Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan ultimatum reshuffle yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto sebagai ancaman politik kepada menteri yang tidak berkeja sesuai keinginannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Adi, ancaman reshuffle tersebut merupakan klimaks dari Prabowo terhadap para menterinya. Ia menilai Prabowo sudah memberi kesempatan tiga bulan kepada para pembantunya, tetapi kinerja mereka justru buruk dan merugikan rakyat.
“Jadi wajar kalimat yang disampaikan dalam Harlan Nahdlatul Ulama (NU) itu ya semacam ancaman politik bagi pembantu-pembantunya, siapa pun itu, kalau ke depan kinerjanya tidak sesuai harapan dan merugikan rakyat, pasti akan disingkirkan dan pasti akan diganti,” kata Adi Prayitno kepada Tempo, 10 Februari 2025.
Di samping itu, Adi melihat perilaku dan kebijakan para menteri yang justru merugikan rakyat juga menjadi pemicu isu reshuffle. Terutama soal larangan menjual gas elpiji 3 kilogram secara eceran dan kasus pagar laut di Tangerang.
“Itu kemudian sangat menimbulkan reaksi publik yang cukup luar biasa dan amarah tentu saja. Kan Prabowo melihat itu juga sebagai sesuatu yang sangat layak dievaluasi,” katanya.
Sementara itu, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan ancaman reshuffle disebabkan oleh ketidakpuasan yang cukup tinggi yang disebabkan menteri-menteri Presiden Prabowo.
Pria yang disapa Hensa ini menuturkan perilaku menteri-menteri ini memicu tingginya angka ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Prabowo. Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei KedaiKOPI, sebanyak 27,5 persen masyarakat tidak puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo Subianto.
Hensa menyebut ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo sebagian besar disebabkan oleh perilaku buruk para menteri.
"Hasil survei KedaiKOPI itu 27,5 persen masyarakat tidak puas dengan pemerintahan Prabowo selama 100 hari belakangan, dan penyumbang terbesarnya adalah perilaku menteri yang buruk," kata Hensa, Ahad, 9 Februari 2025.
Lembaga survei KedaiKOPI merilis survei opini 100 hari masa pemerintahan Prabowo-Gibran pada 5 Februari 2025. Survei ini dilakukan pada 23-29 Januari 2025 yang berdekatan tepat 100 hari pemerintahan Prabowo yang jatuh pada 28 Januari. Survei dilakukan lewat metode Online-Computerized Assisted Self Interview (CASI) dengan 1201 responden WNI berusia 17-55 tahun.
Dalam survei tersebut, responden memberikan 12 alasan mengapa mereka tidak puas kinerja Prabowo dalam 100 hari sejak dilantik presiden. Alasan tertinggi adalah perilaku menteri atau pejabat yang tidak pantas disusul kebijakan ekonomi yang tidak condong pada rakyat, serta tidak adanya perubahan signifikan dari pemerintahan sebelumnya.
Prabowo menyampikan sinyal reshuffle saat menghadiri puncak peringatan Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta. Ketua Umum Partai Gerindra itu memperingatkan jajaran menteri dan kepala lembaga pemerintah mereka bakal diganti (reshuffle) jika tidak bekerja dengan benar.
“Rakyat menuntut pemerintah yang bersih dan benar, yang bekerja dengan benar. Jadi, saya ingin tegakkan itu. Kepentingan hanya untuk bangsa, rakyat, tidak ada kepentingan lain, yang tidak mau bekerja benar-benar untuk rakyat ya saya akan singkirkan,” kata Prabowo pada Rabu, 5 Februari 2025.
Prabowo menegaskan dirinya tak akan menoleransi pejabat negara yang main-main. “Kami tidak akan ragu-ragu bertindak. 100 hari pertama ya. Saya sudah beri istilahnya peringatan berkali-kali. Sekarang, siapa yang bandel. Siapa yang dableg, siapa yang tidak mau ikut dengan aliran besar ini, dengan tuntutan rakyat, pemerintah yang bersih, itu saya akan tindak,” ujarnya.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.