Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sisa Suara Belum Diketuk

Komisi Pemilihan Umum gagal menetapkan mekanisme penghitungan sisa suara. Kursi kelompok delapan partai Islam terancam anjlok.

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUBANG masih menganga di antara sederetan kursi wakil rakyat. Sampai tenggat yang ditentukan, Sabtu kemarin, Komisi Pemilihan Umum (KPU) gagal menetapkan komposisi kursi di DPR Senayan. Dari 500 kursi yang tersedia, baru ditetapkan 342 kursi, berdasarkan perolehan suara partai yang memenuhi bilangan pembagi pemilihan (kis kosen). Dikurangi 38 jatah suara gratis buat TNI, total jenderal masih ada 120 kursi yang belum jelas penghuninya hingga kini.

Penyebab kemacetan tak lain kisruh soal mekanisme penghitungan suara stembus accoord (penggabungan sisa suara). Tiba-tiba saja, kelompok delapan partai Islam, disebut SA-2, memprotes formula Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Jika penghitungan ala PPI ini yang dipakai, mereka cuma menangguk 39 kursi. Perolehan ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 58 kursi yang bakal didulang dengan "rumus" mereka. Padahal, tanpa bergabung pun, 43 kursi sudah di tangan.

Tapi PPI tetap pada pendiriannya. Mereka ngotot bahwa caranya menghitung sudah benar, berpegang pada Surat Keputusan KPU Nomor 76A/1999. Caranya, perolehan suara tiap partai dibagi dengan kis kosen di tiap-tiap provinsi. Tahap kedua, giliran suara kelompok stembus accoord dibagi kis kosen. Setelah itu, kursi selebihnya diperebutkan berdasarkan ranking sisa suara terbanyak.

Dalam kacamata SA-2, rumus PPI itu tak logis. "Apa gunanya stembus accoord kalau hasilnya ternyata cuma bikin rugi?" kata Mustafa Kamal, anggota KPU dari Partai Keadilan. Menurut mereka, pada tahap kedua itu suara kelompok stembus accoord tidak otomatis digabung. Jadi, jika ada anggota punya suara dengan peringkat tinggi, ia boleh bertanding sendiri. Penggabungan suara baru dilakukan hanya di antara anggota yang punya suara minim, untuk mengatrol peringkat.

Cuma, di sini urusan untung-rugi menjadi tak sederhana. Soalnya, formula berlemak ala kelompok delapan itu, di sisi lain, bakal menggerogoti pundi-pundi partai lain. "Itu sih seenaknya mereka sendiri," kata Mahadi Sinambela. Wakil Golkar di KPU itu pantas sewot. Soalnya, jika hal itu jadi diterapkan, Golkar bakal kehilangan satu kursi. Perolehan partai besar lain juga melorot (lihat tabel). Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia (PBI), dan Partai Aliansi Demokrat Indonesia, yang juga melakukan stembus accoord, ikut dirugikan. PBI bakal kehilangan dua dari tiga kursi yang bisa diraihnya. "Enak saja, mereka yang bermasalah, kita dibawa-bawa," kata Ketua Umum PBI Nurdin Purnomo, sengit.

Nurdin mempertanyakan, kenapa formula itu baru diutak-atik sekarang. Ini, katanya bertamsil, ibarat mengubah aturan main di tengah pertandingan ketika sudah tahu bakal kalah. Penolakan juga datang dari "dalam". Anggota KPU dari Partai Persatuan Pembangunan, Djuhad Mahja, gencar menyerang. Menurut Djuhad, formula partai Islam itu aneh dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip stembus accoord. Profesor Harun Alrasyid, pengurus Partai Ummat Islam, yang tergabung dalam SA-2, juga mendukung formula PPI. Memang ada kemungkinan defisit akibat penggabungan suara itu. "Kalau ternyata merugi, ya, risiko," kata mantan Wakil Ketua KPU itu.

Celakanya, persoalan lalu berkembang makin runyam. Kekisruhan ini disambar para petualang politik yang kerap bikin ulah. Setelah macet, PPI lalu melimpahkan masalah ini kepada KPU, yang kemudian membentuk Tim Delapan. Di dalamnya duduk antara lain Ketua Umum Partai Uni Demokrasi Indonesia Sri Bintang Pamungkas. Ia kembali menyodorkan konsep bertajuk mentereng: "kerja sama politik". Intinya, sisa suara partai desimal bisa digabung di level nasional untuk kemudian dipertandingkan. Padahal, itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3/1999 tentang Pemilu, yang menggariskan bahwa sisa suara habis dibagi di provinsi.

Agus Miftach, tokoh kontroversial dari Partai Rakyat Indonesia, kembali turun gelanggang. Idenya lebih tak masuk akal. Dari 120 kursi yang masih tersisa, ia menuntut 48 kursi dibagi rata dulu ke semua partai yang ada. Artinya, setiap "partai nol koma sekian persen" itu bakal kebagian "sedekah" satu kursi. Tentu saja ide ini mental. "Beli saja kursi di Tanahabang," kata Mahadi, jengkel. Walhasil, sampai akhir pekan ini, sisa kursi masih digembok.

Karaniya Dharmasaputra, Raju Febrian


Perolehan Sisa Kursi DPR RI
PartaiSA Versi PPISA versi 8 partai IslamTanpa SA
1. P. Indonesia Baru000
2. P. Krisna000
3. PNI000
4. PADI *000
5. KAMI000
6. PUI **000
7. PKU **111
8. Masyumi Baru000
9. PPP **191919
10. PSII111
11. PDI Perjuangan181617
12. P. Abul Yatama000
13. P. Kebangsaan Merdeka000
14. PDKB *334
15. PAN879
16. PRD000
17. PSII 1905 **000
18. P. Kristen Demokrat001
19. Pilar000
20. Pari000
21. P. Masyumi **021
22. PBB **111411
23. P. Serikat Pekerja000
24. PK **596
25. PNU **375
26. PNI Front Marhaen101
27. P. IPKI101
28. P. Republik000
29. PID000
30. PNI Massa Marhaen111
31. P. Murba000
32. PDI221
32. PDI221
33. P. Golkar212020
34. P. Persatuan111
35. PKB11913
35. PKB11913
36. PUDI000
37. P. Buruh Nasional000
38. MKGR000
39. PDR101
40. P. Cinta Damai000
41. PKP643
42. SPSI000
43. PNBI000
44. PBI *310
45. P. Suni000
46. P. Nasional Demokrat000
47. P. Umat Muslim Ind.000
48. P. Pekerja Indonesia000
Jumlah kursi117117117
Jumlah partai yang tidak mendapat kursi293228

Sumber:
KPU SA: stembus accoord
* anggota SA-1
** anggota SA-2

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus