dari ruangan mana, masuk lift yang bergerak ke lantai bawah.

Setelah itu giliran Taufiq Kiemas yang muncul dari lift, bergegas menuju suite. Hanya sebentar ia di dalam. Sepuluh menit kemudian Mega keluar diiringi Soetardjo, Guruh Soekarnoputra, dan Puan Maharani—putri Mega. Sejumlah pengawal melindungi mereka dari kerubutan wartawan. Mega sempat tertawa kecil ketika seorang kader menyalami dan mengucapkan selamat.

Memang tak ada kejutan besar. Hanya, menilik nama-nama yang diumumkan Mega, muncul suara bahwa pengaruh Taufiq Kiemas cukup besar dalam menentukan komposisi DPP. Itu, misalnya, dikatakan Sukowaluyo Mintorahardjo, kader partai yang kencang menyerukan pembaruan. Ia menyebut Tjahjo Kumolo, Mangara Siahaan, dan Firman Jaya Daeli, yang selama ini dikenal dekat dengan Mega-Taufiq. "Ini DPP-nya Taufiq," katanya.

Dugaan itu tentu ditepis Taufiq. "Saya tidak ikut-ikutan," katanya (lihat wawancara dengan Taufiq Kiemas). Hanya, Taufiq memastikan, dalam penyusunan pengurus itu Mega memperhatikan ba-nyak hal, antara lain adanya unsur-unsur (fusi) dalam PDI Perjuangan, keterwakilan wilayah di Indonesia, dan kesinambungan orang baru dengan pengurus lama.

Posisi Pramono bahkan melejit ke kursi sekretaris jenderal (sebelumnya dia wakil sekjen), meski selama ini Kwik Kian Gie menudingnya sebagai penyebab melorotnya suara partai dalam pemilu. Pramono, bersama Sutjipto dan Gunawan, dijuluki Kwik sebagai "The Gang of Three". Toh, naiknya Pramono bukan tanpa saingan. Sebelumnya sejumlah nama sempat disebut-sebut, seperti Jacobus Kamarlo Mayong Padang, Sony Keraf, Tjahjo Kumolo, dan Cornelis Lay.

Menurut Tjahjo, Pramono unggul karena saat ini menjabat Ketua Fraksi PDI Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat. Tjahjo juga melihat formasi DPP kali ini banyak dikuasai kader partai yang aktif di parlemen. "Dari 27 orang pengurus harian itu, 20 adalah orang fraksi," katanya. Tidak jelas apakah "gerbong fraksi" itu yang ikut mempersempit peluang nama-nama beken yang semula diisukan bakal masuk, seperti Budiman Sudjatmiko dan Beathor Suryadi.

Akan halnya Budiman Sudjatmiko, sumber di dekat Mega menjelaskan anak muda berkaca mata itu belum setahun menjadi kader partai. "Stempel pada kartu anggotanya saja masih basah," kata sumber itu. Yang mengejutkan tentulah masuknya Guruh Soekarnoputra, yang sempat bergaya gagah-gagahan menantang Mega untuk merebut kursi ketua umum.

Bagi Sukowaluyo, ini tak aneh. Meski sama-sama di Kelompok Pembaruan, sejak awal Guruh tak mengharapkan aksi mereka memicu perpecahan partai. "Dia memang berbeda pandangan dengan kami soal strategi," katanya. Masuknya Guruh ke jajaran pengurus dianggapnya sebagai salah satu pilihan strategi mengusung semangat pembaruan.

Guruh sudah memilih. Begitu juga Suko dan sejawatnya, yang terpental dari jajaran elite partai. Tak satu pun pengusung panji "Pembaruan" diakomodasi Megawati. Suko tak risau. Dia malah sudah menggelar rencana lanjutan, yakni menyusun DPP tandingan. Jalur pengadilan juga ditempuhnya dengan mengajukan gugatan bahwa kongres di Bali telah melanggar AD/ART partai. "Kalau Mega kalah, kami yang eksis," katanya. Tapi, yang sekarang paling jelas, Mega yang eksis, kan?

Tulus Wijanarko, Widiarsi Agustina, Rofiqi Hasan, Imron Rosyid, Rilla Nugraheni (Denpasar)


Susunan DPP PDIP 2005-2010

Ketua Umum:

  • Megawati Soekarnoputri

Sekretaris Jenderal:

  • Pramono Anung Wibowo

Wakil Sekretaris Jenderal:

  • Mangara Monang Siahaan
  • Agnita Singedikane
  • Sutradara Gintings

Bendahara:

  • Philip Wijaya

Wakil Bendahara:

  • Daniel Setiawan
  • Dewi Jaksa

Ketua-ketua:

  • Tjahjo Kumolo, Soewarno, Alexander Litaay, Murdaya Poo, Panda Nababan, Maruarar Sirait, Jacob Nuwa Wea, Guruh Soekarnoputra, Mindo Sianipar, Hamka Haque, Duddy Makmoen Murod, Daryatmo, Sonny Keraf, Theo Syafei, Adang Rukhiatna, Emir Moeis, Arif Budimanto, Sutjipto, Firman Jaya Daeli

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus