Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Bertepatan pada tanggal 8 Maret tahun 1965, gedung DPR, tepatnya komplek MPR/DPR/DPD Republik Indonesia didirikan dari hasil rancangan karya Soejoedi Wirjoatmodjo.
Gedung yang berbentuk kubah dengan bentuk setengah lingkaran dalam situs mpr.go.id melambangkan kepakan sayap burung yang akan lepas termasuk salah satu karya Soejoedi yang mengangkat nilai-nilai tradisi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi A. Sukada, penulis buku Membuka Selubung Cakrawala Arsitek Soejoedi menyatakan, Soejoedi merupakan arsitek yang memperbarui wacana struktur Indonesia menjadi arsitektur modern berdasarkan prinsip-prinsip arsitektur modern.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Prinsip tersebut di Jerman, khususnya Berlin menjadi pusat dari pergerakan arsitektur modern,” ujar Budi dalam cuplikan video Maestro Indonesia - Soejoedi Wirjoatmodjo melalui akun Youtube Miles Films.
Menurut Yori Antar Awal, Arsitek yang berfokus pada arsitektur lokal, ciri khas arsitektur Soejoedi memang menggunakan konsep modern yang menekankan fungsi bangunannya, tanpa menggunakan ornamen memberikan kesan kejujuran ekspresi.
Yori juga mengungkapkan bahwa, selain fungsional, karya-karya Soejoedi menerapkan adanya naungan dan bayangan sebagai konsekuensi dari sikap terhadap iklim.
Dikutip dari kemdikbud.go.id, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memperoleh beasiswa dari pemerintah Prancis, namun selama setahun belajar arsitektur di Ecole Superieure National des Beaux Arts, Paris, ia merasa tidak cocok dan pindah ke Hoogeschool, Belanda.
Suasana politik di Indonesia membuat Soejoedi dan mahasiswa Indonesia lainnya akhirnya pindah ke Jerman dengan gelar Master Dipl. Ing selama dua tahun dan lulus cum laude.
Sepulangnya ke Indonesia pada tahun 1961, pemuda kelahiran Rembang ini sempat mengajar dan menjadi ketua jurusan Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB), Miles Films menemukan apabila kepekaan Soejoedi menangkan kondisi alam sekitar dan iklim untuk menciptakan sebuah karya besar.
Andra Matin selaku arsitek mengakui, karya-karyanya dipengaruhi oleh Soeoedi terkait konsep horizontal yang merepresentasikan kebaikan orang Indonesia, sambungnya, cahaya dan bayangan menjadi bagian dari arsitektur. Pergerakan matahari membentuk bayangan berbeda sepanjang waktu.
Gedung Manggala Wanabakti karya Soejoedi saat mulai proses pembangunan tampak belum ada pohon, sekarang terlihat antara bangunan dengan wilayah sekelilingnya seperti danau dan pohon-pohon kecil yang membuat gedung tersebut tampak indah.
Karya Soejoedi selain Gedung DPR, mengadaptasi atap meru atau atap susun Bali ke dalam salah satu rancangannya di Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Menjadi generasi arsitektur Indonesia generasi kedua dalam sejarah arsitektur selama dua dekade dari tahun 1990-an.
BALQIS PRIMASARI
Baca : Diusulkan Jadi RS Darurat, Ini Luas Gedung DPR