SEBELUM Presiden melantik Piet Haryono sebagai Dirut Pertamina
Kamis lalu, suasana gembira terasa di kalangan hadirin. Menteri
Pertambangan Prof. Sadli tertawa lebar ketika beberapa rekannya
menyalaminya. Julius Tahiya, orang No.1 Caltex Indonesia, yang
ada hadir tak luput dari kerumunan orang. Kenapa? Hari itu juga
pecah berita yang ditunggu-tunggu: Caltex akhirnya setuju
memberikan satu dollar tambahan yang dipinta Pemerintah.
Tak ada keterangan resmi dari para utusan Caltex, McCall dan
Boucke, yang sehari sebelum keluarnya putusan itu masih tinggal
di HI. Juga tidak dari Tahiya. Menurut Menteri Sadli, selain
dari Caltex potongan yang satu dollar itu juga akan diperoleh
dari kontrak karya lainnya: Stanvac (rata-rata 36.000 barrel
sehari) dan Calasiatic & Topco (rata-rata di atas 5.000
barrel sehari). masing-masing anak perusahaan Socal & Texaco di
sini yang bekerjasama dengan Pertamina.
Maka tak heran kalau Menteri Keuangan Ali Wardhana juga tak
ketinggalan disalami orang. "Saya yang berkelahi tapi dia yang
mendapat uangnya", kelakar Prof. Sadli. Berapa jadinya tambahan
yang diperoleh sehari? Kalau saja sumur-sumur Caltex tetap
berproduksi sekita 850.000 barrel sehari, maka diperkirakan
tambahan sehari itu akan mencapai $ 891.000. Berarti selama
setahun diharapkan masuk tambahan sekitar $ 325 juta. Mengingat
tambahan yang dibutuhkan Pemerintah untuk menutup sebagian dari
lubang anggaran 1976/1977 itu adalah sekitar $ 600 juta,
kekurangannya diharapkan bisa masuk dari kelompok "bagi hasil".
Terhadap yang belakangan ini Pemerintah agaknya bersikap lebih
lunak. Mengingat usia mereka: rata-rata belum 10 tahun
beroperasi di Indonesia. Menteri Sadli sendiri tak membenarkan
pendapat bahwa dari mereka akan dipotong $ 2 untuk setiap barrel
yang mereka hasilkan. Tapi akan dilakukan pendekatan kasus demi
kasus, yang kabarnya tengah berlangsung dengan beberapa
kontraktor minyak "bagi hasil" itu.
Nah, adakah kekurangan yang jatuh di seputar $ 275 iuta itu
bakal diperoleh dari perusahaan-perusahaan minyak yang umumnya
beroperasi di lepas pantai itu? Menteri Sadli tak cepat
berkata: "Ya". Tapi tampalknya juga tidak pesimis. "Yah, itu
masih diperjuangkan", kata seorang rekannya. Andaikata itu
berhasil, yang agaknya masih menjadi fikiran bagi Gubernur Bank
Sentral Rachmat Saleh mungkin adalah ini: dari mana menuup
defisit neraca pembayaran Indonesia yang diperkirakan akan
berjumlah $ AS 285 juta itu seperti tercermin dalarm RAPBN
'76/'77: Suatu hal yang untuk pertama kalinya terjadi selama 6
tahun ini. Impor tahun ini diperkirakan akan naik hanya dengan
2% dari tahun anggaran sebelumnya, menjadi $ AS 5.868 juta. Di
balik kesulitan impor adalah ekspor yang tak menggembirakan yang
hanya meninkat 45O tahun ini (TEMPO, 17 Januari). Pembebasan
dan peringanan beberapa komponen pajak ekspor memang diharapkan
bisa menggenjot devisa yang diperoleh Pemerintah. Namun beberapa
kalangan eksportir belum berani memberi kesan bahwa hal itu akan
menambah cadangan devisa Bank Indonesia secara berarti, yang
banyak terpakai untuk membantu melunasi hutang-hutang jangka
pendek Pertamina. Sulitnya, seperti dikatakan seorang dari BI,
belum diketahui kapan sebenarnya hutang-hutang Pertamina itu
habis waktu cicilannya hingga tak perlu lagi menangu cadangan
BI. Adapun hasil tambahan dollar dari Caltex dan perusahaan
minyak asing lainnya -- yang sebelumnya sudah diantisipasikan
dalam RAPBN '76/'77 -- dengan sendirinya tak akan mengurangi
defisit neraca pembayaran itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini