Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Si buncit berkapling-kapling

Pemerintah telah merestui dilangsungkannya kongres pdi ke-ii beserta tiga calon ketua umunya. kelompok empat melakukan oposisi & akan mengadakan kongres darurat. masalah dpd dan dpc makin meruncing. (nas)

17 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESEMRAWUTAN tampaknyaakan mewarnai Kongres II PDI 14 - 16 Januari ini. Itu tampak dari cara mempersiapkan kongres tersebut. Sampai Senin lalu belum tampak poster yang terpasang atau kesibukan di pusat panitia kongres di Jalan Volley, Senayan, Jakarta. Tiga bungkus amplop dan undangan pembukaan kongres siang itu tampak baru dibongkar dan akan dikirim pada Sabam Sirait, Sekjen DPP PDI. Lambatnya undangan dikirim memang diakui Sabam. "Soalnya uang yang kami dapat baru keluar sekarang. Itupun kami dapat dari bantuan beberapa teman," ujarnya sambil tertawa lebar. Pada cabang-cabang di daerah, ia terpaksa mengirim telegram dan surat kilat khusus mengundang kedatangan mereka ke Jakarta. "Bila undangan belum diterima, mereka bisa datang langsung ke Jakarta. Dengan senang hati DPP PDI akan menerima mereka," tambah Sabam. Toh kedatangan para utusan itu ke Jakarta belurr. pasti menjamin mereka akan bisa hadir dalam kongres. Mereka akan dicegat suatu panitia mandat, yang akan meneliti siapa yang berhak mewakili cabang atau daerah itu. Panitia mandat ini pula yang akan menyelesaikan masalah DPD (Dewan Pimpinan Daerah) dan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) kembar yang belum terselesaikan sampai saat terakhir menjelang kongres. Menurut ketentuan, masing-masing cabang mendapat satu undangan dan bisa mengirim 5 orang mewakili masing-masing unsur. Yang agaknya akan lebih membuat kisruh: jumlah DPC kembar yang semula hanya 30 di antara 282 DPC PDI di seluruh Indonesia, rupanya berkembang biak dengan cepat beberapa pekan terakhir ini. Sebabnya: beberapa tokoh utama PDI menjelang kongres ini sibuk menggalang kekuatan, antara lain dengan membentuk cabang-cabang tandingan. "Perjuangan" merebut pimpinan PDI tampaknya memang seru dan menarik untuk ditonton. Yang paling menggebu-gebu adalah pertarungan dalam PNI-unsur terbesar dalam PDI. Hanya Mainan Menjelang kongres, PDI terpecah dalam dua kelompok utama: yang menentang kongres dan yang mendukungnya. Kelompok yang menentang ini dikenal sebagai "Kelompok Empat" terdiri dari Usep Ranawijaya dan A. Madjid dari unsur PNI, Ny. D. Walandouw (Parkindo) serta Zakaria Raib (Murba). Bekas Ketua Umum PDI Sanusi Hardjadinata serta beberapa tokoh lain tampaknya bergabung dengan kelompok ini. Kongres II PDI ini dianggap Kelompok Empat tidak sah karena bertentangan dengan UU no. 3/1975 serta Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta Ketetapan Kongres I PDI. Dalam pernyataan mereka 10 Desember lalu, keempat orang ini antara lain menyebut contoh: para utusan cabang seharusnya dipilih dalam konperensi cabang. Menurut ketentuan Anggaran Dasar, perlu lebih dulu dibentuk Majelis Permusyawaratan Partai serta Dewan Pertimbangan Partai. Semuanya ini belum terlaksana. Kongres seharusnya juga tidak lagi kongres unsur sebab dalam Kongres I sudah diputuskan unsur dianggap tidak ada lagi. "Kalau berlawanan dengan semua ketentuan itu namanya bukan lagi kongres, tapi hanya mainan beberapa orang saja yang dibikin-bikin untuk tujuan manipulasi. Itu sebabnya saya menolak dan tidak mau ikut bertanggung jawab," kata Usep dalam suatu wawancara dengan TEMPO. Catatan: Kelompok Empat ini ternyata tidak diundang untuk menghadiri kongres. Sikap Kelompok Empat ini kemudian disampaikan juga pada Presiden Soeharto seraya mengharapkan agar Presiden tidak membiarkan kongres yang tidak sah itu berlangsung. Namun pemerintah rupanya merestui berlangsungnya Kongres II PDI. Itu tampak tatkala pekan lalu Presiden menerima kedatangan Panitia Nasional Kongres PDI II di Bina Graha. Kelompok Empat tidak ikut dalam rombongan itu. Seusai pertemuan, pada pers Soenawar Soekowati menjelaskan, Presiden telah berjanji untuk memberikan amanat pada pembukaan kongres. Soenawar mengatakan, kongres II diharapkan akan merupakan lembaran baru dalam PDI. "Pendeknya, PDI dalam kongres nanti akan mengusahakan pemantapan di bidang politik, ideologi, organisasi maupun personil," ujar Soenawar. Di bidang organisasi PDI akan diubah menjadi partai kader dan bukan lagi partai massa seperti selama ini. "Untuk itu perlu ada pemutaran strategi," kata Soenawar. Panitia Nasional Kongres, menurut Soenawar, telah mempersiapkan suatu pernyataan politik partai yang akan dikukuhkan dalam kongres. Isinya antara lain: dukungan terus pada Orde Baru yang mempertahankan Pancasila dan UUD 45, dukungan pada kemanunggalan ABRI-Rakyat serta mendukung kepemimpinan nasional dengan mekanismenya sekarang yang dipegang Presiden Soeharto. Dalam kubu pro-kongres sendiri pertarungan keras juga terjadi. Persaingan paling sengit untuk merebut kepemimpinan partai terjadi di antara Isnaeni, Soenawar dan Hardjantho. Yang digarap mereka unsur PNI di cabang-cabang. Desember lalu misalnya, dilakukan pertemuan di Hotel Marcopolo, Jakarta, untuk menggalang pendukung. Pertemuan serupa yang terakhir diadakan pekan lalu di Inter House Hotel, Kebayoran Baru. Dalam pertemuan antara unsur PNI dari 22 daerah ini kabarnya Pangkopkamtib Sudomo diundang juga untuk memberi pengarahan. Maksud pertemuan ialah untuk mempersiapkan siapa nanti yang akan menjadi ketua umum dalam kongres nanti. Sebuah sumber mengatakan, dalam voting yang dilakukan, 12 suara memilih Hardjantho, 4 untuk Isnaeni dan 4 untuk Soenawar. Menurut salah seorang yang hadir hasil pemungutan suara itu telah menimbulkan kemelut karena dianggap mengagetkan dan "meleset dari skenario". Hingga kemudian dilakukan lagi pemungutan suara -- kali ini secara rahasia. Caranya dengan mengisi amplop yang diteken 5 orang pimpinan sidang: Andjarsiswoyo, Jusuf Merukh, Marsoesi, Sardjito Darsuki dan Alamin Krying. Hasil pemungutan suara ulangan ini sampai akhir pekan lalu belum diketahui. Ketiga orang calon ketua umum PDI tersebut, Isnaeni, Soenawar dan Hardjantho kabarnya sudah disetujui pemerintah. Yang tinggal dipersoalkan adalah urutan kedudukannya nanti. Namun ternyata Presiden Soeharto sendiri dalam pertemuannya dengan Panitia Nasional Kongres pekan lalu -- menurut suatu sumber, sudah menegaskan: pimpinan nantinya terserah pada keputusan partai dan ia tidak akan mencampuri urusan partai. Bagaimana kans ketiga orang tadi? Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Isnaeni dianggap tokoh partai yang "mempunyai akar", karena memulai karirnya mulai dari ranting dan cabang. Tapi ucapannya pekan lalu bernada rendah. "Saya sudah capek terjun di dunia politik," ujar Wakil Ketua DPR yang berusia 60 tahun itu. Ia mengaku tidak berambisi menjadi Ketua Umum PDI, namun tidak akan menolak bila para peserta kongres memilihnya. "Itu terserah mereka," katanya dalam suatu acara jumpa pers. PDI Akan Jadi Apa? Menurut seorang anggota DPP PDI, keputusan untuk tidak mengundang Kelompok Empat dalam kongres datang dari Isnaeni. "Seingat saya DPP belum pernah memutuskan seperti itu," ujar anggota DPP ini. Yang dianggap cacat pada Isnaeni adalah: kedudukannya sebagai Wakil Ketua DPR pada 1977 diperolehnya berkat dukungan Fraksi Karya Pembangunan, dan Isnaeni waktu itu menolak perintah DPP PDI untuk menarik diri dari pencalonan itu. Calon Ketua Umum PDI yang lain, Soenawar Soekowati yang kini menjabat anggota DPA, belakangan ini kabarnya banyak membentuk cabang PDI tandingan, terutama di Jawa Tengah. "Kelihatannya ia punya kans untuk mengalahkan Isnaeni," kata seorang pendukung Hardjantho. Alasannya, Soenawar yang profesor ini dikenal sebagai politisi yang berpengalaman dan cukup lihai memainkan kartunya. Bagaimana dengan Hardjantho? "Ia mempunyai pendukung di daerah, tapi kurang bisa memainkan kartunya," kesimpulan seorang pendukungnya. Hardjantho, yang dikenal sebagai usahawan yang berhasil ini mulai muncul dalam deretan atas pimpinan PNI sejak Kongres PNI 1963 di Purwokerto. Ia dikenal juga sebagai tokoh di belakang Kelompok Pandaan. Hardjantho juga duduk dalam panitia mandat yang menentukan apakah seseorang bisa menjadi peserta kongres atau tidak. Banyak tokoh PDI yang mengelus dada melihat serunya sikut-sikutan menjelang kongres. "Kalau karakter pimpinannya seperti itu, lantas PDI akan menjadi apa?" keluh Santosa onosaputro, anggota DPR dari F-PDI. "Mereka telah mengorbankan teman sendiri untuk kepentingan pribadi mereka," kata Nyonya Walandouw, salah seorang anggota Kelompok Empat pada TEMPO. Suryadi, salah seorang yang dianggap golongan muda PDI, juga melihat persiapan kongres dengan kening berkerut. "Selama 10 tahun terakhir ini, PDI sedikit demi sedikit telah kehilangan fungsinya sebagai partai politik. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut, kalau masih menghendaki kehadirannya dalam kancah politik," katanya. Ia mengharapkan kongres bisa menjadi forum untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. "Tapi melihat persiapan yang minim, dan semrawut, harapan baik saya itu menjadi pertanyaan: mengapa persiapan kongres kok justru diwarnai oleh kemelut dan sikut-sikutan yang tidak diketahui ujung pangkalnya?" katanya. Toh ia masih tetap punya harapan pada kongres yang berlangsung pekan ini. Paling tidak kongres akan bisa mengakhiri eksistensi unsur. Kelompok Empat menjelang kongres ini rupanya juga mempersiapkan diri. Kabarnya mereka akan melakukan oposisi, antara lain dengan menggerakkan pendukung mereka untuk mempermasalahkan mengapa mereka tidak diundang. Kecuali itu orang-orang dari unsur PNI juga akan diundang untuk mengadakan kongres darurat pada hari kedua kongres. Salah satu topik yangmungkin dibicarakan kemungkinan bangkitnya kembali PNI. Menurut rencana, pembukaan kongres akan dilakukan di Balai Sidang Senayan dengan amanat Presiden yang akan dibacakan seorang pejabat pada 14 Januari pagi. Disusul dengan pengarahan dari Pangkopkamtib mengenai Perkembangan Politik dan Pembangunan Nasional. Kemudian diteruskan pengarahan Mendagri mengenai Politik Dalam Negeri dan Pemilu 1982. Hari pertama itu juga akan disahkan tata tertib, acara kongres serta pembentukan komisi. Hari kedua, Kamis kongres pindah ke Istora Senayan. Setelah rapat pleno, peserta kongres dipisah menjadi 5 komisi: Politik, Ekubang, Kesra, Pemilu dan Organisasi. Hari ketiga atau hari terakhir kongres akan dipilih pimpinan DPP PDI untuk periode 5 tahun mendatang. Siapa pun yang bakal terpilih, tampaknya akan mewarisi PDI yang mungkin akan lebih pecah berkapling-kapling. Buat banyak orang awam, keruwetan yang terus berlangsung dalam partai nomer buncit ini mencerminkan masih belum mantapnya kehidupan politik di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus