Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sosok Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Tak Sepakat Izin Tambang dari Pemerintah

Ketua PP Muhammadiyah dan mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas dikenal penentang paling keras terhadap tawaran izin tambang dari pemerintah.

1 Agustus 2024 | 09.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua PP Muhammadiyah yang juga mantan Ketua KPK, M. Busyro Muqoddas. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Busyro Muqoddas Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan mantan Ketua KPK, dikenal sebagai penentang paling keras terhadap tawaran izin tambang atau izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah. Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bahkan tidak hadir saat PP Muhammadiyah mengadakan konferensi pers di Yogyakarta pada Minggu, 28 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Koran Tempo edisi 30 Juli 2024 berjudul "Malapetaka Tambang Batu Bara", Busyro memperingatkan koleganya agar tidak terjebak dalam euforia kesuksesan pertambangan. Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Hikmah PP Muhammadiyah itu juga meminta koleganya untuk mempertimbangkan dampak kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya mengingatkan agar Muhammadiyah berhati-hati ketika mengelola tambang,” kata Busyro saat ditemui Tempo di kantor PP Muhammadiyah, Senin, 29 Juli 2024. Kritik tersebut juga ia sampaikan dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah sehari sebelumnya. Selama ini Busyro memang aktif mengkritisi tawaran konsesi tambang batu bara kepada Muhammadiyah. Sejak beberapa bulan lalu, dia bekerja mengumpulkan kajian-kajian kemudaratan pertambangan. 

Suara Busyro senada dengan sikap 11 dari 35 pemimpin wilayah Muhammadiyah yang menyampaikan kritik. Forum para ulama tersebut menjadi ajang perdebatan meski ujung-ujungnya kalah dalam pemungutan suara. Terlebih, bila merujuk pada rapat pleno 13 Juli lalu, hanya ada 3 dari 18 pemimpin pusat yang menolak tawaran konsesi tambang. 

M. Busyro Muqoddas, S.H, M.Hum, lahir di Yogyakarta pada 17 Juli 1952. Pria yang akrab disapa Mas Bus ini sebelumnya adalah ketua sekaligus anggota Komisi Yudisial RI periode 2005-2010.

Busyro menyelesaikan studi Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada tahun 1977. Selama masa kuliah, ia menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (MPM UII).

Setelah itu, ia mengabdi sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dan pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum UII dari 1986 hingga 1988, serta Pembantu Dekan I hingga 1990. Gelar Magister Hukum diperolehnya dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 1995.

Karier hukum Busyro dimulai pada tahun 1983 sebagai Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Dari tahun 1995 hingga 1998, ia menjabat sebagai Ketua Pusdiklat dan LKBH Laboratorium Fakultas Hukum UII. Selain itu, Busyro juga aktif sebagai advokat pro bono.

Busyro menangani beberapa kasus besar di tingkat nasional, seperti kasus penembakan misterius (Petrus), Komando Jihad, pemboman candi Borobudur, dan kasus kuningisasi yang menimpa Moedrick M Sangidoe, semua terjadi pada era Orde Baru (Orba).

Menjelang akhir Orba, ia mendampingi pedagang pasar tradisional dalam gugatan terhadap Bupati Wonosobo, dan di awal Reformasi, ia menangani kasus Mozes Gatotkaca, korban tewas akibat kekerasan aparat dalam demonstrasi di Yogyakarta.

Perihal izin tambang, Busyro memaparkan contoh daerah yang mengalami kerusakan ekologis akibat pertambangan masif, terutama proyek strategis nasional (PSN) yang memicu konflik agraria dalam rapat tertutup Konsolidasi Nasional Muhammadiyah.

Contoh yang disampaikan Busyro termasuk tambang andesit di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, dan konflik sosial akibat rencana pembangunan Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Pendapat Busyro sejalan dengan pandangan 11 dari 35 pemimpin wilayah Muhammadiyah yang juga menyampaikan kritik. Forum para ulama ini menjadi ajang perdebatan meski akhirnya kalah dalam pemungutan suara. Pada rapat pleno 13 Juli lalu, hanya 3 dari 18 pemimpin pusat yang menolak tawaran konsesi tambang.

Kepada Tempo, Busyro menunjukkan percakapan di beberapa grup WhatsApp yang berisi kekecewaan para pengurus wilayah terhadap sikap Muhammadiyah. Beberapa pengurus daerah bahkan menyatakan mundur dari organisasi, termasuk Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Berau, Kalimantan Timur, yang sedang berhadapan dengan masalah lubang tambang.

Sebelum keputusan menerima tambang diumumkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, badan-badan dalam organisasi, termasuk yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas, telah membuat lima rekomendasi agar pengurus pusat berhati-hati dalam mengambil keputusan menerima izin tambang. Pasalnya, pertambangan batu bara berisiko merusak lingkungan, memicu konflik agraria, dan bahkan berpotensi melanggar hak asasi manusia.

SUKMA KANTHI NURANI  | ANANDA RIDHO SULISTYA I  SHINTA MAHARANI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus