"MENYONGSONG Sipenmaru 1988 dengan ditunjang kebatinan. Tentor: psikolog dan tokoh kebatinan. Segera bergabung dengan Patria Gama." Potongan iklan di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, ini bukan mengadaada. Buktinya, berbondong-bondong calon peserta Sipenmaru mendatangi Patria Gama, bimbingan tes yang baru beroperasi Februari lalu. "Untuk gelombang pertama saja tercatat 167 siswa," kata dr. Slamet Haryanto, Direktur Patria Gama. Selasa pekan lalu, pendaftaran gelombang kedua dibuka. Memanfaatkan jasa tokoh kebatinan atau paranormal untuk persiapan Sipenmaru memang belum pernah terdengar selama ini. "Ini hal baru di Indonesia. Tetapi di luar negeri sudah banyak paranormal yang dilibatkan dalam urusan begini," kata Haryanto. Ahli paranormal yang di minta jasanya oleh Patria Gama adalah Joko Santoso dan Sipek Pramono. Nama Joko Santoso bagi masyarakat Yogyakarta tidak asing lagi. Ia dikenal sebagal pengasuh rubrik "Konsultasi Nasib" di Minggu Pagi, edisi mingguannya Kedaulatan Rakyat. Kehadiran dua paranormal itu, menurut Haryanto, diharapkan bisa mengatasi hambatan yang sering dialami siswa bila mengerjakan soal-soal Sipenmaru. "Pada saat itu umumnya siswa mengalami stres," ujar dokter berusia 34 tahun itu. Lebih-lebih dalam tahun ini ada Tes Kemampuan Umum (TKU) yang relatif baru bagi para siswa. "Tugas paranormal itu juga untuk memberikan support mental," kata Haryanto lagi. Metode pengajaran itu, menurut Joko Santoso, mula-mula lewat ceramah yang isinya memperkenalkan ilmu kebatinan. Yang ditekankan adalah pada dasarnya manusia memiliki kekuatan bawah sadar yang terletak di seputar pusar dan tulang punggung bagian bawah. "Selain itu, manusia juga mempunyai empat sedulur dan ingsun sejati," kata Joko. Setelah siswa menguasai teori lewat ceramah, lalu diajarkan praktek bagaimana membangkitkan kekuatan yang tersimpan itu. Caranya dengan melakukan meditasi dan melafalkan mantra-mantra sampai trance. "Ini mirip wirid dalam ajaran Islam, seperti yang diterapkan di Pesantren Suryalaya," kata Joko. Latihan ini bertujuan untuk mengenal secara dekat para sedulur yang empat tadi. "Kalau sudah kenal, apa yang diinginkan cukup dibatin saja. Para sedulur sudah tanggap," kata Joko. Misalnya, untuk memilih jawaban a, b, atau c, mana yang benar secara otomatis akan dituntun oleh kekuatan bawah sadar atau sedulur tadi. Para peserta bimbingan tes dengan metode kebatinan ini sekarang baru taraf mendengarkan ceramah. Belum praktek. Joko pun belum bisa meramalkan - biarpun dia itu paranormal - bagaimana hasil tes itu nanti. Maklum, keterlibatannya dalam Sipenmaru baru pertama kali. "Sekarang ini baru uji coba," katanya. Melibatkan ilmu kebatinan untuk mengembangkan variasi intelektual, menurut Suparma Suryogondo, Ketua Cabang Yayasan Para psikologi Semesta Yogyakarta, bukan hal baru. Ada ilmunya, yaitu para psikologi terapan. Ilmu ini bertitik tolak bahwa setiap obyek pada hakikatnya memancarkan getaran yang dapat dideteksi manusia. Bila soal-soal Sipenmaru menggunakan sistem multiple choice, jadinya akan lebih mudah dideteksi. "Mencari satu di antara seribu saja bisa ketemu, apalagi satu di antara lima pilihan," tambahnya. Sebenarnya, unsur kebatinan dalam bimbinan tes Patria Gama ini hanya penunjang. Menurut Slamet Haryanto, selain dua paranormal itu, disiapkan pula 25 pengajar, sebagian besar psikolog. "Tujuan kami positif. Yang pasti saya sama sekali tidak bermaksud mengotori dunia pendidikan dengan klenik," katanya. Klenik atau tidak justru adanya unsur kebatinan itu yang membuat banyak orang berminat. Totok, misalnya. "Terus terang persiapan saya agak minim. Barangkali kalau ditunjang kebatinan saya bisa lain. Hitung-hitung mengadu nasib," kata Totok, salah satu dari ratusan siswa Patria Gama. Tanggapan lain datang dari Purdi E. Chandra, Direktur Primagama, bimbingan tes terbesar di Yogyakarta yang sudah berdiri enam tahun lalu. "Sekarang banyak siswa yang bingung dan ingin lulus Sipenmaru dengan jalan pintas," katanya. Purdi bisa memaklumi jika kemudian hadir tokoh kebatinan, sepanjang hal itu bisa memberi rasa tenang bagi siswa mengikuti Sipenmaru. Tapi kalau tokoh kebatinan itu dilibatkan lebih jauh, ia merasa heran. "Tidak ada relevansinya," katanya. Kalau mendeteksi itu bisa dilakukan, "wah enak betul, tak usah belajar susah payah." Yusroni Henridewanto, Aries Margono (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini