Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sepuluh tahun berarti, lalu mati

Persatuan sarjana muslim indonesia (persami) berdi ri tahun 1964. kemudian pecah akibat persaingan an tara pmii dan hmi. subchan z.e.tergeser, membentuk wadah sarjana sendiri. persami akhirnya bubar.

8 Desember 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA suhu politik, 1964, membuat hampir semua orang jor-joran untuk disebut "revolusioner", sekitar 100 sarjana muslim, lebih dari separuhnya alumni HMI, mendirikan sebuah kekuatan baru: Persatuan Sarjana Muslim Indonesia (Persami). Beda dari banyak organisasi massa di zaman itu, memilih jadi onderbouw partai politik, Persami, yang dilahirkan di villa milik Ketua NU Soebchan Z.E. di Megamendung, Bogor, menobatkan diri sebagai "anak" semua partai Islam. Terpilihnya Subchan dan H.M. Sanusi ( Muhammadiyah) sebagai tokoh puncak bisa dibilang sebagai cermin " integrasi umat" masa itu. Sayang, wadah sarjana muslim ini hanya berumur tiga tahun. Pada muktamar pertama, 1967, Persami pecah, akibat persaingan antara PMII (ormas mahasiswa NU) dan HMI. Dengan begitu, apa yang disebut sebagai cita-cita "integrasi umat" gagal. Menurut bekas ketua umum HMI, Ridwan Saidi, perpecahan tersebut karena adanya usaha menyingkirkan Subchan, waktu itu menjabat wakil ketua MPRS, yang dinilai lebih sebagai politikus ketimbang sarjana. Sedangkan HMI, ketika itu, punya tokoh bergelar MA (yang pada masa tersebut masih langka), Bintoro Tjokroamidjojo, yang mereka nilai lebih layak memimpin Persami. Bintoro, yang kemudian menjadi teknokrat Bappenas, pada 1967 itu menjabat sebagai ketua Persami cabang Jakarta. Kalangan NU tentu saja bereaksi terhadap upaya "pendepakan" itu. Bahkan dalam acara penutupan muktamar di Gedung Bappenas, Subchan, yang ketika itu tidak lagi terpilih sebagai ketua umum, menyampaikan pidato perpisahan dengan nada menantang persaingan. "Persami silakan jalan terus, tapi NU akan membentuk wadah sarjana sendiri," katanya. Ridwan menyebut pidato perpisahan Subchan itu sebagai pidato yang sangat menyedihkannya. Dalam Muktamar NU di Semarang, 1968, organisasi Islam terbesar di Indonesia itu membentuk Ikatan Sarjana Islam Indonesia (ISSI). Tapi kegiatan organisasi yang diketuai oleh Subchan ini tak pernah terdengar -- mungkin karena orang Nomor 1 ISSI tersebut sibuk di NU. Ketika Subchan, salah seorang pendiri Front Pancasila (gabungan partai-partai politik anti-PKI) dan KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), meninggal sewaktu menunaikan ibadah haji pada 1970, ISSI "ikut terkubur" bersama Almarhum. Sementara itu, Persami jalan terus. Pada awal 1970-an, Persami menyelenggarakan seminar di Jakarta, diikuti oleh sejumlah teknokrat, dan hasilnya merupakan sumbangan pikiran yang cukup penting untuk pembangunan nasional. Mereka yang hadir, menurut Bintoro, antara lain Madjid Ibrahim (kini Gubernur Aceh), Barli Halim (bekas Ketua BKPM), Bakir Hasan (kini Sekjen Departemen Perdagangan), dan Ekonom Hariri Hadi. Persami memang punya komitmen tersendiri dengan Orde Baru. Organisasi ini, ketika itu, salah satu kekuatan Orde Baru. "Bersama Subchan, kami ke Kostrad. Ini adalah pertemuan-pertemuan awal dengan Jenderal Soeharto. Dan pada 1967, saya mewakili Persami di DPRGR," kata Bintoro, yang kini menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk Belanda. Ketika pemerintah menyederhanakan partai-partai politik, Persami goyah. "Kalangan cendekiawan sulit memelihara afinitasnya, saya yang di Bappenas sulit berpihak, dan sulit membawa Persami," kata Bintoro. Setelah Sekjen Persami Soedjoko Prasodjo meninggal pada 1974, dan Bintoro sendiri mundur, Persami -- yang ketika itu beranggota sekitar 400 orang -- lumpuh. Riwayat organisasi cendekiawan muslim itu, baik Persami maupun ISII, akhirnya secara resmi terkubur ketika pemerintah, melalui Keppres 8/1985, mengharuskan pendaftaran kembali organisasi-organisasi massa. Kedua ormas itu ternyata tidak didaftarkan. BSH, Ardian Taufik Gesuri (Jakarta), Ashari H. Krishna ( Hilversum)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus