Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soal Teror Kepala Babi ke Tempo, Hasan Nasbi: Ini Problem Mereka Entah dengan Siapa

Hasan Nasbi mempertanyakan apakah kepala babi yang dikirim ke kantor Tempo itu ancaman atau hanya jokes.

21 Maret 2025 | 20.21 WIB

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi saat memberikan keterangan pers terkait layanan Lapor Mas Wapres di Komplek Istana Wakil Presiden, Jakarta, 19 November 2024. TEMPO/Subekti
Perbesar
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi saat memberikan keterangan pers terkait layanan Lapor Mas Wapres di Komplek Istana Wakil Presiden, Jakarta, 19 November 2024. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan, teror kepala babi yang dikirim ke Kantor redaksi Tempo merupakan masalah media itu dengan pihak lain. Karena itu Hasan tidak ingin menanggapi lebih jauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini kan kami engga tahu. Ini problem mereka dengan entah siapa. Entah siapa yang mengirim. Buat saya engga bisa tanggapi apa-apa," kata Hasan di Kompleks Istana Kepresiden, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Hasan juga mempertanyakan, apakah kepala babi yang dikirim memang benar seperti itu atau hanya lelucon (jokes). Sebab, redaksi Tempo menanggapi teror itu dengan jokes. "Apakah itu beneran seperti itu. Atau cuma jokes. Karena mereka menanggapinya dengan jokes," kata Hasan. 

Hasan merasa wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik Francisca Christy Rosana atau Cica tidak merasa terancam ketika dikirim kotak berisi kepala babi itu. Hasan mengaku melihat unggahan Cica di media sosial. Dia melihat Cica justru santai menanggapi teror itu. 

"Saya lihat medsos Cica. Dia minta dikirim Daging babi. Artinya dia tidak terancam. Dia bisa bercanda. Kirimin daging babi dong," kata Hasan. 

Karena itu, Hasan merasa, teror kepala babi itu bukan ancaman. Pemerintah juga tidak mau dikaitkan dengan teror itu. Sebab, Hasan tidak mengetahui pelaku dan tujuan pelaku mengirim kepala babi itu. 

"Kami tidak mau dikaitkan dengan itu. Kalau dianggap bencana oleh mereka itu juga bisa dimasak. Itu bukan ancaman seharusnya," kata dia. 

Hasan pun meminta tidak perlu membesarkan kasus teror ini. Pemerintah Prabowo Subianto menjamin kebebasan pers. "Pemerintah tidak ikut campur sama sekali dalam membuat berita. Pemerintah hanya meluruskan kalau medianya salah paham. Kami luruskan. Kalau nulis statemen salah kami luruskan," kata dia.

Konsorsium Jurnalisme Aman yang terdiri dari Yayasan Tifa, Human Rights Working Group (HRWG), dan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) sebelumnya mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan nyata terhadap kebebasan pers. Desakan ini muncul menyusul aksi teror berupa pengiriman paket berisi kepala babi kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica), pada Rabu, 19 Maret 2025.

Direktur Eksekutif Yayasan Tifa, Oslan Purba mengatakan, pengiriman paket berisi kepala babi merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers, mencerminkan kecenderungan negara yang otoriter, dan anti-kritik. “Pemerintah, harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba dalam keterangan tertulis, Kamis, 20 Maret 2025.

Cica adalah salah satu host siniar “Bocor Alus Politik”. Paket berisi kepala babi itu baru dibuka pada Kamis sore, 20 Maret 2025. Sebelumnya, host siniar lainnya, Hussein Abri Dongoran, mengalami dua kali perusakan kendaraan oleh orang tak dikenal pada Agustus dan September 2024. Kejadian tersebut diduga berkaitan dengan aktivitas jurnalistik yang dilakukan Hussein.

Menurut data Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang disusun Yayasan Tifa bersama PPMN dan HRWG melalui kerja sama dengan Populix, ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi di masa transisi pemerintahan. Dari survei terhadap 760 jurnalis di Indonesia, 24 persen di antaranya mengalami teror dan intimidasi, 23 persen menghadapi ancaman langsung, 26 persen mendapat pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pelarangan liputan.

Direktur Eksekutif PPMN, Fransisca Ria Susanti, memperingatkan bahwa jika aksi teror ini tidak diusut tuntas, kekerasan terhadap jurnalis dapat meningkat. “Kita tidak ingin jurnalis, juga masyarakat, hidup dalam ketakutan hanya karena bersikap kritis terhadap kekuasaan atau punya pandangan berbeda dari pemerintah,” ujarnya

Dani Aswara berkontribusi dalam tulisan ini 

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus