Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Muhammad AS Hikam turut merespons pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal presiden dan menteri boleh berkampanye serta berpihak di Pilpres 2024. Dia menilai pernyataan Jokowi tersebut tidak tepat dan justru publik akan mempertanyakan kredibilitasnya sebagai presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ketika dia mengatakan sebaliknya, masyarakat jadi ingat perkataannya yang sering berkata sebaliknya. Kalau sudah persoalan etika, ya sanksi hukumnya memang tidak ada. Tapi, publik akan menilai kredibilitas Jokowi dan mendorong masyarakat semakin mencurigai adanya politik dinasti,” ujar Hikam di Tangerang Selatan, Banten, pada Rabu, 24 Januari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal kredibilitas, Hikam menyinggung pernyataan Jokowi pada beberapa pekan lalu bahwa dia pernah meminta Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri harus netral. “Ironisnya, kini Jokowi mengatakan hal sebaliknya,” kata dia.
Lebih lanjut, Hikam mengungkapkan dari sudut pandang politik dinasti, dia menilai sangat sulit memisahkan fakta Jokowi sebagai Presiden dan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Apalagi, kata dia, Jokowi menyebut pernyataan ini ketika menghadiri acara di Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto.
“Publik semakin disodori bukti keberpihakan dan publik akan mencatat. Saya kira enggak pas kalau seorang presiden dan kepala pemerintahan memihak. Persoalannya sekarang ada pada kata memihak. Bukan soal kampanye, karena kalau kampanye, legalitasnya ada,” kata Hikam.
Dalam pernyataan terbarunya, Jokowi menyebut presiden boleh berkampanye dan memihak. "Presiden tuh boleh loh kampanye, Presiden boleh memihak, boleh," ujar Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.
Jokowi menilai pejabat publik itu juga sekaligus pejabat politik. Oleh karena itu, keduanya wajar memihak dalam Pilpres.
"Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi.
Secara terpisah, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menanggapi pernyataan Jokowi sebagai pelanggaran hukum dan etika. Menurut Bivitri, anggapan regulasi membolehkan presiden dan menteri berpihak, itu salah. "Mungkin Pak Jokowi mengacu pada e Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307," ujar Bivitri.