Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyebab kemacetan tak lain kisruh soal mekanisme penghitungan suara stembus accoord (penggabungan sisa suara). Tiba-tiba saja, kelompok delapan partai Islam, disebut SA-2, memprotes formula Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Jika penghitungan ala PPI ini yang dipakai, mereka cuma menangguk 39 kursi. Perolehan ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 58 kursi yang bakal didulang dengan "rumus" mereka. Padahal, tanpa bergabung pun, 43 kursi sudah di tangan.
Tapi PPI tetap pada pendiriannya. Mereka ngotot bahwa caranya menghitung sudah benar, berpegang pada Surat Keputusan KPU Nomor 76A/1999. Caranya, perolehan suara tiap partai dibagi dengan kis kosen di tiap-tiap provinsi. Tahap kedua, giliran suara kelompok stembus accoord dibagi kis kosen. Setelah itu, kursi selebihnya diperebutkan berdasarkan ranking sisa suara terbanyak.
Dalam kacamata SA-2, rumus PPI itu tak logis. "Apa gunanya stembus accoord kalau hasilnya ternyata cuma bikin rugi?" kata Mustafa Kamal, anggota KPU dari Partai Keadilan. Menurut mereka, pada tahap kedua itu suara kelompok stembus accoord tidak otomatis digabung. Jadi, jika ada anggota punya suara dengan peringkat tinggi, ia boleh bertanding sendiri. Penggabungan suara baru dilakukan hanya di antara anggota yang punya suara minim, untuk mengatrol peringkat.
Cuma, di sini urusan untung-rugi menjadi tak sederhana. Soalnya, formula berlemak ala kelompok delapan itu, di sisi lain, bakal menggerogoti pundi-pundi partai lain. "Itu sih seenaknya mereka sendiri," kata Mahadi Sinambela. Wakil Golkar di KPU itu pantas sewot. Soalnya, jika hal itu jadi diterapkan, Golkar bakal kehilangan satu kursi. Perolehan partai besar lain juga melorot (lihat tabel). Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia (PBI), dan Partai Aliansi Demokrat Indonesia, yang juga melakukan stembus accoord, ikut dirugikan. PBI bakal kehilangan dua dari tiga kursi yang bisa diraihnya. "Enak saja, mereka yang bermasalah, kita dibawa-bawa," kata Ketua Umum PBI Nurdin Purnomo, sengit.
Nurdin mempertanyakan, kenapa formula itu baru diutak-atik sekarang. Ini, katanya bertamsil, ibarat mengubah aturan main di tengah pertandingan ketika sudah tahu bakal kalah. Penolakan juga datang dari "dalam". Anggota KPU dari Partai Persatuan Pembangunan, Djuhad Mahja, gencar menyerang. Menurut Djuhad, formula partai Islam itu aneh dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip stembus accoord. Profesor Harun Alrasyid, pengurus Partai Ummat Islam, yang tergabung dalam SA-2, juga mendukung formula PPI. Memang ada kemungkinan defisit akibat penggabungan suara itu. "Kalau ternyata merugi, ya, risiko," kata mantan Wakil Ketua KPU itu.
Celakanya, persoalan lalu berkembang makin runyam. Kekisruhan ini disambar para petualang politik yang kerap bikin ulah. Setelah macet, PPI lalu melimpahkan masalah ini kepada KPU, yang kemudian membentuk Tim Delapan. Di dalamnya duduk antara lain Ketua Umum Partai Uni Demokrasi Indonesia Sri Bintang Pamungkas. Ia kembali menyodorkan konsep bertajuk mentereng: "kerja sama politik". Intinya, sisa suara partai desimal bisa digabung di level nasional untuk kemudian dipertandingkan. Padahal, itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3/1999 tentang Pemilu, yang menggariskan bahwa sisa suara habis dibagi di provinsi.
Agus Miftach, tokoh kontroversial dari Partai Rakyat Indonesia, kembali turun gelanggang. Idenya lebih tak masuk akal. Dari 120 kursi yang masih tersisa, ia menuntut 48 kursi dibagi rata dulu ke semua partai yang ada. Artinya, setiap "partai nol koma sekian persen" itu bakal kebagian "sedekah" satu kursi. Tentu saja ide ini mental. "Beli saja kursi di Tanahabang," kata Mahadi, jengkel. Walhasil, sampai akhir pekan ini, sisa kursi masih digembok.
Karaniya Dharmasaputra, Raju Febrian
Perolehan Sisa Kursi DPR RI | |||
Partai | SA Versi PPI | SA versi 8 partai Islam | Tanpa SA |
1. P. Indonesia Baru | 0 | 0 | 0 |
2. P. Krisna | 0 | 0 | 0 |
3. PNI | 0 | 0 | 0 |
4. PADI * | 0 | 0 | 0 |
5. KAMI | 0 | 0 | 0 |
6. PUI ** | 0 | 0 | 0 |
7. PKU ** | 1 | 1 | 1 |
8. Masyumi Baru | 0 | 0 | 0 |
9. PPP ** | 19 | 19 | 19 |
10. PSII | 1 | 1 | 1 |
11. PDI Perjuangan | 18 | 16 | 17 |
12. P. Abul Yatama | 0 | 0 | 0 |
13. P. Kebangsaan Merdeka | 0 | 0 | 0 |
14. PDKB * | 3 | 3 | 4 |
15. PAN | 8 | 7 | 9 |
16. PRD | 0 | 0 | 0 |
17. PSII 1905 ** | 0 | 0 | 0 |
18. P. Kristen Demokrat | 0 | 0 | 1 |
19. Pilar | 0 | 0 | 0 |
20. Pari | 0 | 0 | 0 |
21. P. Masyumi ** | 0 | 2 | 1 |
22. PBB ** | 11 | 14 | 11 |
23. P. Serikat Pekerja | 0 | 0 | 0 |
24. PK ** | 5 | 9 | 6 |
25. PNU ** | 3 | 7 | 5 |
26. PNI Front Marhaen | 1 | 0 | 1 |
27. P. IPKI | 1 | 0 | 1 |
28. P. Republik | 0 | 0 | 0 |
29. PID | 0 | 0 | 0 |
30. PNI Massa Marhaen | 1 | 1 | 1 |
31. P. Murba | 0 | 0 | 0 |
32. PDI | 2 | 2 | 1 |
32. PDI | 2 | 2 | 1 |
33. P. Golkar | 21 | 20 | 20 |
34. P. Persatuan | 1 | 1 | 1 |
35. PKB | 11 | 9 | 13 |
35. PKB | 11 | 9 | 13 |
36. PUDI | 0 | 0 | 0 |
37. P. Buruh Nasional | 0 | 0 | 0 |
38. MKGR | 0 | 0 | 0 |
39. PDR | 1 | 0 | 1 |
40. P. Cinta Damai | 0 | 0 | 0 |
41. PKP | 6 | 4 | 3 |
42. SPSI | 0 | 0 | 0 |
43. PNBI | 0 | 0 | 0 |
44. PBI * | 3 | 1 | 0 |
45. P. Suni | 0 | 0 | 0 |
46. P. Nasional Demokrat | 0 | 0 | 0 |
47. P. Umat Muslim Ind. | 0 | 0 | 0 |
48. P. Pekerja Indonesia | 0 | 0 | 0 |
Jumlah kursi | 117 | 117 | 117 |
Jumlah partai yang tidak mendapat kursi | 29 | 32 | 28 |
Sumber:
KPU SA: stembus accoord
* anggota SA-1
** anggota SA-2
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo