Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sma-plus jenderal benny

L.b. moerdani di pendopo taman siswa yogyakarta mengeluarkan ide sma-plus untuk mendidik calon pemimpin bangsa. akan diberi nama perguruan taman madya taruna nusantara. komentar beberapa tokoh.

16 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONGRES ke-15 Taman Siswa, yang ditutup Menpan Ir. Sarwono Kusumaatmadja Jumat pekan lalu di Yogyakarta, melahirkan sejumlah "Pernyataan Politik". Salah satunya berbunyi: "Taman Siswa menyambut baik gagasan Menteri Pertahanan dan Keamanan RI, Jenderal L.B. Moerdani, tentang pendirian Taman Madya Taruna Nusantara. Untuk itu Taman Siswa siap melakukan pengkajian secara cermat dan mempersiapkan dengan sungguh-sungguh wahana untuk mewujudkannya." Seperti diketahui, gagasan ini juga disampaikan Menhankam di Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta ketika memberi ceramah pada Hari Kebangkitan Nasional yang lalu. Bekas Pangab itu mengemukakan pentingnya dibentuk sebuah lembaga pendidikan setingkat SMTA yang punya misi khusus. Yakni memadukan wawasan kejuangan Panglima Besar Sudirman dan wawasan kebudayaan Ki Hajar Dewantara. Sekolah tersebut diharapkan melahirkan calon pemimpin masa depan. Dan Benny Moerdani memandang Taman Siswa yang layak mengemban tugas itu. Itulah sebabnya kongres Taman Siswa yang diikuti 600 peserta memasukkan gagasan Taman Madya Taruna Nusantara (TMTN) dalam agenda pembahasan. Hasilnya, ya pernyataan itu tadi."Yang disetujui adalah gagasan untuk diwujudkan. Tentang bagaimana bentuknya, Majelis Luhur Taman Siswa akan membentuk sebuah tim yang menyusun programnya," kata Ki Suratman, yang dalam kongres terpilih kembali sebagai Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa periode 1988-1992. Walau tim belum dibentuk, kongres sudah merekam semacam bayangan, bagaimana wajah TMTN itu. Seleksi penerimaan TMTN akan mengikuti sistem yang ada di Akabri, yakni sehat jasmani dan rohani serta mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin dn berinteligensi tinggi. Pola sekolahnya, menurut Ki Suratman, mirip yang dilakukan di Padepokan Tari Bagong Kussudiardjo. Artinya, siswa diasramakan, dan sejak awal diajar memanfaatkan waktu semaksimal mungkin dengan berbagai kegiatan belajar dan berlatih. Tapi tak seperti militer, murid TMTN masih melakukan aktivitas kemasyarakatan, termasuk kegiatan Pramuka dan karang taruna. Sementara itu, kurikulum yang dipakai tak menyimpang dan sistem pendidikan nasional seperti yang ditetapkan Departemen P dan K. "Jadi, tidak benar TMTN akan menjadi sekolah eksklusif. Kalau eksklusif karena tidak ada duanya, nah, itu betul," kata Ki Suratman lagi. Siswa yang diterima dibatasi 40 hingga 100 orang. "Kalau seperti permintaan Pak Benny harus menerima 1.000 sampai 1.500 orang, wah, tidak mungkin. Sebab, butuh dana yang besar. Padahal, mencari biaya itu sulit, lho," kata Ki Suratman. Sekolah itu pun diharapkan hanya ada di Yogyakarta dan tak ada cabangnya. Namun, semuanya belum final karena akan diolah oleh tim yang akan dibentuk. Itu sebabnya, Taman Siswa belum membicarakan dengan Menteri P dan K. Sementara itu, bekas Menteri P dan K Dr. Daoed Joesoef, yang pekan lalu di Yogyakarta menghadiri 100 hari meninggalnya K.P.H. Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo, mengakui ide Benny Moerdani itu sudah dibicarakan lama. "Sewaktu saya pulang dari Prancis, belum jadi menteri," kata Daoed Joesoef. Ia sudah mempelajari gagasan itu dengan latar belakang tantangan dan masalah yang timbul di masa depan. "Dan saya pikir gagasan itu correct dipandang dari segi pesan, tujuan, tingkat, dan acuan yang diperhitungkan." Hanya saja gagasan itu tak bisa diwujudkan ketika ia menjadi menteri P dan K, karena "Kita harus membahasnya secara mendalam. Memikirkan pendidikan harus menyeluruh, tidak bisa sepotong-sepotong," katanya. Yang jelas, Daoed Joesoef setuju sekolah itu dikelola swasta, "karena pemerintah tak punya dana." Ia juga setuju dengan pendapat pemimpin tak bisa dicetak. "Tapi bisa disiapkan. Dan di zaman modern ini tak ada tempat yang lebih efektif dan efisien untuk me,nyiapkannya selain sistem persekolahan yang khas dipolakan untuk itu," katanya. Barangkali TMTN ini akan jadi tantangan baru oleh Taman Siswa setelah sekolahsekolahnya dinilai mandek oleh banyak orang. Y.H. dan I Made Suarjana (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus